Bab 10. Ragu (End)

21 12 10
                                    

Syila menatap pantulan dirinya di cermin. Akhir-akhir ini ia sering memandang wajahnya lekat-lekat. Segala tanya selalu muncul di bayangan cermin, tapi ia selalu gagal untuk menjawabnya. Syila tersenyum manis pada bayangan dirinya. Ia lalu membayangkan Arkan yang selalu tersenyum padanya.

Syila bertanya apakah selama ini senyumnya berasal dari Arkan atau dari dirinya sendiri? Syila terus dihantui rasa takut menjelang hari pertunangannya dengan Arkan. Masing-masing di antara mereka pun semakin sibuk dengan pekerjaannya, terutama Syila yang sedang menyiapkan skripsinya.

Beberapa hari terakhir, Syila jadi jarang bertemu dengan Arkan. Awalnya ia merasa sedikit kesal karena waktu benar-benar membuat mereka tak bisa saling temu. Namun, lama-lama Syila merasa biasa saja jika tak bertemu dengan Arkan. Bahkan saat dirinya memiliki waktu luang untuk bertemu Arkan, Syila manfaatkan waktu tersebut untuk beristirahat.

Rania bahkan sempat heran karena keduanya jadi jarang bertemu padahal waktu bertunangan semakin dekat. Seperti waktu itu Rania bertanya padanya. “Lo tuh yah sering-sering ketemu Arkan udah mau tunangan juga.”

“Ya, gimana lagi, orang Arkannya masih sibuk, gue juga sibuk ngurus skripsi sama kerjaan yang gak mau berhenti masuk.”

Saat itu, Rania hanya menggeleng. Ia tak bisa berkomentar apa pun untuk hubungan sahabatnya itu. Rania juga sempat membuat keduanya bertemu dengan merencanakan double date, tapi berujung gagal.

Syila semakin hari semakin asik dengan kesibukannya dan pekerjaannya hingga ia jarang bertukar kabar dengan Arkan. Awalnya ia sama sekali tak mempermasalahkan itu, hinggi kini ia menjadi sering melamun.

“Syila, lo belum tidur?” tanya Rania yang masuk ke dalam kamar Syila.

Syila yang sedari tadi melamun pun sedikit terkejut. “Iya, belum.”

“Lo mikirin apa, sih?”

Rania tentu tahu gerak-gerik sahabatnya itu. Ia menjadi teramat curiga ketika Syila sering melamun. Rania juga sedikit khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.

“Enggak kok, Ran.”

“Gue paham elo, Syil. Lo pasti ada yang lagi di pikirin, kan? Dari kemarin gue diem aja karena gue pikir lo pasti bakal balik normal lagi.”

Syila diam termenung mendengar penuturan sahabatnya itu. Rania pun kembali mengangkat suara. “Skripsi lo aman, kan? Setau gue lo jarang ada masalah sama kuliah.”

Syila menghembuskan napas sedikit berat. “Iya, aman kok. Udah selesai juga.”

Rania gagal fokus pada skripsi Syila yang telah selesai. Ia melupakan kekhawatirannya tadi pada Syila sendiri. “Hah, sumpah? Cepet banget... bantuin punya gue dong, Syil,” ungkapnya antusias.

“Dih, males! Gue banyak kerjaan, lo minta bantuin Iyan aja sana.”

Rania kemudian tampak sedikit cemberut. “Hmm, Iyan juga sibuk sama kuliahnya, dia mana sempet bantuin gue.”

“Ya, kan sama-sama kuliah. Jangan bergantung ke orang lain makanya, andalin diri sendiri.”

“Iya, iya, eh Syil ayok makan ke luar. Gue bosan banget nih berkutat sama laptop dan revisi-revisi.”

“Hmm, kebetulan gue juga laper, sih. Yaudah, ayo.”

Keduanya pun pergi ke luar untuk makan. Ketika sampai di sebuah restoran, mereka tak sengaja bertemu Arkan dengan seorang perempuan yang sepertinya sedang makan bersama.

“Syila, itu Arkan kan?” Rania yang pertama melihat dari meja seberang mencoba mengadu pada Syila. “Dia ngapain malam-malam gini makan berdua sama cewek?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maaf, Aku Belum Mencintaimu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang