Aida telah selesai mandi dan shalat magrib, ketika Bunda Rasuna masuk ke dalam kamar.
“Ini pakai dulu baju tidur Amanda, besok kita beli baju tidur untukmu ke pasar Payakumbuh.” Bundo Rasuna meletakkan beberapa helai baju tidur di atas tempat tidur.
“Ya, Bundo, terima kasih.”
“Duduklah di sini.” Bundo menepuk kasur di sampingnya. Aida yang masih duduk di atas sajadah bangkit dan berjalan menuju tempat tidur. Masih memakai mukena, ia duduk di samping Bundo Rasuna yang sekarang telah menjadi ibu mertuanya.
“Bundo minta maaf telah melakukan hal ini kepada kamu. Menikahkanmu dengan Rais tanpa meminta persetujuan dari kamu terlebih dahulu. Bundo benar-bennar kalut kemarin. Tidak tahu lagi harus bagaimana. Apa yang telah dilakukan oleh Sahira benar-benar menyakitkan untuk Bundo. Dan tentu saja begitu juga dengan Rais.” Bundo Rasuna menyentuh tangan Aida dengan lembut.
Aida termangu. Teringat kembali apa yang telah terjadi. Ia memang tidak diberi kesempatan untuk memberikan pendapat. Bahkan ia tidak ditanya apakah bersedia menikah dengan Rais. ‘Apakah nasib orang rendahan memang seperti itu? Kata hatinya bukan hal yang penting untuk didengar?’
“Mungkin saat ini kamu dan Rais masih sulit menerima semua ini. Tetapi, Bundo yakin dengan berjalannya waktu, pelan-pelan kalian akan bisa saling menerima satu sama lain. Terkadang Allah memang punya cara sendiri untuk menetapkan takdirnya.”
Aida masih diam tidak bersuara. Kalau dirinya mungkin masih bisa belajar menerima kehadiran Rais sebagai suami. Tetapi, laki-laki itu? Aida merasa tidak yakin.
“Nanti Bundo akan bicara juga dengan Rais agar memperlakukan kamu dengan baik. Dan kamu Bundo harap juga bisa bersikap baik dan manis kepada Rais. Walau bagaimanapun, Rais telah menjadi suami kamu saat ini.”
Aida memejamkan mata dan mencoba meresapi semua kata yang diucapkan oleh Bundo Rasuna. Ya, barangkali ia harus mencoba menerima takdirnya dengan iklas.
“Ya, Bundo. InsyaAllah aku akan melaksanakan apa yang Bundo katakan.” Akhirnya Aida berucap dengan lirih.
“Terima kasih. Mulai hari ini, anggaplah Bundo sebagai orang tuamu. Tidak perlu sungkan-sungkan kepada Bundo. Jika ada sesuatu, katakan saja terus terang.” Bundo Rasuna memeluk pundak Aida dengan lembut. Ada yang menghangat di dada Aida. Selama ini Bundo Rasuna memang tidak pernah kasar dan jahat kepada Aida dan keluarganya. Namun, tentu saja tidak sebaik seperti saat ini.
“InsyaAllah, Bundo.” Aida mengangguk.
“Rais tadi minta izin pada Bundo untuk ke pasar Payakumbuh. Dia ada janji dengan temannya. Kita makan malam aja duluan, setelah itu kamu bisa beristirahat.” Bundo Rasuna bangkit.
“Aku masih kenyang Bundo. Aku mau nunggu isya aja di sini, setelah itu baru tidur.”
“Tidak makan malam?” Bundo menatap Aida dengan heran.
“Tidak, Bundo. Tadi makan siangnya sudah pukul 15.00.”
“Baiklah. Bundo keluar dulu. Kamu istirahatlah.”
“Ya, Bundo.” Aida mengangguk. Bundo Rasuna keluar dari kamar. Aida menarik napas dalam. Ia teringat dengan amak dan apaknya. Biasanya setelah shalat magrib seperti ini mereka akan mengaji bersama-sama. Setelah itu baru makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Cinta
RomanceAida harus menggantikan posisi Sahira, yang kabur di hari pernikahannya dengan Rais. Meskipun Aida dan keluarganya bekerja pada keluarga besar Rais, tetapi Aida tidak pernah mengharapkan dan memimpikan pernikahan tersebut, karena sudah ada satu nama...