5. Dandelion Milik Gale

108 17 3
                                    

Sesakit apapun kenyataan, sepahit apapun kehidupan, tugas kita cuma harus bertahan dan tetep buka mata di hari esok dan hari-hari berikutnya.

———

Gale mengetik sebuah kata di pencarian instagram. Renjani. Tangannya menggulir layar ponselnya, namun ia masih belum menemukan apa yang ia cari. Entah kenapa, Gale seperti tak asing saat melihat wajah Jani. Ia merasa itu bukan pertama kalinya. Namun sialnya, otak nya lamban untuk diajak mengingat. Kegiatan Gale pun terhenti ketika ada sebuah suara pintu yang terbuka perlahan. Ia segera bangkit dari sofa sambil mengambil sapu yang berada di sudut tembok. Menggenggam erat sapu itu hingga buku-buku jarinya memutih seolah mengumpulkan kekuatan agar bisa memberi pukulan yang keras. Ia mengambil langkah waspada untuk melihat siapa yang datang.

"Lo ngapain bawa-bawa sapu begitu?," tanya seorang perempuan seraya melepas high heels nya. "Ck, kebiasaan banget tiap masuk nggak salam, nggak apa, main nyelonong aja, kayak ini rumah sendiri aja."

"Ya emang ini rumah gue sendiri," balas Kak Gina —kakak kandung Gale. Sedangkan Gale hanya menyengir kaku.

"Katanya jago berantem, tapi bawa sapu. Casing doang manly, dalemnya girly." Tanpa menggubris ucapan kakanya, Gale mengambil posisi berdiri dibelakang sofa. Cowok itu pun tanpa ragu memijat perlahan kedua bahu kakaknya.

"Mau minta apa lo?," tanya sang kakak. "Lo sehari nggak suudzon sama gue bisa nggak, kak?"

"Abisan tingkah lo nggak kayak biasa, gimana gue nggak suudzon."

"Lo pasti stres kan sama kerjaan. Ayo, gue ajak lo jalan-jalan," ajak Gale yang membuat kak Gina tersenyum kecil. "Ayo adik kecil, sekalian nanti pulangnya temenin gue bayar cicilan motor lo, ya."

Gale mengendarai motornya. Mengajak kakak kesayangannya itu menikmati dunia malam yang penuh kelap-kelip lampu jalanan. Dia cuma mau membantu sang kakak untuk mengurangi kepenatan bekerja saja. Angin dingin seolah menyapa mereka dan masuk ke pori-pori sehingga mereka merapatkan jaketnya. Kalau Aji hanya punya ibu sebagai tumpuannya, maka Gale hanya memiliki kak Gina sebagai sumber kehidupannya. Kakak satu-satunya yang sudahh beberapa tahun ini membiayai semua kebutuhan untuk kehidupan Gale.

Gale berhenti di sebuah taman yang sepi pengunjung. Kakaknya itu tipikal cewek yang paling suka dengan ketenangan. Dia berpikir, ketika ia berada dalam sebuah keheningan, semua ide yang bising di kepalanya akan keluar dan ia bisa dengan leluasa menuangkan ide itu dalam bentuk tulisan singkat yang biasa ia post di akun instagram pribadinya.

"Le, sekolah lo gimana? Semenjak kelas sebelas, gue nggak pernah dapet panggilan dari pak gundul itu lagi."

"Harusnya lo bersyukur, gue jadi lebih baik. Lo sendiri?"

"Gue? Gue kenapa?," tanya kak Gina seraya terkekeh. Aslinya, ia tau maksud dari adiknya itu. Tak lain tak bukan, kisah percintaannya.

"Ayolah kak, semua tau lo udah nggak muda. Lo nggak malu jomblo? Ralat, harusnya pertanyaan gue, lo nggak takut jadi perawan tua?"

"Mulut lo ya, harus gue kasih bom deh kayaknya. Nih ya, Le, gue tuh mau kerja dulu yang bener sambil nyelesaiin kuliah. Masih banyak pencapaian-pencapaian yang belom gue raih sampe sekarang. Jadi crazy rich seru kali ya?"

"Kak, jangan capek-capek ya. Gue cuma punya lo, gue nggak mau kalo sampe lo kenapa-napa." Gale menatap dalam mata sang kakak. Kakaknya itu tak banyak mengeluh, tapi Gale bisa melihat kerutan kecil yang menandakan jika perempuan itu sudah mulai kelelahan.

TRIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang