Bab 4. Tawuran

453 61 6
                                    

Yang terpenting adalah bukan seberapa lama kamu hidup, tetapi seberapa baik kamu hidup. Demikian makna yang dikutip dari pernyataan seorang filsuf bernama seneca.


Pemenang Hati

S

eperti Universitas lainnya, ada banyak fakultas di dalam Academy. Hari ini adalah kelas menari untuk fakultas seni music kelas Rara. Tentu dengan coach yang sudah berpengalaman; Cahu dan Edwin.

"Ra, coba breakdance kamu. Saya mau lihat progressnya sampai di mana," kata Edwin menunjuk Rara. Gadis itu mengangguk dan maju ke samping Edwin.

Musik dengan irama breakdance diputar memenuhi ruangan. Rara mengambil ancang-ancang untuk menari. Dia menggerakan kedua tangan dan kaki, kemudian membungkuk, mengganti posisi, menaruh kepala di bawah, mengangkat tubuh serta kaki ke atas. Gadis itu luar biasa mahir melakukannya. Bahkan beberapa mahasiswa pria kelasnya bersorak dan bertepuk.

Edwin mengangguk beberapa kali. Bertepuk tangan sebagai tanda bangga atas progress yang Rara tunjukkan.

Rara memang satu-satunya gadis yang pandai breakdance di kelasnya. Namun, tidak membuat keempat sahabatnya merasa iri atau tersingkirkan. Mereka justru bangga atas potensi yang Rara miliki.

"Jessy, coba sini kamu maju. Gerakan robotik kamu saya mau lihat," panggil Cahu kali ini.

Gadis yang bernama Jessy itu maju, memulai gerakan robotiknya dengan musik yang mengiringi. Patahan demi patahan yang dia lakukan dalam tiap gerakan membuat dua coach menggelengkan kepala dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Cukup!" teriak Edwin. Sebelum atraksinya selesai, coach satu itu menghentikan Jessy. Edwin melipat kedua tangan di depan dada, raut wajahnya sedikit tegang, sedangkan Cahu menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar.

Perasaan Jessy tak menentu melihat tatapan kasihan dari teman-temannya, ditambah bisikkan-bisikkan dari mereka.

"Sama sekali tidak ada progres," kata Edwin penuh penekanan. "Kamu lebih dulu menguasai dan belajar robotik Jessy, tapi tidak ada progress sama sekali. Gerakan patahan yang kamu lakukan tidak ada penekanan."

Jessy menunduk, merasa malu dimarahi di depan semua teman kelasnya. Gadis itu bukannya berpikir dan mengoreksi diri sendiri, tetapi malah menatap tajam pada salah satu orang di sana. Dia tahu kalau saat ini dirinya sedang dibandingkan.

"Kembali ke tempat duduk kamu," suruh Cahu.

Kini kedua coach itu berada di tengah. Semua mahasiswi membentuk lingkaran.

"Ingat! Menari itu sama dengan bernyanyi, kasih jiwa dalam setiap gerakan yang kalian lakukan. Dengarkan ketukan dalam musik, ikuti irama yang ada." Edwin menjelaskan panjang lebar.

Sebenarnya dua coach itu sudah megetahui rencana yang akan diadakan oleh Academy untuk fakultas seni music ide ini diberikan oleh Nassar, salah satu pengajar di sana. Maka dari itu mereka berdua ingin anak didiknya berlatih dengan sungguh-sungguh.

"Oke, mungkin cukup sampai di sini. Kalian boleh bubar," kata Cahu melihat jam di pergelangan tangan. Waktu mengajar mereka telah habis.

*

"Seneng banget ya cari muka di depan coach," sindir Jessy pada seseorang. Beberapa dari mahasiswi itu berada di lorong koridor.

Tidak ditanggapi oleh orang yang dimaksud membuat amarah Jessy semakin bertambah. Kalau saja dia lupa ini tempat apa, sudah dipastikan Jessy akan meneriakinya.

Pemenang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang