2. Peraturan Baru?

150 61 21
                                        

Selamat membaca
Vote and coment nya ygy.

∆∆∆

Jalanan kota mulai di padati oleh orang-orang yang pulang kerja, orang-orang yang mendekam seharian di rumah dan entah ada angin apa tiba-tiba memutuskan keluar rumah. Atau orang-orang yang sibuk ke sana kemari sambil menenteng belanjaan, menggandeng anak kecil di trotoar sambil mulutnya komat-kamit, pasti anaknya minta ini dan itu. Orang-orang dengan ponselnya di tangan. Serta abang-abang kaki lima mulai melebarkan tenda biru siap bertempur dengan alat masaknya di bawah lampu jalanan yang remang-remang. Wangi dari masakan itu semakin menyeruak masuk ke hidung, membuat cacing-cacing di perut meronta-ronta.

Nirmala menghela nafas panjang hidupnya tidak pernah mudah atau mungkin dirinya saja yang terlalu baper menghadapi persoalan hidup. Kejadian di tempat kerjanya hari ini cukup menguras emosi dan tenaganya. Nirmala mendapatkan teguran keras hanya karena salah mengiris daun bawang, yang seharusnya di iris menyerong, Nirmala justru mengirisnya dengan membentuk bulat-bulat kecil. Astaga. Membayangkan Bu Rara yang marah, Nirmala merasa ngeri dan ingin menangis lagi, sekarang. Di tambah kecelakan kecil atas kecerobahannya, kaki kanannya menjadi terluka.

"Aku memang bodoh! Seharusnya aku bertanya terlebih dahulu, kan? Tapi, aku sudah bertanya pada Ranti katanya cara memotongnya itu kotak-kotak..." Nirmala mendumel sendirian. Berada di seberang jalan duduk di halte menunggu bus, sejenak memejamkan mata dihirupnya sekali lagi aroma sedap dari masakan abang-abang di pinggir jalanan sana membuat perutnya semakin keroncongan.

Tepat pukul Tujuh malam Nirmala sudah berada di rumah mencuci tangan sebelum makan dan bergabung dengan yang lainnya di meja makan, mandi urusan belakangan baginya. Sejak Nirmala duduk di kursinya dengan perut yang lapar menatap makanan yang sungguh menggoda itu, ia melupakan satu hal dan mengabaikan banyak hal. Pertama ia lupa bahwa ada Rey di sana yang sedang menatapnya intens, bukan lupa hanya saja belum menyadarinya.

Dimata Rey sekarang, Nirmala adalah seekor lalat yang berterbangan ke sana kemari, mengganggu dan siap untuk di pukul dengan pemukul lalat atau dengan sapu lidi yang lebih mantap!

Emily maupun yang lainnya sudah memperingatkan dengan sebuah lirikkan, sentuhan, berdehem kecil sampai tenggorakan mereka kering namun Nirmala tidak sadar akan kode-kodean. Ia masih terhanyut dengan banyaknya makanan di meja seolah otaknya hanya di penuhi satu porsi cumi saos tiram yang tergeletak tidak berdaya menunggu untuk segera dilahap dan satu piring paha ayam krispi sangat menggugah selera.

Hap! Satu potong makanan telah masuk ke mulut Nirmala. Sementara yang lain masih terpaku diam melihat aksinya.

"Sial! Gara-gara foto itu semua orang jadi ikutan merasakan hukuman?" Ken menggerutu pelan hampir tidak terdengar ia melirik Emily si pelakunya. Astaga.

''Ada apa sih!'' kini Nirmala mencoba menangkap ke anehan yang terjadi sambil mengunyah makanannya. Mereka semua diam, dan tidak seperti biasanya.

''Aku merasa, seperti sedang di adili sekarang.'' Nirmala mencoba bergurau dengan keadaan yang sunyi, dia tersenyum tipis mengangkat kedua alisnya melihat teman-temannya menatapnya dengan wajah datar.

Ardit, laki-laki itu gemas sekali melihat Nirmala yang tidak tahu diri dengan kepolosannya. Sungguh! Sudah berumur 28 tahun sifat Nirmala tidak berubah setidaknya ia membuang sifat yang satu itu kan? 

''Kita sudah menunggu 15 menit, di sini!'' Baru lah Rey bersuara, sebagai seorang punya kuasa di rumah.

''Syukurlah baru 15 menit, bukan 15 tahun?!' Jawab Nirmala dingin. Emily menarik-narik lengan baju Nirmala, agar tetap diam saja dulu. Namun Nirmala masih tidak peduli.

Dear Nirmala (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang