Narcissa selalu berpikir bahwa Hermione bukanlah gadis yang mudah ditaklukan. Dalam artian dia tidak takut dan tunduk pada apapun. Membesarkan gadis itu membuat Narcissa tahu bagaimana watak gadis itu. Dia berani, keras kepala, dan berkemauan keras.
Sifatnya semakin menjadi kala dia dimasukkan ke dalam Gryffindor. Sedari dulu Narcissa memang sudah menebaknya. Jadi dia tidak terlalu terkejut meski sedikit kecewa.
Terkadang, keberaniannya menjadi boomerang bagi dirinya. Adapun kepintarannya mirip dengan kebodohan. Hati 'singa' lah yang membuat dia tetap teguh dan tidak pernah ingin tunduk.
Narcissa juga memuji loyalitasnya. Dia sangat setia. Terbukti, dia berani melawan Pangeran Kegelapan bahkan ketika dia tidak berdaya. Dia tetap setia dan teguh pada cahaya. Walaupun dia akui, itu adalah tindakan terbodoh yang pernah dia lihat.
"Ibu. Apa yang akan terjadi pada Hermione?" tanya Draco cemas.
Dengan gemetar Narcissa mengapit cangkir tehnya dengan elegan kendati hatinya resah.
"Dia akan baik-baik saja."
Draco melotot.
"Baik-baik saja?!" dia nyaris memekik. "Dia sekarat! Dan dia tidak bisa menggunakan sihir!" ujar Draco.
"Paman Rod dan Bibi Bella bahkan diam saja ketika Hermione disiksa," lanjutnya getir.
"Apa yang kau harapkan dari mereka?" sahutnya getir.
Keluarga Lestrange benar-benar hancur dan tidak ada harapan.
***
Hermione mengalami mimpi buruk. Mimpi buruk yang membuatnya bangun tengah malam seraya berteriak dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya.
Itu selalu terjadi setiap malam. Hermione terbangun, berteriak, lalu menangis, kemudian kembali tertidur dengan tubuh menggigil.
Semenjak sihirnya dikunci, dia tidak pernah keluar kamar. Dia juga tidak bicara pada siapapun yang mengajaknya berbicara. Kamarnya dia gelapkan. Jendelanya dia tutup rapat sehingga sinar matahari tidak bisa menembus kamarnya.
Demi apapun, Hermione membenci Voldemort. Pria itu benar-benar bajingan.
Jika sihirnya dikunci, bagaimana dia bisa kabur dan merencanakan pembunuhan Voldemort?
Suara pintu yang terbuka membuat Hermione bergeming. Dia memejamkan matanya. Siapapun dia, Hermione akan mengusirnya.
"Nona Lestrange."
Mata Hermione sontak terbuka. Dia mengenali suara itu. Suara dingin tanpa intonasi dan tanpa gairah. Dia membalikkan tubuhnya dan berdiri.
Severus Snape.
Getaran jijik merayapi tubuhnya. Mata Hermione melotot penuh kebencian.
"Kau berani menunjukkan wajahmu di hadapanku setelah berkhianat?" desis Hermione.
Snape tidak terpengaruh dengan kata-kata penuh kebencian Hermione. Sebaliknya, wajahnya tetap datar.
"Tolong minum ramuan ini, Nona," ujarnya sembari memberi sebotol cairan bening.
"Pergi," gertak Hermione.
"Tidak sebelum Anda meminum ini."
"Tidak. Aku tidak akan meminum itu," dia berdecih jijik.
"Saya jamin, ramuan ini tidak beracun." Snape meyakinkan.
Hermione tertawa sarkas.
"Haruskah aku percaya pada pengkhianat yang membunuh Dumbledore?"
KAMU SEDANG MEMBACA
après la vie
FanfictionKetika cinta dan benci bertabrakan. Hermione mencintainya karena itu dia harus membunuhnya. [ Tom Riddle x Hermione Granger ]