11. Hal Kecil Yang Besar Maknanya

64 7 10
                                    

Gale mengambil tempat di samping Renjani, sedangkan cewek itu hanya diam, seolah terbiasa dengan kemunculan cowok disampingnya saat ini. Gale diam, menunggu Renjani melanjutkan kembali ucapannya. Rupanya ia sedang membaca sebuah script di bukunya. Bukannya melanjutkan, Renjani malah memasukkan alat recordingnya kedalam tas.

"Kok udahan?," tanya Gale memasang wajah penasarannya.

"Iya. Ngga bias konsen kalo ada orang."

"Padahal gue diem aja daritadi."

"Tetep aja, rasanya nggak tenang kalo nggak sendiri."

Gale menatap lekat kearah Renjani yang fokus ke depan. Seolah langit lebih menarik dibanding wajahnya yang tampan rupawan. Perlahan, bibirnya membentuk sebuah lengkungan. Cowok bergelang hitam itu tak pernah merasa setertarik ini dengan perempuan. Menurut Gale, Renjani itu sedikit unik. Pemikirannya kelihatan lebih dewasa, tapi kelakuannya masih seperti anak kecil. Nyebrang dijalan raya aja nggak bisa.

"Jan," panggil Gale. "Kenapa?"

"Nggak."

"Apaan sih, kok nggak?"

"Ya nggak apa-apa, orang manggil doang."

"Nggak jelas. Bikin penasaran aja deh, biasanya kan kalo orang udah manggil nama, pasti mau ngomong hal serius gitu."

"Ya ini kan nggak biasanya," ujar Gale seraya terkekeh pelan.

"Pulang yuk, udah mau gelap," ajak Gale sambal melepas jaketnya dan menyampirkan ke bahu Renjani. Kehangatan menyelimuti cewek itu. Renjani tersenyum manis. Senyum yang hampir tak pernah Gale lihat selama ia mengenal Renjani, hingga tanpa sadar membuat Gale menggumam, "Manis."

"Hah?"

"Itu- apa, maksud gue, gue mau teh manis," jawab Gale kikuk.

Mereka keluar dari gerbang sekolah. Tak ada melihat jika sebelah tangan mereka saling bertaut. Menggenggam erat seolah takut kehilangan. Akhir-akhir ini Gale merasa banyak perubahan yang terjadi dalam dirinya. Gale memberikan helm ke Renjani agar cewek itu aman saat berkendara. Namun, dengan tegas Renjani menolak.

"Nggak adil dong. Masa aku doang yang pake. Kalo gini, nggak usah pake aja semua, helm nya aku tenteng aja sini."

Gale terkekeh pelan, tangannya terulur mengelus puncak kepala Renjani. Untung saja cewek itu sedang memakai bandana, jadi rambutnya tetap aman.

Gale mengambil kunciran yang dijadikan gelang ditangan Renjani, lalu memutar badan Renjani hingga cewek itu membelakanginya, ia mengumpulkan helaian rambut Renjani kebelakang dan mengikatnya rapi.

"Kok di iket?," tanya Renjani.

"Biar mata lo nggak kelilipan rambut kalo kena angin."

Renjani kaget, cowok jutek di belakangnya ini sangat memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Dia bertanya-tanya, kok bisa ya ada cowok se-peka Gale.

"Kakak gue pernah bilang, cewek suka sama perhatian, nggak perduli sekecil apapun itu. Gue kira lo suka, sorry kalo bikin risih." Gale buka suara ketika melihat Renjani yang tak bergerak sama sekali bahkan tak mengucapkan sepatah katapun. Gale saja yang tidak tau jika perasaannya sedang gunjang-ganjing. "Nggak, nggak. Aku biasa aja kok." –cuma syok aja ketemu cowok peka, lanjut Renjani dalam hati.

Seperti biasa, ketika sampai di gerbang komplek rumah Renjani, Gale mematikan mesin motornya. Menuntunnya sampai ke depan rumah cewek itu. Tak ada kata perpisahan diantara keduanya, hanya ucapan terimakasih yang dilontarkan oleh Renjani dan dijawab Gale dengan anggukan.

Perempuan berbandana itu buru-buru masuk kedalam rumah. Ia melempar asal tas nya di dalam kamar lalu duduk di depan meja belajarnya. Membuka laptopnya sekaligus blog pribadi miliknya. Mengetik rentetan kalimat tentang pengalamannya hari ini. Setelah itu, ia mengambil alat perekamnya dan membuat sebuah mini podcast yang akan ia bagikan di sosial media untuk dinikmati banyak orang.

TRIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang