06. Niskala

37 17 2
                                    

- SELAMAT MEMBACA -

- SELAMAT MEMBACA -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

06. N I S K A L A
"Harapan yang abstrak, kini semakin semu"

༻❁༺

Langit tidak lagi menangis, hujan kini telah usai beberapa waktu lalu dan tanah, beberapa masih ada genangan air. Mentari juga berani untuk menunjukkan eksistensinya, seperti secarik harapan yang telah datang. Angin masih bertiup sedikit kencang, beberapa daun yang kering jatuh ke tanah. Dingin menyeruak masuk ke dalam pori-pori kulit.

Yang terjadi saat ini, mungkin tidak akan pernah terjadi lagi nanti. Agha, menatap nanar samsak di depannya.

"Bangsat" umpatnya, tangannya kebas. Namun, semua luapan emosinya sedikit terlepas. Matras dan samsak, adalah teman dekat Agha. Mereka yang senantiasa menemani Agha.

Agha mengusap wajahnya kasar, semua latihannya selama ini kurang membuahkan hasil. Lagi-lagi pada seleksi untuk maju ke kejuaraan, Agha digantikan. Semua belum sempat Agha raih dan dia akan terus meraihnya. Silat, adalah jiwa Agha.

"Lo masih bisa nyoba ikut di event bulan depan Gha"

Laki-laki itu bergeming, Max yang merasa diacuhkan langsung duduk di samping Agha. Sama-sama menatap samsak menggantung di depannya. Agha dengan pikirannya sendiri dan Max yang tangannya gatal ingin meninju teman di sampingnya. Agha berdiri, melepas body protectornya.

"Tai lo Gha, minimal dengerin gue"

"Gue denger" balas Agha acuh. Laki-laki itu meraih handuk di sampingnya, mengusap peluh keringat yang ada. Agha masih memendam kesal, kejurda itu impian Agha, sudah lama juga Agha menantinya, sudah lama pula Agha menanti medali kejurda itu.

"Event dari Bang Sam diadain bulan depan, daripada lo kayak orang gak tau arah gini mending persiapin diri buat bulan depan Gha. Mungkin kejuaraan besok bukan rezeki lo, tapi di event bulan depan" Max menepuk pundak Agha lantas berlalu dari sana.

Lagi-lagi, orang tau cara menyambut tetapi mereka juga harus tau cara merelakan. Seperti Agha yang dengan hati senang menyambut kerjurnas, tetapi lupa cara merelakan turnamen tersebut. Memang tidak mudah, apalagi disana terdapat banyak mimpi-mimpi yang dari dulu Agha nantikan.

Agha membuka ponselnya, melihat notifikasi yang tertera di layar kunci. Dia lupa memberikan wadah yang kemarin dikatakan oleh Esha, lantas Agha langsung meninggalkan tempat latihannya. Mencari Esha dan semoga saja gadis itu masih berada di sekolah.

"Gha" Agha menoleh, tidak jadi menuruni tangga.

"Wadahnya?" Tanya Esha.

PESAN ANILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang