Ini Keempat Belas

131 44 27
                                    




"Panggil Je ke sini," saran Kak April pagi itu. "Gimana pun caranya, ajak dia ke sini."

Itu juga yang sudah Junizar lakukan sejak awal kemunculan Je di sekolah. "Dia gak bisa diseret paksa, Kak."

"Ya lu deketin lagi dong, bukannya dulu kalian deket banget?"

Junizar menggeleng pelan. Mana tahan dirinya kalau Je tidak pernah fokus pada dirinya. Seperti yang sering terjadi dulu-dulu. Banyak cara Junizar pakai sampai nekat mencium Je, melakukan hal-hal yang agak di luar batasan hanya agar Je tidak lagi-lagi kehilangan diri.

"Lu suka sama Je kan?"

Junizar mendongak. "Dulu, kak."

"Sekarang masih suka gak?"

Junizar tak yakin. "Kayaknya lebih karena rasa berterima kasih sama orang tua Je? Waktu Ayah ketangkep polisi dan dipenjara, sampai akhirnya sakit-sakit dan kita jadi yatim piatu, Mamanya Je yang rajin jengukin kita, perhatiin kita, iya kan Kak?"

April tampak berpikir. "Yah... tapi kalau bukan karena suka, mana mungkin kita mau nemenin Je dulu, iya kan? Bahkan sekarang pun begitu dapat kabar Je udah balik lagi ke sekolah, lu langsung segitunya ngawasin. Apa namanya kalau bukan suka?"

Entah. Junizar tidak paham. Dirinya suka Je. Tapi Je terlalu rumit. Gadis itu bisa menjelma siapa saja dan tingkahnya membuat Junizar nyaris gila. Bagaimana mungkin Junizar bisa menyukai seseorang yang berbeda-beda dalam setiap waktu? Bagaimana caranya membalas perasaan Je kalau gadis itu masih saja tenggelam di dasar perasaan dan tak bisa ia jangkau? Junizar hanya ingin berinteraksi dengan Je. Bukan Innata yang muncul di tepi, bukan pula si bedebah Adam yang mustinya punah sekian tahun lalu. Junizar tersentak. Adam... cowok itu masih saja bertahta di pikiran orang tanpa perlu muncul di depan mata!


•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•



Ternyata pada minggu ke sekian, Je memutuskan sendiri untuk mengunjungi rumahnya. Tanpa paksaan, sebab Je terlihat membawa bingkisan untuk Kak April. Tentu saja kedatangannya disambut hangat oleh Kak April. Sebagai kerabat dekat, Je sudah dianggap sebagai adik sendiri. Sebagai psikiater, Je adalah pasien yang paling Kak April perhatikan.

Dengan lirikan mata, Junizar tahu kalau dirinya harus membangun suasana akrab dan nyaman dengan Je. Perintah Kak April ditambah introgasi Kama, Junizar tidak punya pilihan lain selain menghadapi gadis itu.

"Gak jalan sama Adam?" Sengaja Junizar memancingnya.

"Parfum lo masih sama?"

Je sedang menghindar dan mengalihkan topik. Junizar putuskan untuk menemani Je duduk di sofa.

"Wangi lo Jun.... Gue berasa lagi tidur di sofa kulit yang empuk, di dalam pondok kayu di dalam hutan," seloroh Je.

Je selalu memulai dengan percakapan iseng seperti ini. Segala perhatian yang Je perlihatkan padanya namun tak kunjung berbalas, sebab Junizar harus tetap waspada, siapa kira-kira yang ia hadapi saat ini.

"Hormon lo lagi tinggi banget ya?" tebak Junizar. "Sangek nih pasti. Nih tempelin ke badan gue idung lo, biar makin afdol imajinasi lo itu."

BUUKK!!! Sebuah buku kamus melayang ke wajahnya. Ulah Je.

"Auuww! Sialan!" maki Junizar

Satu detik berselang, terdengar seruan protes dari dalam kamar Kak April. "Izar, jangan maki-maki!"

"Astagfirullah," ucap Junizar kemudian melempar tatapan kesal pada Je.

"Makanya mulut dijaga, Junub!" ejek Je dengan volume suara rendah.

Kiss Something GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang