Ini Kesatu

313 80 158
                                    





Tujuh... enam... lima...

Hingar bingar di roof top yang sudah dipenuhi beberapa meja dan kursi membuat Je mau tak mau terbawa suasana. Je mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Semua kepala mendongak dengan ekspresi yang sama.

... empat... tiga...

Je ikut menatap langit. Malam tahun baru yang begitu sempurna. Langit penuh bintang berkolaborasi dengan angin hangat yang berhembus pelan. Sorak sorai semakin nyaring tatkala mendekati pergantian waktu.

.... dua... satu!!! HAPPY NEW YEAR!!!!

00.00 tepat. Letusan kembang api yang meluncur tinggi ke atas pun memecah dengan pola seperti bunga dan air mancur. Kilatannya terpantul jelas dari setiap manik bola mata yang memandang. Warna warni dengan letupan api yang memercik meriah. Suara desing petasan membahana, disusul bunyi terompet yang bersahut-sahutan dengan suara ramai celoteh manusia. Sungguh semarak. Je mengerjapkan mata. Binar cerah yang terjadi padanya semata-mata karena mengikuti suasana yang ada.

Beberapa detik yang menyenangkan itu Je nikmati semaksimal mungkin, kemudian ia menjatuhkan tatapannya pada sosok laki-laki yang berada tak jauh darinya. Nyaris duduk berhadapan, tapi cowok itu sepertinya telah sejak tadi menggeser kursinya ke samping agar tak persis berhadapan dengan Je. Ah kebetulan, yang sedang Je perhatikan pun ikut menurunkan pandangannya dari percikan api di langit sana.

Adam Kahar Daminik kemudian menoleh ke kanan dan kiri, memastikan yang lain masih sibuk dengan letupan warna warni di atas langit. Seringai tipis sempat muncul di wajahnya sebelum ia melontarkan tanya.

"Sudah mengucapkan keinginan kamu untuk tahun ini Je?"

Adam hanya bertanya sambil lalu. Cowok itu jelas-jelas hanya bermonolog tanpa benar-benar ingin mendengar jawaban dari Je. Beberapa sanak saudara dan kerabat yang tadinya duduk di meja yang sama mulai berdiri dan sibuk mencari spot foto terbaik untuk merekam pesta kembang api yang biasanya akan berlangsung dalam beberapa menit ke depan. Hal ini memperluas Adam untuk berbicara tanpa filter pada Je.

"Aku menguraikan doa," ungkap Adam tanpa diminta. Mata abu-abunya menyipit saat melihat ke arah Je. "Dan kamu ada di dalam doaku."

Je mengamatinya lekat. Tidak berminat untuk buka mulut. Dan Adam memang tak perlu ditanya macam-macam. Sebab cowok itu akan berbicara apa pun pada Je tanpa disensor—

"Doa pertama, semoga kamu tetap menghabiskan waktu di Kalimantan bersama kakakmu. Kedua, semoga hubunganku dengan Innata langgeng selamanya."

–dan tanpa perasaan.

"Amin," sahut Je.

Adam menatapnya. Je mengedik tak peduli. Bagi Je, dipaksa pulang ke rumah besar setiap akhir tahun juga bukan hal yang mudah. Bukan hal mengasyikan juga.

"Nanti kalau sudah lulus, kamu kuliah di Jogja kan? Gak ke Jakarta kan?" tanya Adam.

Je mengambil gelas loski berisi minuman dan meneguknya pelan. Je tersenyum masam. Hebat banget si Adam ini, tidak berhenti menyerangnya selagi keluarga mereka sibuk menonton pesta kembang api.

"Iya, kalau lolos UGM, aku kuliah di sana," jawab Je.

"Harus lolos!" tukas Adam. Dua alis tebalnya menukik tajam. Rahang tegas miliknya bisa saja membuat Je jatuh cinta, tapi sungguh... cinta adalah hal terakhir yang paling mungkin Je rasakan pada Adam.

"Amin." Lagi-lagi Je mengamini ucapannya.

Adam berdecak kesal. Tatap tajamnya cukup mengusik Je yang kini mengeluarkan kamera dari tas, memotret percikan api berwarna merah kuning hijau dan biru yang menari-nari liar dengan lincah. Lensa yang Je fokuskan berhasil mengabadikan letupan kembang api tersebut.

Kiss Something GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang