"Tuan muda, sebelumnya anda bilang ingin mengerjakan PR bersama Harvey. Tapi anda bahkan belum mengerjakan pr itu sama sekali," omel Amber, saat perjalanan pulang. Mereka sudah mengantar Harvey ke rumahnya dan saatnya Jaemin untuk pulang.Jaemin menunduk. "Maaf, Nuna," lirih Jaemin, ia keasyikan bermain hingga lupa untuk mengerjakan tugas sekolahnya.
"Jadi kapan ingin mengerjakan PR-nya?" Tanya Amber.
Jaemin berkedip polos. "Jadwal?" pintanya.
Amber mengambil tabletnya. Ia selalu mencatat jadwal Jaemin dengan rapih di tabletnya. Matanya menelusuri tanggal-tanggal yang ia beri tanda. Warna hijau jika hanya kegiatan les biasa, warna biru jika ada undangan pertemuan, warna merah ada jika kegiatan penting yang tidak boleh dilewatkan oleh Jaemin dan warna putih jika Jaemin tidak ada jadwal sama sekali. Jaemin dididik untuk disiplin dari kecil.
"Besok ada les piano dan bahasa Mandarin, lusa ada makan malam penting bersama orang tua anda. Kapan PR-nya dikumpul?" Amber menoleh pada Jaemin.
Jaemin menggigit bibir. "Lusa..."
Amber menghela nafas panjang, ia kembali mengecek tabletnya. "Les piano diadakan setelah makan siang di rumah, beristirahat satu jam dan sore-nya kita akan ke tempat kursus bahasa Mandarin. Pukul setengah tujuh pulang ke rumah, membersihkan diri dan langsung makan malam. Anda punya waktu pukul delapan sampai sembilan malam. Apa satu jam cukup untuk mengerjakan PR?" ia menatap Jaemin.
Jaemin mengangguk. "Cukup, Nuna.."
"Baiklah tapi tidak boleh tidur diatas pukul sembilan malam, mengerti?"
Jaemin mengangguk lagi.
Amber mengusap rambut Jaemin, memeluknya dan menepuk punggungnya dengan sayang. Tuntutan kepada Jaemin memang terasa berlebihan, apalagi Jaemin masih sangat kecil. Tapi memang tanggung jawab masa depannya sangat berat. Wajar keluarga Jaemin menginginkan bocah kecil ini untuk mulai mempersiapkan diri sebaik mungkin. Dimulai dari mentalnya dulu.
Sesampainya di rumah, seorang wanita cantik nan awet muda menunggu mereka di ruang tengah sambil tersenyum lebar. Begitu nelihat wanita cantik itu, Jaemin segera berlari dan menubruknya. Sudah tiga hari ia tak bertemu ibunya. Tentu saja ia rindu.
"Eomma..," kata Jaemin.
Yoona mengecup rambut anaknya berkali-kali. Tentu saja ia juga merindukan putra bungsunya. "Nana sayang, darimana saja?" Tanyanya lembut, melepaskan pelukanya dan mengangkat tubuh Jaemin untuk duduk di pangkuannya.
"Bermain di mall, Eomma. Nana juga membeli baju kelinci tapi kata Nuna tidak boleh beli kaos Anime," adunya pada Yoona. "Lalu, tadi Harvey membeli celana yang ada sobekannya. Nana juga mau."
Yoona mencubit pipi Jaemin, gemas. "Itu benar, sayang. Nana tidak boleh membeli pakaian seperti itu. Tapi untuk kaos Anime nanti Eomma belikan piyama-nya saja, mau?"
"Benar, Eomma?"
Yoona mengangguk.
Jaemin memeluk ibunya erat-erat. "Terimakasih, Eomma," katanya.
"Anak pintar." Yoona menoleh pada Amber yang duduk di hadapannya. "Biar aku yang memandikan Nana. Kau boleh beristirahat. Terimakasih," ucap Yoona sambil tersenyum.
"Baik, Nyonya," angguk Amber.
"Nuna, terimakasih untuk hari ini," pekik Jaemin sesaat sebelum Amber hendak bangkit berdiri.
"Tidak masalah, Tuan muda," balas Amber sambil tersenyum. Ia membungkuk dan berbalik untuk ke kamar yang di sediakan untuknya di rumah ini. Yang paling ia sukai dari keluarga ini adalah tiap anggota keluarga tau cara menghargai orang lain. Tidak pernah bersikap semena-mena walaupun posisi mereka lebih tinggi. Contohnya saat Yoona dan Jaemin mengucapkan terimakasih tadi. Itu bentuk kecil penghargaan mereka terhadap orang-orang yang bekerja untuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Rich Kids (Jaemin/Nomin)
FanfictionTentang Jaemin dan lika-likunya sebagai anak konglomerat yang pemalu. Jaemin baru saja pindah ke Korea dan bertemu teman-teman baru. Ada yang membuatnya takut, ada pula yang membuatnya bersemangat. Ini cerita tentang para anak konglomerat, yang ter...