11 Tahun kemudianSeorang remaja manis memperhatikan burung-burung yang sedang mematuk makanan yang ia sebar. Sesekali ia tersenyum sambil menikmati angin segar yang menerpa wajahnya. Remaja itu memegang sebuah kamera, yang tadinya ia pakai untuk mengabadikan para wisatawan dengan pemandangan danau Jenewa yang indah. Selama empat tahun ia sering melihat pemandangan ini, bahkan sampai ia bosan. Tapi rupanya, kemungkinan ia akan jarang melihatnya lagi membuatnya rindu.
"Nana!" panggil seseorang yang membawa dua cangkir kopi.
Remaja itu mengerucutkan bibir kesal. "Jaehyun-hyung, kau membuat burung-burung itu pergi."
Pemuda yang dipanggil Jaehyun itu hanya tertawa kecil. Ia duduk di sebelah adik kecilnya dan menyodorkan kopi yang ia beli. "Kau bisa kemari lagi kapan-kapan."
Jaemin hanya mendengus. Ia baru saja menyelesaikan ujian akhir di sekolah asramanya. Dan kakaknya yang telah libur dari kuliahnya ditugaskan untuk menjemputnya agar bisa kembali ke Korea bersama.
"Bukankah dulu kau bilang bosan melihat danau Jenewa terus?"
"Memang," angguk Jaemin. "Tapi aku sudah terbiasa dan merasa kehilangan saat akan berpisah. Sebenarnya aku ingin ke resort juga."
Jaehyun berdecak. "Nanti saja saat musim dingin. Apa kau sedang pamer karena bisa bersekolah di dua tempat sekaligus?"
"Salah sendiri. Hyung bilang akan masuk sekolah asrama di Swiss, tapi malah ke Inggris. Padahal kita sudah berjanji untuk masuk ke sekolah yang sama," sungut Jaemin. Dua kakak beradik ini masih sering ribut jika bertemu.
Jaehyun tertawa. "Eton sangat kompetitif. Ini membantuku untuk belajar menyikapi berbagai persoalan saat akan mewarisi perusahaan nanti. Maaf, bukan kemauanku. Tapi aku tidak menyesal."
"Aku juga tidak menyesal. Swiss benar-benar tempat yang indah," gumam Jaemin, menatap ke arah danau Jenewa untuk ke sekian kalinya.
Jaehyun mengecek jam tangannya. "Ayo, kita harus segera ke bandara. Barang-barang kita sudah disiapkan dan kita hanya perlu berangkat."
Keduanya beranjak dari kursi. Jaemin memasukkan kameranya ke dalam tas dan kembali menatap sedih ke arah danau. "Selamat tinggal. Terimakasih sudah menemani hari-hariku disini," katanya.
"Berlebihan sekali," decak Jaehyun. Ia menarik tangan sang adik yang masih enggan untuk pergi. Keduanya berjalan menuju sebuah limosin yang terparkir di dekat danau. Seorang supir sudah berdiri di samping pintu mobil sambil membukakan pintu untuk mereka.
"Bagaimana keadaan Korea? Sudah lama sekali aku tidak pulang," gumam Jaemin, setelah meyamankan diri di dalam mobil.
"Semuanya berubah," jawab Jaehyun. "Teman-temanmu juga sudah dewasa. Eh, apa kau masih mengingat mereka?"
Jaemin mengerjap, mencoba memgingat-ingat. "Hmm, yang paling aku ingat adalah Harvey. Tapi Harvey kembali ke Inggris setelah lulus, aku dan dia sering bertemu saat dia berkunjung ke Swiss. Hmm, siapa lagi, ya?"
"Bagaimana dengan Lee Jeno? Lee Haechan? Huang Renjun? Seingatku mereka bahkan mengantarmu ke bandara saat itu," oceh Jaehyun. Tapi ia maklum kenapa adiknya tak terlalu ingat. Jaemin hanya berada di Korea selama sebulan, tentu saja tak banyak kenangan yang ia ingat.
Ah, Jaemin ingat. Ia mengangguk kecil. "Aku baru ingat," gumamnya. Tentu saja ia ingat Jeno yang menatapnya dengan sangat dingin, yang mengejar-ngejar Lee Haechan. Haechan dan Renjun adalah dua anak manis yang ramah sekali padanya. "Bagaimana kabar mereka sekarang?"
"Jeno menjadi adik kelasku di Eton. Haechan tetap di Korea bersama Renjun. Mereka masuk sekolah internasional," jelas sang kakak.
Jaemin terkejut. "Jeno masuk Eton College?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Rich Kids (Jaemin/Nomin)
FanfictionTentang Jaemin dan lika-likunya sebagai anak konglomerat yang pemalu. Jaemin baru saja pindah ke Korea dan bertemu teman-teman baru. Ada yang membuatnya takut, ada pula yang membuatnya bersemangat. Ini cerita tentang para anak konglomerat, yang ter...