3. Penyerangan

109 51 15
                                    






Malam sabtu yang cerah bulan dan bintang menampakkan diri dengan sempurna. Di hari menjelang libur sabtu dan minggu rumah Dinda memang selalu ramai oleh anak-anak, siapa lagi kalau bukan Rey dan teman-temannya. Di taman depan yang luas memang cocok untuk acara-acara kecil dan panggang memanggang seperti malam akhir tahun atau hari-hari tertentu. Ada Ardit yang sibuk menata lauk pauk dan sayur mayur di atas meja. Ada Ken yang sibuk ke sana kemari menata meja dan kursi dan ada Nirmala serta Rey yang sedang membuat api untuk memanggang daging.

Dan satu lagi ada Dinda yang sedikit membantu, memotong daging menjadi bagian-bagian kecil lalu memasukkan ke wadah dan memberinya penyedap rasa.

Sekeras apapun penolakkan, Viola tidak peduli dan di sini dia sekarang, berdiri di depan pintu memperhatikan semua orang yang begitu bahagia, sementara dirinya masih dengan luka dan penolakan yang sungguh kejam dan dingin. Viola tersenyum masam terutama ketika melihat kedekatan Nirmala dengan Rey.

"Eh, ada tamu ya?" suara Dinda ketika menyadari ada perempuan cantik berdiri di depan pintu rumah.

Viola tersenyum pada Dinda.

Semuanya hampir tidak percaya dengan aksinya entah mendekati Rey atau mendekati Nirmala sebagai atasannya. Itulah yang ada di pikiran Ardit dan Kenzo, mereka saling beradu tatapan.

Sementara Rey diam memperhatikan.

"Hallo, tante." Suaranya malu-malu seraya melangkah masuk setelah mendapat ijin dari Dinda.

"Siapa?" bisik Dinda pada Ardit dan Kenzo yang memang dekat dengan Dinda.

"Viola. Viola" jawab Ardit dengan berbisik.

"Ah, Viola. Sini."

''Aku teman Nirmala tante, kita satu kantor. Aku baru baca pesan dari Nirmala. Jadi aku baru ke sini."

Di tempatnya Nirnala mengernyit bingung.

"Ah! Iya." Dinda seperti bingung sendiri karena tidak ada komunikasi apapun mengenai perempuan yang ada di depannya sekarang. Dinda menatap ke arah Nirmala yang hanya tersenyum saja tanpa kata.

"Kamu naik apa ke sini?"

"Naik taksi, tante." Jawab Viola dengan senyuman. Sementara Dinda hanya mengangguk lalu sibuk dengan dagingnya di wadah.

Viola meneliti keadaan dan semua tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing.

"Naik taksi?" Dinda seperti tidak percaya malam-malam ada yang berkunjung dengan taksi.

"Nanti kalau pulang kamu bisa minta antar Rey atau yang lainnya ya, jangan naik taksi." Suara Dinda seraya tersenyum dan bersahabat. Itulah hebatnya seorang Ibu.

"Makasih tante" Viola terseyum senang. Tidak peracya Dinda seramah itu.

"Ternyata kamu lagi sibuk memanggang daging. Pantas aku telpon ngga di angkat." Suara Viola, dia mendekati Nirmala.

Nirmala tersenyum, menatap wajah Viola. "Apa yang kamu lakukan?"

"Aku sedang berusaha." Jawab Viola, berbisik.

"Untuk?"

"Menjadi bagian dari kalian."

Nirmala tertawa sambil memegang pencapit daging yang dia gunakan untuk mencapit dan membolak-balikkan daging yang sedang di panggang.

"Kamu pikir, kita ini semacam klan atau apa?!"

"Tertawalah sebelum alam semesta, mengubahnya menjadi kesedihan."

NOWHERE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang