13 - Kim Yewon - Why Are You Like That?!

90 25 16
                                    

"Bodo amat!" sergahnya gusar saat mendengar makian Yoongi saat dia menarik tangan kanannya yang barusan memberi gesture aduhai pada cowok yang sudah dianggapnya abang tersebut. 

Dia marah. Dia bisa dengar deru darahnya mengalir deras ke kepala di telinganya. Nafasnya memburu nggak teratur. Dia bisa jadi garang, Eunbi sama Somi kasih tau dia caranya. Dia bisa jadi maung, Dahyun udang training dia sampai bisa. Tapi kalau nggak perlu banget, dia sebisa mungkin menghindari konfrontasi langsung. 

Dia ini aslinya cinta damai. Serius! Dia juga lihat lah lawannya siapa. Kalo kondisi biasa sih, dia nggak papa, kalo kepaksanya harus gelut ya ayok. Nah yang diajak gelut lagi penuh perban begitu, dia ya mending mundur lah! Dia nggak sesinting itu kok, walaupun dia ini salah satu spesies meriam sundut.

"Bocil dia bilang! Galak, katanya makanya gue jomblo! Hah! Nggak ngaca! Sendirinya umur udah tiga puluh tahun juga masih aja jomblo, ngatain gue. Apa - apaan juga dia ngatain gue bocah! Awas aja Bang Suga! Eh, keceplosan, Bang Yoongi! Bakal gue buktiin ke lo kalo gue bukan anak kecil lagi!!"

Dia mengomel sendiri di kursi taman. 

Dia lebih suka memanggil sahabat Abangnya itu dengan nama aslinya daripada nama panggungnya. Saat pertama kali tahu Bang Yoongi akan debut dan memutuskan untuk memakai nama Suga, dia kaget banget!

Nama itu adalah nama pemberiannya khusus untuk Bang Yoongi. Ya memang sih, sama Bang Yoongi sudah dimodifikasi agar lebih keren dan lebih enak didengar. Tapi dia nggak suka karena banyak orang manggil Abang Gulanya dengan panggilan yang sama; Suga.

"Lah, ngapain gue mikirin nama dia segala coba! Kan bodo amat dia mau pake nama apa! Kaya yang gue sering manggil nama dia aja!" Sungutnya kesal sendiri.

Dia masih duduk di sana lama. Lihatin anak - anak yang pakai seragam rumah sakit saling berlarian dan berkejaran di taman tak jauh dari tempatnya duduk.

Ada yang kepalanya gundul, ada yang tangannya di gips, ada yang kemana-mana harus bawa selang dan tabung oksigennya, macam - macam bentuknya. Tapi walaupun keadaan mereka berbeda-beda, tapi ekspresi mereka semua sama, bahagia. Tak peduli seberapa besar rasa sakit yang mereka rasakan di kamar rawat masing - masing, di  tanah lapang dengan rumput tebal dan hijau ini, kodrat mereka semua sama, kembali menjadi seperti anak-anak lainnya. Bermain dan bergembira.

Dan sekarang Yewon jadi beneran paham bahwa bahagia itu soal rasa, bukan soal karena kita memiliki sesuatu. Kita juga bisa kok, bahagia walaupun dalam kekurangan dan keterbatasan.

Seseorang pernah bilang itu padanya. Seseorang yang dulu dia panggil sebagai sahabat.

"Nggak di kampus nggak di rumah sakit, ketemunya lo lagi - lo lagi. Bosen gue, sumpah! Kenapa nggak ngilang aja sih lo dari kehidupan gue?"

***

"Sama sih, gue juga bosen lihat lo. Tapi gue sadar, manusia di dunia ini tuh hidup berdampingan dengan setan dan sebangsanya jadi gue maklum aja." Yewon yang awalnya kaget dengan cepat mengendalikan ekspresinya dan membalas santai.

"Maksud lo apa ngomong kaya gitu?!" Yang nggak santai malah cewek yang datang dan mengusiknya ini.

"Gue nggak maksud apa-apa loh, Wen. Serius. Tapi kalo lo jadi offered gara-gara kalimat gue barusan yang secara langsung nyinggung kaum lo... Ya maap."

Dia masih duduk santai di kursi taman yang sedari tadi jadi saksi bisu perubahan emosinya yang naik dan turun nggak karuan. Rambutnya yang tercepol longgar di tengah kepalanya menyisakan beberapa helaian nakal yang kini asyik bermain-main dengan angin.

"Eh! Kurang ajar lo! Dari tadi lo nyolot mulu, ya! Muka lo aja sok alim! Mulut lo kaya TPA! Busuk!!"

Lah?? Kok jadi dia yang nyolot? Yang datang-datang bilang bosen lihat dia dan minta dia pergi tadi siapa deh?

Yewon mau nggak mau jadi agak emosi juga. Dia anaknya pendiam. Tapi kalau diusik... Ya tolong lah, ayam kalo diliatin doang dia nggak akan matok, kok. Kalo lo dipatok ayam, berarti lo gangguin dia. Atau simply, ayamnya ngira lo adalah unsur berbahaya bagi kelangsungan hidup dia dan harus dimusnahkan.

Itu namanya insting. Insting buat bertahan hidup. Dulu, Yewon udah pernah diem aja. Diapa - apain dieeem aja. Tapi sekarang, no thank you! Dia bakal lawan siapa aja yang bikin gara - gara sama dia. Sekecil apapun!

Bukan karena dia sok dan pendendam. Tapi dia nggak mau kasih kesempatan buat mereka yang mau nyakitin dia.

"Yang lo bilang nyolot itu siapa? Lo tadi ke sini ngaca dulu nggak, sih?" Dia bertanya kalem. Bertumpu pada salah satu kakinya dan melipat kedua lengannya di depan dada.

"Di sini cuma ada lo sama gue. Masa gue bilang kalo gue yang nyolot! Mikirlah, gila!"

"Loh, kalo aja lo emang lagi bermonolog sama diri lo sendiri. Lagian ya, itu itu itu ituuuu yang di sana juga." Yewon menunjuk orang-orang yang ada di sekitar mereka. "Lo anggep mereka apaan, sekate-kate bilang di sini cuma ada lo sama gue. Ogah banget gue ada di satu kalimat sama lo."

"Heh! Jangan ngalihin pembicaraan! Dasar cewek jelek murahan!"

Mata Yewon berkilat marah. "Apa lo bilang?"

"Apa? Mau marah? Marah aja sini. Berani apa emang lo sama gue?!"

"You ask me." Geramnya dalam nada pelan.

Tangannya sudah bersiap akan mencakar wajah cantik tapi nyebelin cewek di depannya yang punya nama lengkap Son Wendy ini.

Dia baru mau maju saat sebuah suara menghentikannya. Membuat tubuhnya jadi kaku seketika.

"Yewon? Ternyata bener lo. Eh ada lo juga, Wen."

Suara itu.... Nggak mungkin... Jangan bilang...

Yewon menolehkan lehernya perlahan-lahan, sambil komat-kamit dalam hati berharap tebakannya salah. Tapi saat dia sudah bisa melihat secara sempurna si pemilik suara itu, dia langsung mengumpat dalam hati. Du depannya, dia bisa mendengar Wendy menggeram marah. Mungkin dia marah karena yang disapa pertama kali adalah Yewon? Bukannya dia yang notabene adalah mantan ceweknya?

"E..eh.. Ungjae. Kok lo ada di sini sih." Dia meringis, mencoba berbasa-basi dan mengabaikan lirikan maut Wendy yang siap memutilasinya.

"Gue ke sini abis nengokin temen. Kalian sendiri ngapain? Gue nggak tau kalau kalian akrab."

Bheuh! Akrab? Sama setan betina ini? Yang bener aja!!  Yewon langsung memukul kepalanya tiga kali di dalam hati. Biar nggak diaminin setan. Kata Nenek disuruh begitu.

Di sebelahnya dia juga mendengar Wendy bikin suara kaya orang muntah tapi pelan. The feeling is mutual, btw, Wen.

"Kebetulan aja kok ketemu tadi."

Dalam mimpi sekalipun, dia nggak pernah nyangka kalau dia bakal setuju apalagi nganggukin perkataan Wendy. But look at her now, ngangguk dong, mengiyakan kalimat Wendy.

"Wah... Kebetulan banget. Eh, gue mau ngopi di kantin ikut, yuk!"

Mampus!

Tuhan, tolongin Yewon....

"Yewon?!"

"Yewon?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pada salfok g sih itu matanya si abang kemana 🙈🙈🙈🙈


PS.
Sebenernya engga mau update dulu, update ya dua harian lagi gitu 🙈 tapi bab udah jadi, kebetulan besok libur kan, 17 an, jadi, gantinya tirakatan yang g ada tahun ini, karena masih corontil, enjoy yaas

A Star On A BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang