29✓

8.8K 482 6
                                    

Keluarga Rara malam ini berencana akan menginap dirumahnya. Karena ibunya khawatir dengan kondisi Putrinya yang tiba-tiba panas tinggi. Sudah beberapa kali dibujuk untuk pergi ke rumah sakit, namun tetap kekeh ditolaknya.

"Sayang, kita ke rumah sakit aja ya?" Tanya Bunda dengan lirih. Ia terus mengompres Rara, namun panasnya tak kunjung turun.

Rara menggeleng pelan. Badannya terlalu lemas untuk bicara. Semenjak kejadian tadi siang bersama Sila, pikirannya menjadi tidak tenang. Apakah mungkin Arga terlibat.

Tok tok tok

"Biar Aksa buka." Aksa berjalan menuju pintu untuk membukakannya. Dan benar saja, itu adalah Lita. Dokter andalan keluarga Aksa.

"Eh, Dokter Lita. Ayo langsung keatas, kasihan istri saya."

"Belum turun panasnya Sa?"

"Belum, padahal udah minum obat." Jawabnya dengan lirih. Aksa sangat lemah jika itu menyangkut Rara dan keluarganya.

"Permisi."

"Dokter? Kak Aksa manggil dokter?" Tanya Cila.

"Iya, habisnya Rara gak mau ke rumah sakit."

Abraham mengangguk. Ia tersenyum melihat interaksi Aksa dan putrinya. Ia lega, Aksa benar-benar menepati janjinya. Untuk menjaga dan mencintai putrinya dengan tulus.

"Gimana dok putri saya? Apakah harus dibawa ke rumah sakit?"

Dokter Lita tersenyum dengan kekhawatiran sang ibunda. "Tidak perlu, Rara hanya demam biasa."

Dokter Lita mengeluarkan beberapa obat dari tasnya. Dengan aturan yang sudah ditulisnya. "Ini obatnya di minum secara teratur ya, sebelum dan sesudah makan."

"Dokter, gak ada cara lain selain minum obat?" Tanya Rara dengan lirih. Rara dari dulu memang tidak suka dengan obat. Selain pahit, Rara juga tidak bisa meminumnya.

"Ada dong, pakai suntik. Suntiknya besar, panjang, tajam. Kamu mau di suntik?" Sahut Aksa dengan nada bicara yang dilebih-lebihkan membuat Rara bergidik ngeri.

Rara yang ketakutan pun menggelengkan kepalanya. Membuat tersenyum keluarganya dan sang dokter.

"Yasudah, saya permisi dulu. Cepat sembuh ya Ra."

"Makasih dok."

"Ayo saya antar kedepan, Dok." Ucap Aksa.

"Biar ayah aja Sa, kamu jaga Rara." Sahutnya yang di angguki oleh Aksa.

"Sekarang kamu makan ya? Mau bunda bikinin bubur?"

"Iya."

"Dek, ayo bantuin bunda."

"Siap komandan."

Aksa dan Rara menatap Bunda dan Cila yang keluar kamar. Aksa ikut baringan disamping Rara dengan badan yang menghadapnya, dan tangan yang digunakan sebagai bantalan. Aksa mengusap-usap pipi Rara perlahan. Terasa panas.

"Cepat sembuh ya sayang, aku ikut sakit lihatnya."

"Mau peluk." Rengeknya membuat Aksa tertawa kecil.

Aksa menyingkirkan handuk kecil yang berada di kening Rara. Ia menjadikan tangannya sebagai bantalan buat Rara.

"Dingin."

Aksa memeluk Rara dengan erat. Ia membawa kepala Rara untuk di benamkan didadanya. Tubuhnya sempat meremang ketika Rara mengusapkan kepalanya didadanya.

"Ngantuk?" Tanya Aksa yang di anggukin oleh Rara.

"Tapi bunda bikin bubur buat kamu loh Ra."

"Nanti bangunin aja."

𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 𝐈𝐬 𝐌𝐲 𝐁𝐢𝐠 𝐁𝐚𝐛𝐲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang