Happy Monthsarry
Dua puluh bulan, yah?
Tidak terasa waktu cepat berlalu.
Jika ditanya do'a dan harapan untuk GUNARA, tentu tidak berubah setiap waktunya. Semoga Gunawan dan Rara, tetap menjadi sosok pribadi yang kita kenal. Karier, pendidikan juga cinta terus dibersamai kelancaran. Tidak munafik, terselip do'a untuk keduanya berjodoh. Aamiin.Dua puluh bulan, bukan waktu yang sebentar. Rumah kita memang masih kecil dan sederhana, namun badai sering kali menerjang, bukan untuk menghancurkan, tetapi menguatkan.
Tetaplah menjadi fanbase yang kompak dan solid juga elegan_E_
Pemenang Hati
"Ucing, ngapain di pos satpam?" Gunawan menoleh kanan-kiri, mencari keempat sahabat Rara, mungkin saja sedang mengambil mobil di parkiran. Namun, dia tidak melihat satu pun dari mereka.
"Ngapain clingak-clinguk gitu?" tanya Rara sambil mengecap permen kaki.
"Kamu sendirian? Ngapain? Temen-temen pada kemana?" Bukannya menjawab, Gunawan malah turun dari motor, lalu duduk di kursi pos satpam bersama Rara. Lagi-lagi permen kaki mengalihkan fokus Gunawan. Entah berapa banyak stok permen kaki milik Rara.
"Udah pada pulang, aku lagi nunggu sore aja pulangnya."
"Kenapa?" tanya Gunawan penasaran.
"Enggak apa-apa."
"Bahaya sendirian kayak gini." Gunawan mengingatkan. Pasalnya kampus sudah mulai sepi, dia juga akan pergi bekerja.
"Ih, ih soudzon. Masa Pak Agus disoudzonin." Rara terkekeh." Pak, Pak Agus ini Indi, eh, Gunawan, nih, katanya Bapak mau macem-macem sama Rara!" teriak Rara memanggil nama Pak Satpam.
Kedua alis Gunawan tertaut, memberi raut wajah heran pada gadis di sampingnya. Bisa-bisanya Rara mengadu hal seperti itu.
Pria paruh baya berkumis dengan tongkat di tangan muncul dari pintu pos satpam, menatap tajam pada dua orang di depannya.
"Siapa yang bilang Bapak mau macem-macemin Rara?" Pak Agus mengetuk-ngetuk tongkat di telapak tangan.
"Nih, Pak." Rara menunjuk Gunawan di sampingnya sambil berusaha menahan tawa.
"Enggak, Pak, bukan gitu maksud saya."
Pak Agus melihat Gunawan dengan serius, dilihatnya seksama pemuda berhidung mancung itu dengan intens, tongkat berwarna hitam pun masih setia di tangannya. Jangan sampai tongkat itu melayang ke tubuh Gunawan karena aduan Rara.
"Kamu mahasiswa baru itu, 'kan?"
Gunawan mengangguk.
"Mau kemana?"
"Saya kerja, Pak."
Kali ini Pak Agus yang mengangguk.
"Bagus! Sana pergi."
Heran, itu yang Gunawan rasakan. Padahal dirinya sudah siap jika ada banyak pertanyaan atas tuduhan yang diberikan Rara. Namun, tanggapan Pak Agus hanya seperti itu, apalagi ini kali pertama Gunawan berbicara dengan Satpam kampusnya.
Menurut saja, Gunawan akhirnya berpamitan pada Pak Agus juga Rara, lalu menaiki motor. Namun, sebelum pergi Pak Agus menghentikan Gunawan.
"Kamu enggak mau nganterin Rara?"
"Hah?"
"Hah, hoh, hah, hoh, emang saya keong?"
Sumpah! Gunawan dibuat bingung dengan dua orang di depannya itu. Pak Agus dan Rara, apa mereka sedang mengerjai dirinya atau dia yang terlalu tidak paham dengan situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemenang Hati
General FictionGunawan--lelaki cuek, namun hangat dipertemukan dengan gadis cantik yang energik--Rara. Seperti dua sisi mata uang yang berbeda, tetapi melengkapi. Sifat keduanya yang bertolak belakang justru membuat mereka semakin dekat. Rara menilai Gunawan adala...