Bel istirahat berbunyi. Gale dan rombongannya langsung menuju kantin. Hari ini, sepertinya Giodan akan menjadi lebih dominan. Melihat sikapnya yang sedang aktif-aktifnya, Gale merasa jika cowok itu sedang bahagia.
"Jadi gimana?," todong Zico.
"Lo serius mau sok-sok secret admirer? Kasian banget, ganteng-ganteng kok ngalamin cinta dalam diam." Rajev ikut nyerocos menimpali omongan Zico. Belum ada lima menit Gale mendudukkan bokongnya dikursi, tapi dia sudah harus di todong dengan rentetan kalimat dari ketiga sahabatnya, termasuk Zico, yang biasanya hanya diam menyimak, namun kini cowok itu sudah berani memulai topik.
"Eits, kalem jep. Jangan nyablak gitu dong, kasian nanti hati mungil Gale tergores," sambung Giodan.
"Sialan, lo bertiga," sentak Gale kasar. Benar kata Giodan, hati mungilnya tergores mendengar sindiran dari teman-temannya.
Selang beberapa menit, Aji bergabung dengan rombongan Gale. Mukanya tampak kusut. Terlihat perbedaan yang kontras antara Giodan dengan Aji.
"Kenapa lo, cil?," tanya Giodan pada Aji.
"Abis di hukum karna belom ngerjain nugas. Itu guru nggak tau apa ya kalo ngumpulin niat nugas itu susah nya minta ampun," gerutu Aji.
Disaat teman-temannya asik bercanda ria, Gale justru memusatkan pandangannya ke arah cewek yang baru memasuki kantin. Renjani. Cewek yang beberapa hari ini telah mengisi hari-hari Gale yang monoton. Renjani memakai bandana favoritnya, namun entah kenapa aksesoris itu tak pernah terlihat membosankan jika di gunakan oleh cewek itu. Tanpa Gale sadari, ia mengucapkan sebuah kalimat yang membuat teman-teman mengalihkan atensinya ke arah Renjani juga. "Gelangnya serem, tapi kalo dia yang pake kok keliatan gemes ya."
Di sela-sela kegiatan mereka yang memandangi Renjani, tiba-tiba ada seorang siswi yang datang menghampiri Rajev. Mukanya terlihat panik, lalu membisikkan sesuatu hal ke telinga Rajev yang langsung membuat reaksi cowok itu berdiri kaget.
"Jeva kambuh, gue cabut bentar."
Belum dapat balasan apapun dari teman-temannya, Rajev berlari kencang. Menerobos kerumunan siswa yang berlalu lalang di lorong kelas. Langkah kaki, membawa dirinya ke UKS. Ia membuka pintu dengan sedikit kasar hingga membuat suara decitan. Di sana, ia melihat Jeva yang sedang duduk senderan sambil memegangi dadanya.
"Hey, it's okay. I'm here, okay. Gue disini, va." Rajev mendekap erat tubuh Jevanya. Cewek yang kerap kali mengalami panic attack.
"Jep, sakit," ujar Jevanya terbata-bata.
"Iya, tarik nafas pelan-pelan, terus hembusin. Jangan mikir yang macem-macem dulu. Tenangin diri lo ya."
Rajev menggenggam erat tangan Jevanya yang gemetar. Perlahan, nafas Jevanya mulai teratur. Tak disadari, sejak tadi ada beberapa orang yang memperhatikan mereka berdua. Lebih tepatnya, memandang iri ke arah Jevanya. Bagaimana bisa, Rajev memperlakukan cewek itu dengan lembut dan begitu hati-hati.
"Jep, gue nyusahin ya?," tanya Jeva.
"Nggak, yang bilang lo nyusahin siapa, biar gue tempeleng kepalanya."
Sempat terjadi keheningan diantara keduanya, sebelum akhirnya Jeva kembali memulai obrolan. "Jep, ketemu lo bikin gue percaya kalo Tuhan beneran adil. Di tengah-tengah hidup gue yang hampir hancur, lo dateng buat nyelamatin gue dan bikin gue bertahan sampe sekarang."
"Gue cuma perantara Tuhan buat nguatin lo. Peran utamanya tetep diri lo sendiri," kata Rajev
"Boleh gue jadiin lo sebagai alasan buat terus bertahan?"
"Jangan ya, lo harus bertahan karna diri lo sendiri. Manusia itu selalu mengecawakan, Va. Entah sekarang, besok, atau nanti, gue pasti ngecawain lo. Dan ketika waktu itu dateng, gue cuma bisa minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIAL
Teen FictionTentang sebuah pertemuan yang awalnya hanya sebatas kecelakaan di kantin dan menyebabkan anting Jani harus tersangkut di gelang milik Gale. Entah bagaimana kronologinya, namun semenjak itu mereka jadi sering bertemu hanya untuk mendebatkan masalah s...