35✓

10.5K 516 27
                                    

Rara sedang menatap kearah luar jendela mobil dengan perasaan kesal. Rara ingin sekali tidur di rumah sakit, untuk menemani Lia. Tapi, Aksa memaksanya untuk pulang, dengan alasan nanti kecapekan.

Aksa melirik Rara sekilas. Ia menghela nafasnya. Akhir-akhir ini, sifat Rara memang random. Sangat sulit untuk ditebak.

"Ra." panggilnya yang tidak mendapatkan sahutan dari sang pemilik nama.

"Sayang."

"Hm." Rara dapat mendengar helaan nafas suaminya. Sebenarnya Rara juga kasihan, tapi mau gimana lagi.

"Maafin aku ya, jangan marah lagi. Ini mau langsung pulang atau mampir jajan?"

Rara menundukkan kepalanya, tangannya mengusap pelan perutnya. Rara tampak berfikir sejenak, kira-kira makanan apa yang cocok dimakan malam-malam begini?

Aksa ikut mengusap perut Rara. Ia tersenyum. "Anak papa mau apa, hm?"

"Seblak."

"Gak." Tegas Aksa yang langsung menarik tangannya, dan kembali fokus mengemudi.

"Gimana sih kamu! Tadi nanya mau apa, sekarang udah dijawab malah gak di turutin. Kalau gitu mending tadi gausah nanya!"

"Ya tapi gak seblak juga, Ra. Itu pedas loh, inget anak didalam kandungan kamu."

Rara mempoutkan bibirnya. Kedua matanya berkaca-kaca menatap perutnya. "Tapi ini kan maunya baby."

"Maunya baby atau ibunya?"

"Anak kamu!"

"Udah malam, ga ada yang jualan."

"Kata siapa? Di pertigaan depan ada kok, nanti kita berhenti disana."

"Gak."

"Yaudah."

Aksa tersenyum, tangannya terulur untuk mengusap lembut rambutnya yang terurai. "Pinter."

"Tapi nanti tidur diluar." Rara tersenyum melihat reaksi Aksa yang kelabakan. Siapa suruh main-main sama bumil. Tinggal diturutin apa susahnya.

"Baru juga sehari, udah gini amat."

Aksa terpaksa menghentikan mobilnya didepan warung yang menjual makanan seblak. Ia mengambil dompetnya dan menatap Rara tajam.

"Tunggu di sini, jangan kemana-mana!"

"Yang pedas ya."

"Sedang aja, kalau gamau ga jadi beli."

"Ck, yaudah sana."

☞☜

Rara mengibaskan tangan ke mukanya yang memerah karena seblak yang pedas. Sedangkan Aksa, ia ikut panik karena melihat wajah istrinya yang merah dan penuh keringat.

"Emang pedas banget?" Aksa mencoba mencicipi makanannya. Ia menyeritkan dahinya, ketika lidahnya terasa terbakar.

"Kok pedas banget? Tadi aku udah bilang sedang loh."

Rara menunjukkan gigi rapihnya, ia menggaruk tengkuknya canggung.

"Ra?"

"Apa?" Tanyanya dengan kembali memasukkan seblak yang didepannya. Seketika matanya membola ketika Aksa merebut seblaknya dengan tiba-tiba.

"Jelasin."

"Iya." Rara membenarkan duduknya. "Jadi, semenjak kamu marahin aku buat beli seblak yang pedas kaya gini. Aku tuh nyamperin abang penjualnya."

𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 𝐈𝐬 𝐌𝐲 𝐁𝐢𝐠 𝐁𝐚𝐛𝐲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang