33

26 4 0
                                    

Hi, udah lama banget ya...

Udah siap lanjut belum?

Oke, mari kita siapkan hati!

Saya yang nulis aja ga siap 😩

Tapi ... yaudah, lego ....

.
.
.

























Eits, tarik napas dulu. Iya bener, satu ... Dua ...

.
.
.
.
.
.

***

"Lo suka sama gue?" Suara Jinee mencicit, seakan tercekat sebuah fakta yang begitu rumit, bahkan walau hanya untuk disuarakan.

Ia hendak bertanya lagi, namun bibirnya kelu. Akhirnya, gadis itu hanya menelan kalimatnya lagi dengan sedikit paksa.

Jinee menunggu jawaban. Tapi dia bungkam.

Diperhatikannya laki-laki di depan yang masih enggan menatap ke arahnya.

Satu. Dua. Tiga. Hingga detik kesepuluh. Jinee menyerah.

Kembali ia kumpulkan keberanian di penghujung lidahnya. Lalu dalam satu tarikan napas, kalimat buru-burunya terdengar seolah menyerang lawan, "Lo cinta sama gue?"

"Jawab gue, Marko~" Dan sekali lagi, Jinee menyerah. Erangannya lepas bersama dengan kefrustrasian yang sedari tadi susah payah ia tahan.


***

Jadi, apa kalian ada gambaran? Kenapa Jinee bisa tiba-tiba bertanya seperti itu pada Marko?

Well, mari kita kembali ke beberapa jam sebelumnya...

Tepat saat mereka tiba di rumah Jinee sepulang dari mall, sore itu.

....

"Kami, Mama dan Om Park, akan menikah."

Marko belum sadar akan rasa kaget ketika menemukan sang Mama tadi berkeliaran bebas hanya dengan bathrobe di rumah Jinee. Lalu apa tadi katanya?

Serius kepala Marko sedang penuh, sepenuh-penuhnya. Tapi, isinya saling tumpang tindih. Banyak sekali tanya-tanya yang memilih muncul bersamaan saat ini, membuatnya susah fokus. Sangat susah.

"Jadi, kamu dan Jinee akan menjadi kakak-adik setelah-"

"Wow, tunggu-tunggu ... Wow! What? Tunggu bentar. Bentar dulu, Ma." Ini kalau digambarkan, bisa saja sekarang kepala Marko akan mengalami erupsi. Sekaget itu tadi dengar Mamanya ngomong ... apa ya? Dia dan Jinee bakalan kenapa? Apa katanya? Kakak-adik? Hah?

"Gimana?" Aduh, iya ... Marko jadi lemot parah, gak tahu kenapa ini tiba-tiba?

"Aduh, maaf banget, Ma. Tapi kayaknya, Marko bener-bener ga nyantol sedikitpun sama yang Mama omongin. Bisa tolong pelan-pelan gak?"

Mama berdehem sekali, lalu bergerak kecil untuk memperbaiki posisi duduknya. "Jadi, maksud Mama, Mama sama Om Park berencana untuk menikah-"

Oh, Ya Tuhan. "Tiba-tiba?"

"Enggak, tiba-tiba kok, Marko. Ini sudah kami bicarakan baik-baik sebelumnya. Tentang hubungan kami dulu, yang nyatanya berlanjut sampai sekarang. Akhirnya kami memutuskan untuk menikah saja sekalian."

Chit-chattingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang