20✓

15.3K 787 25
                                    

Jadi, sekarang aku paham, aku mengerti.
Aku begitu mencintaimu. Karena itu, aku harus ikhlas melihatmu pergi.
-Vino

"Gak nyangka ya, bentar lagi udah ujian aja." Ucap Alex yang tengah menusukkan bakso digarpu nya.

"Pada lanjut kemana nih?" Tanya Aksa.

"Kalo gue sih mau kuliah." Jawab Lia.

"Sama." Imbuh Alex.

"Gue kerja di kantor bokap." Lanjut Vino dengan ketus. Memang sedari tadi Vino menjadi pendiam. Yang sebelumnya selalu heboh dan ceria, kini hanya menjadi Vino yang diam dan dingin.

Lia menatap Vino sayu. Apa yang terjadi dengannya? Apakah Vino ada masalah? Vino yang biasanya selalu bergulat dan mengganggu nya, kini menjadi diam acuh kepadanya.

"Kak rara gimana? Habis ini mau kuliah?" Tanya Cila.

Rara tampak berpikir. Sebenarnya ia pun tak tahu rencana kedepannya akan bagaimana. Rara melirik Aksa sekilas dan tersenyum. "Kakak gak kuliah, mau jadi model di kantor ayah aja."

Aksa yang mendengar itu pun sontak terkejut, sama halnya dengan teman-temannya. "Coba ulangi lagi."

"Mau jadi model dikantornya ayah." Ulang Rara.

"Gak ada model-modelan!" Tegas Aksa sembari melirik Rara tajam.

"Kenapa?" Tanya Alex dengan sifat ke kepoannya, namun tak kunjung dapat jawaban dari Aksa.

"Gue cabut dulu." Vino pergi dengan mendapatkan tatapan heran dari para temannya, terlebih lagi Lia.

"Vino tunggu!" Teriak Lia yang berlari menghampiri Vino. Lia merasa ada yang aneh dengan laki-laki itu.

"Teh Lia gak jelas ya, kasian kak Arga sama Kak Vino." Lirih Cila.

Lia berjalan disamping Vino. Ia menatap wajah tampan Vino yang tengah terpaku menatap kearah depan. Wajah yang selalu membuatnya tersenyum kini berubah menjadi dingin.

"Lo kenapa Vin?"

Vino melirik Lia sekilas dan beralih menatap kearah depan lagi. Ia merasa muak dengan tingkah Lia. Entah bagaimana cara berpikir gadis ini.

Lia mengedarkan pandangannya, kenapa Vino membawanya ke taman? Apakah ada hal yang ingin vino sampaikan? Oh astaga, ini cukup menegangkan baginya.

"Duduk." Pinta Vino yang telah duduk terlebih dahulu.

"Lo kenapa sih Vin? Ada masalah?" Tanya Lia yang mendapat anggukan darinya.

"Masalah apa?"

"Lo jahat ya." Jawab Vino yang sangat-sangat jelas membuat Lia terpatung.

"Harusnya lo bisa bikin keputusan, lo pilih gue atau Arga." Lagi-lagi Lia terdiam mendengar penuturan Vino.

"Lo bisa ngerusak hubungan kekeluargaan antara gue sama Arga, asal lo tau." Vino menggenggam tangannya erat, ia menatap langit untuk mengalihkan emosinya.

"Gue minta maaf."

Vino melirik kearah Lia. Ia tersenyum pahit. "Maaf? Lo pikir maaf itu cukup buat ngobatin gue?"

Vino terkekeh melihat ekspresi Lia. Gadis itu memejamkan matanya ketakutan ketika ia meninggikan suaranya.

"Gue yang nemenin lo waktu lo sedih karena pacar lo pergi. Gue yang ngehibur lo, gue yang jaga lo, gue yang mati-matian buat lo bahagia, dan lo mati-matian buat gue hancur! Iyakan Lia?"

Lia menggeleng cepat, ia tak berniat seperti itu. Apa yang Vino pikirkan? Ia salah.

"Sekarang lo jawab. Lo mau balik ke pacar lo atau masih tetap sama gue?"

Deg!

Jantung Lia berdegup kencang, ia tak tahu apa yang harus ia jawab. Siapa yang akan dipilih? Keduanya mempunyai posisi masing-masing dihatinya.

"Lo diem, gue anggap lo milih Arga." Putus Vino yang mendapat tatapan dari Lia.

Lia bisa melihat mata Vino berkaca-kaca, apakah secinta itu vino dengannya? "Vino, gue..."

"Gue pamit. Gue gak bisa lagi ngorbanin perasaan gue demi lihat lo bahagia ya. Lo tenang aja, gak akan ada lagi yang nanya begituan. Lo berhak bahagia, dengan pilihan lo. Makasih."

Vino beranjak dari tempat duduknya. Ia menatap dengan senyuman yang paling tulus, mungkin Lia bisa merasakannya. Tangannya terulur menyentuh kepala Lia, ia mengacak pelan rambut gadis kesayangannya. Entah untuk kali nya atau akan ada keajaiban lagi...

Lia menatap Vino yang kini benar-benar pergi meninggalkannya. Selesai sudah kisah Lia dan Vino. Lia memegang kepalanya, ia menangis. Hari-hari yang penuh dengan canda dan tawa kini akan berakhir menjadi luka dan duka. Laki-laki yang menjadi tempatnya bersandar kini menjadi laki-laki yang asing.

Tidak, ini bukan salah Vino. Ini salah Lia. Semua salahnya. Seharusnya ia bisa lebih tegas dengan keputusan dan hatinya. Ia telah menyakiti laki-laki yang tulus.

Vino berjalan memasuki kelasnya dengan tatapan yang kosong. Teman-temannya yang berada didalam pun menatapnya penuh dengan pertanyaan. "Ra."

"Iya Vin? Gimana hasilnya?" Tanya Rara.

Vino mengangguk dan tersenyum. Bukannya bahagia, justru teman-temannya menatapnya dengan lirih. Apa yang terjadi?

"Lo gakpapa Pin?" Tanya Alex yang menghampiri dan menepuk bahu Vino.

"Bohong kalo gue bilang gakpapa." Vino mengambil tas hitamnya dan beranjak keluar.

Diambang pintu, ia berpapasan dengan Lia. Ia melihat mata Lia yang kemerahan. Nangis? Ah itu bukan urusannya lagi.

"Eh? Pin lo mau kemana? Syahlan lo!" Teriak Alex yang tersadar dengan tas yang berada dipunggung Vino.

Lia berjalan menuju tempat duduknya, ia menunduk. Malu. Ia telah menyakiti orang yang paling mempengaruhi kebahagiaan teman-temannya.

"Lo sih ya, ah jadi sadboy kan temen gue!" Ketus Alex.

Bugh!

"Sialan lo Sa... Eh bercanda kakak ipar." Alex menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sialan, ternyata Rara yang melempari nya.

"Kalau gabisa ngasih solusi diem!" Tegur Rara dengan lirikan andalannya.

Aksa tersenyum dan menepuk bahu Rara. "Sana samperin Lia."

"Gak, biar dia sadar apa yang udah dilakuin. Gak semuanya bisa berjalan sesuai keinginannya. Biar dia belajar." Jelas Rara yang tentu saja terdengar oleh Lia.

Lia menghela nafasnya kasar, ia berusaha sekuat mungkin untuk tegar didepan teman-temannya. Ia tahu betul apa yang telah diperbuat. Tapi apakah tak ada kesempatan untuknya?

"Apa kalian bakal jauhin gue?" Tanya Lia dengan lirih.

"Apa kalian bakal benci sama gue? Iya? Kalian gak tau apa yang gue rasain!"

Alex tertunduk, jujur ia merasa kasihan dengan temannya itu. Tapi ia juga kesal, seharusnya Lia bisa lebih tegas dari awal.

"Gue tahu." Sahut Rara memecah keheningan. "Gue tahu rasanya ditinggal tiba-tiba dan kembali secara tiba-tiba. Kalau Arga benar-benar nganggap lo pacar, seharusnya ia mati-matian berusaha buat kasih kabar sama lo."

"Dia ninggalin lo bukan dalam waktu yang singkat, mustahil kalau dia gabisa nyuri-nyuri waktu buat kabarin lo." Imbuh Aksa yang semakin membuat Lia hancur.

"Mungkin terlihat jahat. Tapi, kadang-kadang kamu harus menghancurkan harapan seseorang kepadamu demi kebaikan dia dan kebaikanmu juga." Cetus Rara dengan kalimat yang membuat Alex kagum.

"Dan ya. Selamat lia, kamu telah mematahkan harapan Vino demi kebaikan kalian berdua." Lanjut Alex dengan tersenyum manis.


𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 𝐈𝐬 𝐌𝐲 𝐁𝐢𝐠 𝐁𝐚𝐛𝐲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang