Bab 7. Senja

426 55 11
                                    

Kalo bukan kamu, aku gamau.
_R_

Pemenang Hati

"Gunawan!" panggil Rara. Gadis itu berlari menghampiri Gunawan yang baru saja akan masuk kelas. "Ini titipan dari Ibu, nasi goreng. Untung aja aku tau hari ini kamu ada kuliah pagi." Rara memberi totebag pada Gunawan.

Gunawan menerimana dengan perasaan yang sulit dijelaskan. "Sampaikan makasih buat Ibu, yah."

Rara mengangguk, lalu pamit pergi dengan riang dan bersenandung. Rara menggigit bibir dalam dan memejamkan mata, merasa gemas sendiri entah karena apa.

"Rara!"

Merasa dipanggil, Rara berbalik. Gunawan berjalan ke arahnya dengan senyum tipis.

"Boleh minta nomer kamu?"

"Hah?"

"Minta nomer kamu, biar enak aja kalo ada apa-apa."

Rara mengulum bibir, menahan untuk tidak tersenyum. Rara mengangguk, lalu mengetikan nomornya di ponsel Gunawan.

Perasaan ini berbeda dari yang pernah Rara rasakan dulu dan bisa ia tebak kemana arahnya. Namun, kali ini ia sendiri tidak mengerti. Berdebar juga takut. Bila memang cinta, tidakkah terlalu cepat untuknya yang baru setahun ini mengalami kegagalan dalam hubungan karena pengkhianatan. Rara tahu dan sadar seharusnya dia tidak boleh memiliki perasaan aneh seperti itu, apalagi terhadap Gunawan yang baru saja dirinya kenal.

Senyum di wajah Rara perlahan menghilang. Dia mencoba mengendalikan hati dengan mengedepankan logika. Gunawan hanya orang asing yang tidak sengaja masuk dalam hidupnya. Tidak sepantasnya Rara memiliki perasaan pada pemuda itu, terlebih dalam waktu singkat. Rara pergi ke aula kampus, tidak ada siapa-siapa di sana. Rara duduk sendiri, memikirkan perasaan aneh yang datang terlalu cepat.

Sementara itu, Aldi yang dari tadi memperhatikan interaksi Gunawan dan Rara merasa dadanya berdenyut nyeri. Dia menyesal sudah memberi luka pada gadis yang ia cintai hanya karena keegoisan diri.

Aldi berjanji akan memperbaiki. Merekatkan yang retak dengan cara apa saja, walau dia tahu sesuatu yang hancur tidak bisa disatukan kembali. Namun, dia meyakini bahwa kesempatan kedua masih ada. Aldi berjalan ke arah Gunawan sebelum pemuda itu benar-benar masuk ke kelas.

"Tunggu!"

Gunawan menoleh, dia ingat lelaki di depannya, seseorang yang pernah bertengkar dengan Rara. Untuk apa dia datang ke kampusnya, bukan karena ingin bertemu dengan dirinya, kan.

"Ada apa hubungan apa lo sama Rara?"

Kedua alis Gunawan tertaut. Benar-benar tidak ada basa-basinya pemuda itu.

"Maaf, saya rasa anda tidak perlu tau."

Aldi berdecih. Masih menahan kesal, dia mencoba bersabar dan kembali bertanya, "Sekali lagi gue tanya, ada hubungan apa lo sama Rara?"

"Apa pun itu enggak ada hubungannya sama lo."

Kedua tangan Aldi mengepal. Dia tidak akan membiarkan siapa pun untuk mendekati Rara, hanya dia yang pantas di samping gadis itu. Aldi melihat dengan tatapan meremehkan pada Gunawan dari atas hingga bawah. Dia semakin yakin kalau Gunawan memang tidak pantas untuk Rara.

"Lo ngaca! Lo sama sekali enggak pantes buat Rara."

Gunawan membasahi bibir. Rupanya Aldi berniat untuk mengajak ribut. Namun, Gunawan bukan tipe lelaki yang dengan mudah terpancing hanya karena dirinya direndahkan. Lagipula dia dan Rara hanya berteman, tidak ada kata pantas atau tidak pantas di dalamnya. Selama ini Rara juga tidak mempermasalahkan hal seperti itu.

Pemenang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang