8. Pekerjaan dan Rumah

63 43 1
                                    





"Ngga apa-apa kan, aku turunin di sini." Suaranya terdengar sementara yang di ajak bicara hanya mengangguk.

"Kamu ngga apa-apa, Nir?" tanya Emily di kursi setirnya.

Nirmala tertawa. "Ayolah. Ngga apa-apa apanya? Aku turun dulu ya. Makasih loh, tumpangannya." Seru Nirmala seraya turun dari mobil.

"Nanti aku jemput. Telpon aja ya." Teriak Emily

"Sip!"

Emily tersenyum, ah dia merasa tidak enak hati karena mengantarkannya di perusahaan lain sementara dirinya masih bekerja di perusahaan yang dulu Nirmala juga ada di sana. Bahkan jabatan yang Nirmala punya di kantor lama lebih tinggi di perusahaan yang sekarang.

Hari ini cuaca sedang tidak bersahabat, langit terlihat muram enggan menampilkan penghiasnya. Nirmala menatap ke arah jendela yang makin lama makin terlihat jelas rintikan hujan hanya memandangnya sebentar dan kembali sibuk dengan laptopnya, jemarinya selalu menari indah di atas keybord dengan begitu cepat.

Segelas kopi yang tidak terlalu manis menemaninya mengerjakan tugas yang harus dia selesaikan. Bingkisan-bingkisan semakin berdatangan memenuhi meja kerjanya, setiap kali hujan dan mendekati jam makan siang segala macam makanan di kirimkan untuknya, nasi goreng, coklat, makanan ringan, bunga dan boneka. Sungguh, Nirmala tidak memesan itu semua tentu saja. Tidak meminta tetapi masih saja makanan selalu berdatangan sudah di larang bukannya berhenti justru semakin banyak bagi mereka larangan adalah perintah, pelakunya pasti Rey dan Ken. Dan Nirmala sudah biasa menerima itu walau pelakunya sambil cengengesan di tempatnya sekarang.

"Nirmala, arsip yang kemarin saya minta, mana?" suara seorang laki-laki berumur 30 an itu menatap Nirmala dengan penuh harap mendekati mejanya. Umurnya tidak bertaut jauh dengan Nirmala namun untuk di kantor Nirmala harus memanggilnya dengan Formal karena dia adalah managernya.

"Eh... sebentar Pak, saya cari dulu ya?" Nirmala beranjak ke ruang Arsip yang secara khusus di pakai untuk menyimpan arsip dalam bentuk kertas. Setelah menelusuri beberapa rak Nirmala menemukan apa yang di cari lalu kembali menghadap Reno. Percayalah Nirmala hanya bersikap profesional dalam bekerja tanpa melibatkan perasaan pribadinya. Nirmala menahan semuanya di bahu serta dadanya.

"Ini, Pak" suaranya tanpa melihat ekspersi Reno. Nirmala seperti enggan menatapnya. Marah barangkali begitulah bentuknya, Nirmala hanya tidak bisa mengungkapkannya secara gamblang marah kepada seseorang yang dia anggap sepesial.

"Kenapa belum di alihmediakan?" alis Reno terangkat dia sedikit menekan map itu ke udara dan menunjukkannya tepat di wajah Nirmala.

"Ah! Bukannya harus menunggu persetujuan Bapak ya?"

"Saat saya minta arsip itu, seharusnya sudah kamu alihmediakan terlebih dulu baru kamu kasih ke saya. Gimana sih, ngga peka, ya?!" suara Reno meninggi.

"Ah, iya Pak" Nirmala kikuk karena merasa bahwa alihmedia seharusnya ada pemeritahuan sebelumnya dan dia tidak bisa melakukannya secara sembarangan jika belum mendapat ijin dari atasan.

"Baik, Pak. Akan saya alihmediakan sekarang juga." Jawab Nirmala

"Nanti antar ke ruangan saya." Suara Reno dengan lantang dan keras meninggalkan meja Nirmala dengan langkah yang cepat.

Dalam hitungan menit Nirmala sudah mengalihmediakan berkas yang diminta Reno. Ia berderap berjalan menuju ruanganya.

"Masuk" suaranya bahkan sebelum Nirmala mengetuk pintu, sudah jelas karena ada cctv di ruangnya.

"Sudah saya alihmediakan, Pak." Nirmala mendekati meja Reno menyodorkan beberapa berkas ke arahnya.

"Terimakasih ya." Ungkapnya seraya sibuk dengan beberapa berkas di mejanya dan sesekali menatap layar laptopnya.

NOWHERE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang