Dara & Ronald • 8

33 5 18
                                    

RONALD

Bercinta dengan Dara memang menambah semangat gue untuk ngantor dan fokus jalani presentasi kali ini.

Gue tahu, titik terang dari kasus akuisisi dua Grup bersahabat ini bakal jadi kemenangan yang bakal naikin performance rate untuk karier pengacara gue. Jika semesta berkehendak, gue bisa dipromosiin jadi Junior Partner. Dara juga tersenyum bangga di balik proyektor, walau habis ini dia buru-buru pergi, katanya ada urusan sama pengacaranya Freddi Martadinaja.

Seneng juga Bokap jadi banyak ngawasin gue di kasus ini -- sama kasusnya Dara sesekali. Biar beliau lihat sendiri betapa gue sudah kerja keras untuk menaikkan nama firma ini.

Namun, gue tahu perjuangan tidak akan berhenti. Akan ada orang yang dengki dan selalu ngomongin gue dari belakang. Gue nggak pernah masalahin sama sekali, mereka hanyalah kelompok yang iri. Apalagi waktu sebagian personilnya yang ketahuan jelekin Nira langsung kena pecat dari Om Ardhi langsung. Mampus kalian sudah berurusan sama anak kesayangannya Om nyentrik satu itu.

"Tahu nggak, gue pikir selama ini Nira yang sembunyiin kehamilannya dulu. Ternyata Dara juga."

"Oh ya, wah sehati banget mereka rupanya."

Gue tidak jadi masuk ke kubikel, sampai-sampai Sakti gue geret bagian belakang kerah pakaiannya. Sakti mendesis kesal, tapi nggak jadi begitu lihat sisa personel geng gossip yang belum dipecat sama Om Ardhi lagi beraksi.

"Coba aja kita punya alat sadap," bisik Sakti dari belakang.

"Mahal harganya," jawabku asal.

"Lo tahu nggak, beberapa minggu lalu Dara kedatangan mantan suaminya."

"HA?"

Kututup mulutku untuk menghalau rasa terkejut ini. Sepertinya Sakti juga ikut tersentak.

Dara pernah menikah?

"Lo jangan ngarang ah, Ninit. Mana mungkin Dara pernah merit."

"Heh, ini bukan berita bohong. Gue tanya sendiri kok ke orang itu, kasihan mondar-mandir di resepsionis. Ya sudah gue ajak ngobrol aja, dari situ dia tanya-tanya tentang Dara."

"Gile, pantes aja dayangnya Nira satu itu selalu pergi ketika kita bawa topik nikah. Oh, juga dia selalu delegasikan kasus terkait perceraian dan hak asuh anak mesti ke Nira yang sok itu. Sok cinta lingkungan dan foto bareng anak kecil, padahal aslinya menjijikkan."

"Pantes aja si Dara gatel melulu ke Ronald. Kasihan suaminya diceraiin supaya bisa gaet anak Bos yang banyak duitnya itu."

"Ih si Anak Bos juga nggak becus, numpang nama ke Pak Andi melulu. Mereka mah kalau nggak ada si Nira mana bisa kerja bener."

"Dara tega banget ya, ninggalin suaminya dalam kondisi sengsara gitu. Perempuan nggak bener mah emang gitu."

Darahku terasa mendidih saat kalimat terakhir dari mereka berkumandang. Tahu-tahu saja gue tiba-tiba masuk dan gampar si pelaku yang bilang Dara perempuan nggak benar sampai jatuh -- yang ngomong si Krisna anak associate dari magang dan korban penolakan Dara karena mata keranjang. Gue nggak akan beri ampun sama sekali, ada rasa puas saat menonjoknya. Gue nggak peduli dengan teriakan orang-orang.

Sampai teriakan dari seseorang menghentikan tangan gue yang lagi melayang.

Bokap.

***

"Seumur hidup, Bapak nggak pernah ngajarin kamu kekerasan, Ron. Apa ini, ha? Apa?" Baru kali ini wajah Bokap benar-benar murka kayak kepiting rebus kematangan, keluar asapnya bahkan dari telinga.

Gue bungkam.

"Lihat Bapak, Ron. Lihat." Bokap ngangkat dagu gue. "Bapak kasih kamu kelas taekwondo dari SD supaya apa? Supaya kamu bisa berpikir jernih dan menghargai apa yang ada. Bukan buat hal nggak penting gini. Bapak tahu kamu benci sama Krisna sainganmu itu, tapi bukan berarti harus pakai acara baku hantam gini. Kan bisa pakai acara musyawarah atau negosiasi. Buat apa kamu pelatihan advokat dan tetek bengeknya itu? Ha?"

Gile rahang gue berdenyut, asli beliau kayaknya punya ilmu totok. Mana ngomongnya kayak kereta Shinkasen pula.

"Ronald sudah boleh ngomong, Pak?" tanyaku saat Bokap habis gebrak meja kerja buat ambil napas.

"Silakan, utarakan argumenmu. Bapak mau dengar sebelum kuapakan Kau, ntar." Logat Medan Bokap keluar, ini situasi serius.

Gue menceritakan tentang gengnya Krisna yang menjelek-jelekkanku dan Dara -- terutama Dara -- terkait fitnah yang pernah menikah (jika berita itu benar) sampai bilang dia mendekatiku karena mengincar harta. Emang ini Krisna laki-laki tapi mulutnya minta digiles kapak kali, ya.

"Astaga." Bokap duduk lemas sambil pijat dahi, ciri khas lagi mumet. Beliau berpikir sebentar lalu bertopang dagu padaku. "Begini saja, soal ini biar Bapak sama Pak Ardhi yang urus setelah kamu minta maaf."

"Tapi --"

"Hanya minta maaf karena mukulin Krisna. Setelah lukanya sembuh. Baru kami panggil dia nanti sama HRD dan Pak Ardhi serta saksi-saksi di situ," potong Bapak tegas.

Aslinya gue mana sudi minta maaf sama si mata keranjang itu. Tapi karena mata singa Bokap makin   mengerikan, mau nggak mau gue pamit dari ruangannya untuk bikin dia merasa di atas angin.

***

Setelah terpaksa minta maaf sama si Krisna mata keranjang itu, gue berspekulasi tentang Dara setelah kerjaan selesai. Bagaimana kalau dia beneran pernah nikah?

Gue nenangin diri, biarlah Dara sendiri yang cerita bila sudah waktunya.

Satu jam sebelum jam kantor habis. Kami yang terlibat di insiden tadi langsung dipanggil ke ruangan Om Ardhi. Level murkanya Om Ardhi bahkan benar-benar seperti setan-setannya America Horror Story. Namun, gue sama Sakti diam-diam senyum dalam hati saat Bokap dan Om Ardhi gantian ngomelin Krisna dan antek-anteknya satu persatu.

Alhasil, Krisna kena pecat tidak terhormat sedangkan antek-anteknya kena diskors dua minggu dan tidak boleh terima kasus selama sebulan. Jadi antek-anteknya Krisna akan jadi asisten paralegal dan ruang arsip biar nggak gabut.

Baiklah, karena sudah jam pulang kerja. Lagi-lagi Dara nggak balik kantor, semoga aja dia sudah izin dan absen ke fingerprint. Kuhubungi Dara melalui ponselku untuk tanya apakah dia pulang dengan selamat sekaligus menemaninya ngobrol bila di kendaraan umum.

"Halo, ini siapa, ya?"

Ha? Suara laki-laki?

Bentar, ini nomornya Dara, kan?

"Halo."

Kepalan tanganku mengeras, buru-buru kumatikan telepon. Siapa orang itu? Apa hubungannya dengan Dara?

Apa jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kekasihku?

Shit.

Buru-buru kumatikan komputer kubikel dan absen akhir jam kantor lalu bergegas ke rubanah parkir. Semoga lo baik-baik aja, Dar.

Bersambung

•••

900++ kata
(24 Agustus 2021)
Happy Reading!

Out Of The BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang