6. Interrogation Time

41 41 40
                                    

"Kita mau ke mana?"

"Ke tempat yang sepi, yang cocok buat ngerumpi berdua."

Alana dan Widya berhenti di suatu tempat. Taman sekolah. Sesuai namanya, tempat tersebut dipenuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang terlihat cantik.

Alana menguap. "Suasananya adem banget, Lana jadi ngantuk."

"Cerita dulu!"

"Cerita apa?" Alana memiringkan kepalanya disertai ekspresi bingung.

Mereka berdua duduk di bangku taman yang terbuat dari batu.

"Masih nanya lagi. Cerita soal Alfa lah. Gimana lo bisa kenal dia, bahkan sampe nanyain udah sayang belum. Gue udah bareng sama lo dari SMP, tapi kenapa gue nggak tau apa-apa soal Alfa. Setau gue juga lo nggak pernah deket-deket cowok."

Mendengar perkataan bertubi-tubi dari Widya, Alana memainkan jari-jemarinya. "Dulu, Alfa tetangga Lana."

"Terus?" Widya tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Lana sama Alfa sahabatan waktu kecil, kalau nggak salah dari umur empat tahun. Alfa ninggalin Lana pas umur sepuluh tahun karena keluarganya pindah rumah."

"Sahabatan?"

Alana menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Sahabatan tapi kok nanyain udah sayang apa belum?!"

"Oh itu..." Alana terkekeh pelan. "Dulu Lana nonton film. Di film, katanya kalau saling sayang bisa hidup bareng selamanya," sambungnya.

Widya melongo, tidak habis pikir pada sahabatnya tersebut. "Lo salah paham, makanya jangan nonton film romantis!"

"Salah paham gimana?" tanya Alana dengan polos.

"Anu... Maksudnya tuh bukan sebagai sahabat, tapi sebagai pacar. Lo tau cewek sama cowok yang pacaran kan? Nah, kayak gitu maksudnya! Mereka pelukan, gandengan tangan, mesra-mesraan, dan sejenisnya," jelas Widya secara panjang dikalikan lebar.

"Tapi kan Lana sama Alfa juga cewek cowok, berarti bisa begitu dong."

Jawaban dari Alana membuat Widya menghela napas kasar. "Udahlah, nggak usah dipikirin lagi. Pokoknya lo nggak boleh nanya kayak gitu lagi ke Alfa! Janji?"

Alana tampak berpikir selama beberapa saat. "Nggak janji, hehe."

Selanjutnya, Widya langsung berdiri dan menarik Alana agar bangkit dari posisi duduknya.

"Kita mau kemana lagi?"

"Lo nggak mau pulang?"

"Mau!"

Mereka berjalan beriringan sembari bergandengan tangan, seperti sahabat pada umumnya.

Beberapa langkah lagi mereka sampai di gerbang sekolah, namun seseorang tiba-tiba datang mencegat mereka. Langkah kaki Alana dan Widya terpaksa berhenti.

"Alana!"

"Kak Vero?"

Avero tersenyum lembut. "Baru mau pulang?"

"Iya kak. Kakak sendiri?"

"Ada urusan OSIS, masih nanti pulangnya."

Widya yang berada di samping Alana, terang-terangan menunjukkan ekspresi risih. Dia menyenggol bahu Alana untuk memberikan sinyal. Untungnya, Alana dengan cepat menyadari.

"Kalau nggak ada apa-apa, saya duluan ya kak."

Saat Alana dan Widya hendak melangkahkan kakinya, Avero kembali berucap, "Tunggu!"

Penagih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang