Bab 3. Dua Senyum Tulus

41 31 10
                                    

Entah mengapa Syila menyetujui ide Rania untuk berlibur bersama Arkan dan yang lainnya. Semenjak hari itu mungkin Syila akan sering bertemu dengan mereka terutama Arkan. Apakah kali ini perjodohan, ah tidak, pertemanannya dengan Arkan akan berjalan lancar?

Syila sendiri masih tidak tahu. Bisa saja di tengah jalan ia justru merasa nyaman dengan Rangga. Mereka berdua sama-sama bisa membuatnya merasa nyaman bahkan tertawa.

Syila menyiapkan beberapa peralatan sederhananya untuk vlogging. Ia mengatur lensa dan kameranya. Ia mulai merekam beberapa kegiatannya mulai dari apartemennya. Seperti yang sudah-sudah kegiatan sehari-harinya akan direkam mulai dari memasak.

Itu bukan sejenis vlog yang banyak berbicara, tapi lebih banyak menunjukkan aktifitas atau kegiatan. Syila merekam gambar dengan baik. Gambar yang ia rasa harus memiliki nyawa dan mampu mengutarakan perasaannya.

Karena dalam setiap vlognya jarang memunculkan wajahnya, maka ia lebih sering mengekspresikan perasaannya lewat tulisan pada video yang direkamnya. Baginya semua yang direkamnya juga beberapa kegiatannya mampu menjadikannya ketenangan.

Rekaman videonya bukan hanya sekadar gambar yang menunjukkan aktifitas kepada banyak orang. Tetapi, itu adalah titik balik baginya saat merasa lelah dengan dunianya. Tempat ia beritirahat dan meluruhkan segala bebannya.

Hobinya itu adalah self healing untuknya.

Rania belum memberitahu ke mana mereka akan pergi. Sepertinya Rania memang suka merahasiakan banyak hal. Katanya biar jadi kejutan, padahal diutarakan tujuannya apa susahnya, sih?

Meskipun begitu, Syila tetap saja menurut. Ia bersiap dan mengikuti Rania. Bertemu dengan Iyan, Rangga, dan Arkan. Saat Syila mencoba bertanya pada Iyan jawabannya pun sama seperti pacarnya, sangat mengesalkan. Akhirnya Syila hanya diam dan menurut.

Beberapa jam perjalanan akhirnya mereka sampai pada suatu tempat yang tak asing bagi Syila. Mereka menurunkan barang-barang yang dibawanya. Lebih tepatnya barang-barang Arkan dan Rania yang banyak. Entah apa yang mereka bawa, Syila tidak tahu.

“Di puncak?” tanya Syila pada siapa pun yang mau menjawabnya.

Berharap Rania yang menjawab dan menjelaskan, tapi sayang orang yang ia harapkan sudah kabur entah ke mana. Hanya Arkan satu-satunya yang masih tersisa di sampingnya.

Arkan tersenyum dan menjawab pertanyaan Syila yang ia kira butuh jawaban pasti dan segera. “Iya di puncak.”

Senyum itu, entah mengapa Syila hampir merinding melihatnya. Entah karena terlalu manis atau tidak menyangka bahwa suasana yang dihadapinya akan segaring itu.

Suasana yang selalu ia hindari setiap bersama laki-laki. Suasana keheningan yang menyatukan dua insan yang tidak bisa ditebak pikiran dari masing-masing orang itu.

Jantung Syila berdegup tak normal. Bukan. Bukan karena jatuh dalam pesona Arkan, melainkan bingung dengan suasana yang dihadapinya.

Jika boleh jujur ia payah dalam berkomunikasi dengan lelaki. Terutama jika ditinggal hanya berdua. Keheningan yang meliputi kedua makhluk itu yang selalu ia hindari. Mungkin karena hal itu, ia selalu gagal dalam masa pendekatan dengan lelaki mana pun.

“Yok, masuk, Iyan sama Rania paling lagi jalan-jalan nyari udara segar sekalian pacaran kalau Rangga ya biasalah.” Kalimat itu tidak bisa dimengerti Syila. Bukan kalimat Iyan dan Rania, tetapi tentang Rangga. Mana ia tahu kebiasaan Rangga, tapi ia tak mau berepot diri menanyakan pada Arkan.

Syila hanya mengangguk dan mengikuti arah gerak Arkan. Setidaknya bergerak membuatnya melakukan aktifitas dibanding hanya diam. Ia merapalkan banyak doa agar nantinya tidak bertemu dengan suasana awkward.

Maaf, Aku Belum Mencintaimu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang