Bab 25

8.4K 986 3
                                    

Aimee
Hai Ci Laura, nanti ikut makan sama aku dan Dokter Ergi, kan?

So, that evening finally comes. Hari ini adalah hari terakhir Aimee di Jakarta. Besok dia akan pulang ke Bandung lantaran magangnya sudah selesai. Laura masih bimbang antara ingin ikut atau tidak. Dia ingin ikut, because it's Aimee. Dia tidak ingin ikut, also because it's Aimee. Pagi harinya, Aimee sudah mengirim pesan kepada Laura, mengajaknya untuk makan bersama dan menanyakan Laura mau makan di mana. Laura belum membalasnya, Sekarang, ketika jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam, Aimee kembali mengirimkan pesan.

Aimee
Mau makan di Kafe Ofra aja, Ci? Dekat rumah sakit dan kantor aku. Cici suka kopi di sana, kan?

Laura menghela napas. Ya, dia memang suka sekali kopi di Ofra. Also, it's not a bad idea to energize herself after a long surgery today. Tapi, jari-jari Laura terasa kelu. Dia hanya menatap notifikasi bertubi-tubi di layar ponselnya, membukanya pun tidak.

Laura menghempaskan tubuh ke atas ranjang pemeriksaan di ruang kerjanya. Dia bahkan belum berganti pakaian setelah operasi, masih mengenakan setelan scrub warna hijau (jangan ditiru ya, jorok). Laura meletakkan punggung tangan di atas keningnya. Dia harus menyelesaikan laporan pasien, lalu mungkin dia akan pergi setelahnya.

Laura beranjak. Dia meraih ponselnya dan mengetik.

Laura
Oke, aku selesaiin laporan pasien dulu, abis itu—

Laura tidak menyelesaikan kalimatnya. Habis itu apa? Pergi makan dengan Aimee dan Ergi? Kalau keluarga besarnya tahu, Laura menghindari Aimee sampai segitunya, sampai untuk pergi makan malam dengannya saja terus menerus ragu untuk ikut, pasti mereka akan menyebut Laura gila. No, they would call her mean. Aimee sudah berbaik hati mengajak Laura makan, ingin menjalin silaturahmi dengannya, why would she hate her so much?

The thing is, sebetulnya Laura tidak pernah membenci Aimee. It just comes off like that. Laura takut dengan Aimee, she is genuinely scared of her. Ya, takut. Itu adalah perasaan Laura yang sesungguhnya pada Aimee, mahasiswi berprestasi yang hatinya lembut dan tutur katanya sopan. Laura takut, kalau dia akan salah bicara pada Aimee dan melukai perasaannya, which she did many times. Laura takut, kalau dia akan bersikap kasar yang membuat Aimee sedih, which she also did. Laura takut, kalau suatu hari Aimee akan berpaling dan membencinya. Dan yang terutama, Laura takut berhadapan dengan Aimee, karena Aimee mengingatkannya pada semua kepahitan yang dia rasakan saat usianya masih lebih muda.

Ting! Sebuah pesan masuk menghentakkan Laura dari lamunannya. Ternyata Ergi.

Ergi
Laura, kamu di mana? Saya sama Aimee udah di Ofra, nih.

Di saat Laura kembali ragu, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya, Suster Lisa.

"Dok, udah mau pulang, ya?" tanya Suster Lisa, kepalanya muncul dari balik pintu.

"Belum. Ada apa?" Laura bertanya balik.

"Oh, kalau belum mau pulang, boleh minta tolong? Ada emergency di IGD. Dokter yang mestinya—"

"Oke."

Tanpa basa-basi, Laura langsung mengiyakan. Suster Lisa tercengang untuk beberapa saat sebelum mengangguk. Laura found a good excuse to escape a dinner with Aimee. Akhirnya dia bukan cuma menangani pasien darurat pada saat itu, melainkan ikut berjaga di IGD sampai tengah malam. Aimee sempat mengirimkan pesan lagi kepadanya, kali ini Laura menjawab, tetapi tidak sesuai dengan yang diharapkan Aimee.

Aimee
Ci, aku sama Dokter Ergi udah di Ofra. Ci Laura kapan dateng?

Laura
Sori, Aimee. Aku nggak ikut, ya. Aku masih kerja.

SINCERELY (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang