Ini Kesebelas

119 50 38
                                    



Je bersiap untuk ujian try out pertama yang akan dilaksanakan selama tiga hari. Persiapan Je tidak banyak dan tidak ribet, hanya buku catatan dan kumpulan soal. Mama menyarankan agar Je mengambil les tambahan di luar sekolah, Je menolak. Ia tidak fokus kalau terlalu banyak berpindah tempat belajar.

"Je, bisa ajarin? Dari tadi aku gak bisa ketemu hasilnya," keluh Adam.

Je memutar bola mata. "Kamu salah rumus, Adam. Kamu gak betulan belajar dari buku? Ini rumus apa yang kamu pake?"

"Aku gak tau kalau soal begini pake rumus yang mana. Di buku materi contoh soalnya beda, Je."

"Astaga Adam! Masa kudu sama semua bentuk soalnya? Itu kan cuma contoh penerapannya. Tapi di ujian nanti, kadang kamu harus bolak-balikin rumusnya, pake logika, Adam," gemas Je.

"Ajarin. Ya Je?" pinta Adam dengan mata seperti anak anjing.

Je menghela napas. "Ok," jawabnya.

Singkat tapi karena Je malas menghabiskan energi untuk kebodohan Adam. Andai waktu bisa diputar, Je inginnya tidak mengenal Adam sama sekali, sebab tunangannya ini selalu membuat Je serba salah. Tidak dibantu, nanti nilainya jeblok, tidak bisa masuk UI bersama Innata, lalu akan merepotkan Je. Kalau dibantu, Je harus bersabar dengan kebodohan Adam. Adam itu tidak pintar, tapi tentunya murid baik. Berbeda dengan Junizar, begundal satu itu sudah dua hari tidak masuk sekolah. Entah kemana menghilang. Je tidak cemas, karena ia tahu, Junizar akan muncul, Junizar bisa mengejar ketinggalan pelajaran. Seperti yang sudah-sudah, Junizar selalu baik-baik saja.

•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•

"Adam, kamu jangan nelponin aku tiap malem dulu. Kita bentar lagi try out. Fokus dulu belajarnya, ok?" pinta Innata.

Siang itu Je sedang duduk di lantai rumah Innata, sambil membaca buku pelajaran yang ia letakkan di atas meja. Sementara Adam duduk tak jauh darinya, tepat di samping Innata.

"Kan belajarnya udah dari siang, malam aku ngobrol bentarlah sama kamu," kilah Adam.

Innata menggeleng. "Kita harus tidur cukup, biar paginya fresh. Otak siap nerima pelajaran. Persiapan ujian sebaiknya jauh-jauh hari. Dari sekarang biasakan tidur awal."

Adam cemberut. Je melirik mereka berdua. Lucunya, batin Je. Adam memang nyaris setiap hari mengobrol dengan pacarnya menjelang tidur. Sementara Je lebih banyak melamun di setiap malamnya. Segala percakapan terjadi di kepala Je sudah cukup ribut tanpa harus mencontoh Adam yang mengobrol banyak hal dengan Innata.

"Je, kenapa gak mau masuk UI?" tanya Innata.

Je berhenti menatap lembaran bukunya, mendongak dan tersenyum. "Bosen di sini. Mau ke Jogja. Di sana banyak pilihan juga mau kemana."

"Yaaahh tapi kan UI itu best dan seru, Je! Bareng aku sama Adam juga," rengek Innata, "ya Je? Bareng ya kuliahnya? Kamu kan pinter, yakinlah bisa. Beda fakultas doang kita. Yang penting almameter sama."

Dari ekor mata Je menangkap ekspresi Adam yang seketika membisu dengan wajah tak nyaman. Bagaimana pun, Adam adalah manusia pertama yang akan meneriaki Je kalau sampai Je memutuskan satu kampus bersama Innata. Adam-lah yang menyuruhnya jauh-jauh.

Je mulai iseng. "Gue mampu masuk kampus mana pun. Tapi gue udah memutuskan untuk gak ke UI," Je melirik Adam sekilas, "lebih tepatnya, sepakat untuk gak kuliah di situ."

Innata menatapnya polos. "Kenapa?"

Seringai Je terbit. Haruskah ia beri sedikit spoiler pada Innata yang agak polos ini, tentang siapa dirinya dan hubungannya dengan Adam?

Kiss Something GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang