Sinopsis

824 87 14
                                    

Pemuda berhidung mancung itu memandang bangunan tinggi di hadapannya. Lalu, beralih menatap amplop coklat yang dari tadi dia genggam. Garis bibirnya melengkung ke atas, dia tersenyum tipis.

Kesempatan yang diberikan tidak akan ia sia-siakan. Langkahnya sampai titik ini tidaklah mudah. Tujuannya satu--membahagiakan keluarga.

Langkah demi langkah dilakukan dengan yakin. Pemuda itu melewati gerbang tinggi menjulang. Pandangannya meneliti tiap sudut bangunan. Koper biru berada di tangan kiri.

Ruangan yang sedari tadi ia cari akhirnya ditemukan. Itulah dia, tidak akan bertanya selagi masih bisa mencari.

Diketuknnya pintu dengan pelan. Lalu, terdengar suara dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk.

"Selamat pagi, Pak?"

Pria dengan kacamata menghiasi wajahnya sibuk memeriksa beberapa berkas di meja kerja. Lalu, mendongak saat mendengar suara berat seseorang di hadapannya.

"Kamu? Gunawan? Gunawan Muharjan?"

Pemuda itu mengangguk dan tersenyum.

"Silakan duduk," titahnya. "Saya sudah sedikit tahu cerita tentang kamu dari Fildan. Dan tentu saya percaya padanya, saat Fildan merekomendasikan kamu dan memberimu kesempatan untuk beasiswa di sini."

"Terima kasih, Pak Adibal."

Pak Adibal--ketua yayasan dari Universitas Academi kembali sibuk dengan beberapa kertas di atas meja kerjanya. Lalu berujar, "Saya sudah menentukan kelasmu di Music 06, dan Room kamarmu di 09."

Belum juga Gunawan menjawab, suara ketukan di pintu membuat keduanya menoleh. Seorang pria tampan dan tinggi masuk.

"Oh, Pak Beniqno kebetulan sekali. Ini ada satu murid lagi yang akan menempati Room 09," kata Pak Adibal.

Gunawan berdiri dan mengangguk ke arah Pak Beniqno.

"Baik. Saya langsung saja mengantarnya Pak Adibal."

"Iya silakan."

****

Gunawan--pemuda pendiam itu tidak mengatakan apa-apa. Dirinya hanya mengikuti ke mana Pak Beniqno melangkah. Gunawan tidak cukup memiliki keberanian untuk membuka obrolan.

"Asal kamu dari mana?" tanya Pak Beniqno akhirnya.

"Maluku Utara Pak. Almahera barat, Sidangoli."

"Kamu rekomendasi dari Fildan?"

"Iya Pak."

"Saya tidak pernah ragu pada keputusan Fildan."

Gunawan mengerjap. Memandang Pak Beniqno dan tersenyum tipis. Dia berharap tidak akan mengecewakan Fildan dan orang-orang yang telah percaya padanya.

Langkah keduanya berhenti di depan sebuah ruangan yang terdapat plang 'Room 09' di depan pintu.

"Ini kamar kamu."

"Terima kasih, Pak."

"Saya tinggal dulu. Kamu masuk saja, sudah ada teman satu kamar kamu. Dia juga baru pindah hari ini. Rekomendasi dari Reza."

Gunawan hanya mengangguk tanda mengerti. Lalu pak Beniqno meninggalkannya. Gunawan mengetuk pintu dengan pelan. Namun, tidak ada jawaban dari dalam. Lantas membuatnya memutuskan untuk langsung masuk saja.

Kedua mata Gunawan membulat, melihat seseorang hanya menggunakan lilitan handuk di setengah badannya.

"Aaaaaaa," teriak orang itu. Menarik tangan Gunawan dan menutup pintu.

"Oh, jadi kau teman satu Roomku." Lelaki itu melihat Gubawan dengan serius.

Gunawan mengangguk.

"Aku Hari. Hari Putra, kau boleh panggil aku pangeran."

Kening Gunawan melipat. Tidak ada yang lebih anehkah dari cara berkenalan seperti itu. Namun, Gunawan tetap menangkup tangan Hari yang dari tadi terulur.

"Gunawan. Gunawan Muharjan."

"Kau yang dari Maluku Utara itu?"

"Iya."

*****

Penggemar Gunawan dan Rara tolong angkat tangan, sayang. Mari kita enjoy di sini, yah. Yuk, ajak tim merah-biru untuk mampir guys.

Pemenang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang