7. Nirmala Pemenangnya.

68 55 5
                                        

Selamat membaca
Vote and coment nya ygy.


∆∆∆



Sinting!

Itulah kata yang setiap kali Nirmala lontarkan pada Rey saat malam kemarin dan pagi-paginya Nirmala masih enggan beranjak dari kasurnya, sejak membuka mata ia terus menghentak-hentakan kakinya ke udara seperti seekor kura-kura yang terlentang sambil menggoyangkan kakinya karena terjebak. Tertawa. Mengerang lalu berteriak tidak jelas.

"Sudah aku katakan, jangan mengatakannya bodoh!" itu juga kalimat yang Nirmala lontarkan pada Rey setiap kali Rey mencoba berbicara.

Nah! Sekarang Nirmala menjadi sangat enggan untuk keluar kamar. Kejadian semalam itu akan menjadi sedikit tidak biasa dan Nirmala malas sekali harus melewati hari tidak biasa dan bertemu dengan Rey pagi ini, itu sedikit ambigu dan Nirmala tidak biasa menerima hal-hal yang lebih manis dari Rey yang memang baru ia sadari saat ini. Saat Nirmala bertanya siapa perempuan yang paling Rey sukai dan mengapa menyembunyikannya dari semua orang, justru jawaban Rey sangat luar biasa menembus jantung Nirmala sampai ke dalam-dalam.

Selama ini Nirmala hanya menganggap ucapan Rey itu semacam guyonan dan Nirmala tidak pernah menganggap ucapan Rey itu sangat serius sekali apalagi sampai memasukannya ke dalam perasaannya. Tidak. Tidak sama sekali, malah. Tetapi, ucapannya dan tindakannya yang semalam mampu membuat Nirmala mau tidak mau harus memikirkannya lagi dan harus menganggap ucapan Rey serius.

"Kau ingin tahu siapa perempuan yang paling aku sukai selama ini dan membuat aku menahan diri juga selama ini."

"Setelah kau mengetahuianya akan aku pastikan, aku tidak akan pernah melepaskannya lagi, Nirmala."

"Seharusnya dari kalimat terakhirnya, aku sudah bisa menyimpulkannya." Lagi lagi Nirmala menyesalinya karena sudah banyak bertanya, entah mengapa jika berhadapan dengan Rey ia menjadi kehilangan kepekaannya. Nirmala menjadi tidak peka dan bodoh saja, padahal maksud Rey selalu lain dan memiliki perasaan yang mendalam. Nirmala menghela nafasnya. Pengakuan Rey membuat Nirmala seolah melayang terbang entah ke mana. Jantungnya berdebar luar biasa dan ia menjadi diam seribu bahasa saat itu juga.

"Perempuan yang paling aku sukai itu, kau! Kau Nirmala. Bahkan saat kau masih berpacaran dengan Daniel, aku sudah menyukaimu. Aku sudah menyukaimu lebih dulu daripada Daniel tetapi aku selalu menahan diri..."

Nirmala mengangkat tubuhnya menjadi duduk bersila di atas ranjangnya, ia melirik jam beker di atas nakas. Pukul 9 pagi. Seharusnya memang Rey sudah berangkat ke kantor atau ke kampus, kan? Nirmala ingin beranjak tetapi lagi-lagi ia kembali merebahkan tubuhnya dan sekali lagi mengerang sambil sesekali menghentakan kedua kakinya ke udara. Ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi saat Rey mendaratkan bibirnya di kening Nirmala, secara tiba-tiba. Astaga. Laki-laki itu memang selalu pandai membuat Nirmala kehilang kata-kata. Mati kutu. Dan selalu gampang naik darah tetapi tidak mampu melakukan apapun.

"Sebuah gedung itu punya ciri khasnya masing-masing, ya?" suara Nirmala seraya menerima sebotol kopi instan dari seorang perempuan cantik berseragam dokter. Nirmala memutuskan untuk berkunjung saja ke tempat Emily bekerja setelah bergelut dengan dirinya sendiri.

"Apa?" jawabnya seraya mengikuti gaya Nirmala, bertengger di tembok.

"Rumah sakit__"

"Kenapa dengan rumah sakit?!" Emily menyeruput minumannya mengedarkan pandangannya ke lorong yang kosong melompong dan melongok ke lantai bawah yang hanya beberapa staf dan dokter yang berlalu lalang.

"Aromanya bercambur dengan aroma obat-obatan, yang sangat menyengat" ujar Nirmala kemudian menyeruput minumannya.

"Kau benci aromanya?"

Dear Nirmala (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang