4. Momen Manis & Markas HOM

111 18 0
                                    

"Anggap saja hidup itu layaknya berkendara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anggap saja hidup itu layaknya berkendara. Pilihannya cuma dua. Ambil resiko untuk nyalip dan jadi pemenang, atau tetap di belakang sebagai pecundang."

---

Jani berjalan menuju kelas atas, tempat dimana semua senior nya berada. Dia mendapat tugas untuk mengambil buku catatan dari kelas XI IPA 2. Selama perjalanan ia hanya menggerutu kecil hingga tak sadar jika ia menjadi perhatian para kakak kelas. Bahkan beberapa dari mereka ada yang terang-terangan bersiul untuk menarik perhatian Jani. Namun, Jani seolah tutup kuping dan tak menggubris. Jani berbelok ke sebuah lorong dan langsung masuk ke kelas paling ujung.

"Permisi, kak."

"Kiw. Kenapa adik cantik?" Jani menatap kikuk ke arah cowok yang duduk diatas meja.

"Itu kak, aku disuruh ambil buku catatan Biologi kelas kakak."

"Tuh, ambil diatas meja guru."

Baru saja Jani memegang tumpukan buku itu, sebuah telapak tangan menahan bukunya. Cewek itu langsung mendongak dan melihat sang empunya tangan. "Tunggu! Buku gue belom."

"Tapi udah di tungguin sama bu—"

"Lo duduk disini, tungguin gue nyalin!" Dengan tanpa rasa bersalah, cowok itu menarik lengan Jani dan mendudukkan dia di kursi depan mejanya. "Kak, ini udah ditungguin—"

"Tumben pake 'kak' biasanya lo-gue."

Jani diam, tak menanggapi. Daripada ia bolak-balik, ia terpaksa menunggu Gale menyelesaikan catatannya. Sialan memang. Ternyata kelas ini adalah kelas dimana Gale berada. Tau gini, seharusnya Jani mengajak salah satu temannya dan membiarkan temannya yang masuk kelas, karena nyatanya menolak suruhan guru, Jani tak bisa.

Gale sengaja memperlambat cara menulisnya hingga Jani buka suara. "Kak, masih lama?"

"Masih."

"Lama banget?"

"Iya. Banget."

"Dari tadi ngapain aja? Bukannya di kerjain dari tadi." Gale menaruh kasar pulpennya diatas meja seraya memberikan tatapan sinis ke arah Jani dengan dua alis yang tertaut. "Sejak kapan lo ada hak ngatur gue?"

Glek. Jani menelan ludah nya kasar. Posisi serta tatapan Gale benar-benar membuatnya takut saat ini. "Ya-yaudah, kakak lanjutin aja nulisnya."

Diam-diam Gale tersenyum seraya membatin, "Rasain lo cewek sok berani!"

Hingga tanpa sadar, bel pulang sekolah telah berdendang. Menarik sorakan ramai dari beberapa siswa yang sejak tadi sudah bosan. Jani melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul tiga sore. Kemudian ia mendengus kesal dan menatap sinis kearah Gale. Gara-gara kakak kelas di hadapan nya ini, ia bisa jadi pulang lambat. Belum lagi ia harus mengantarkan buku nya ke ruang guru.

TRIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang