3

30 20 2
                                    

  Dalam kebisingan yang bermuara di antara penumpang bus, wanita asuransi nyaris tak memandang sedikitpun ke arah Fay yang baru saja berjalan dari arah pintu. Fay duduk di kursi yang paling belakang, sementara wanita asuransi ada di pertengahan, perhatiannya tak goyah sedikitpun ketika pandangannya mengarah ke luar jendela. Wanita asuransi itu sedikit merekahkan senyumnya di saat matanya berbinar ketika melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi. Sementara itu Fay hanya diam saja, berharap segera turun dari bus ini yang berisikan gaung panjang yang tak berkesudahan.

  Setelah Fay turun dari bus tersebut, ia memilih untuk berjalan kaki ke tempat yang ditujunya.

  Fay tak ingat sejak kapan terakhir kali ia memerhatikan gaya berpakaiannya, Fay tak terlalu peduli akan style fashion terkini yang sedang populer, kemanapun ia pergi, ia hanya memakai kemeja yang dilapisi dengan jas dan dibiarkan tak terkancing, juga celana panjang hitam yang selalu saja menyelaraskan apapun atasannya yang ia kenakan. Atau jika semua kemeja yang dimilikinya dalam keadaan basah dan tak sempat tercuci selama beberapa hari, Fay bahkan sampai rela memakai singlet putih saja yang dengan pasti dibaluti oleh jas hitam, apapun itu yang ia kenakan merujuk terhadap suatu fakta bahwa Fay tak memiliki tujuan untuk membuat orang lain terkesan, meski sebagian wanita tetap saja bisa tergila-gila melihat parasnya, sosok pria tampan juga dengan tatapan dingin yang bisa saja membuat hati perempuan membeku meski di bawah panasnya Jakarta.

  Awan mulai mendung, menjatuhkan gemericik air yang perlahan membasahi permukaan, Fay meneduh di depan suatu kedai makan sederhana, namun memiliki ruang yang cukup untuk menampung beberapa pelanggan di dalamnya. Fay meneduh di depan kedai itu, sembari menunggu hujan reda, ia berniat menyalakan sebatang rokok, akan tetapi Fay baru sadar dirinya tidak membawa korek setelah ia mengecek setiap saku yang ada. Fay membiarkan sebatang rokok itu bertengger di mulutnya, tak lama seorang wanita berambut pirang datang menghampirinya, wanita itu mengeluarkan korek yang ada di tas kecilnya, ia menyalakan rokok Fay tanpa Fay pinta. Fay menghisap rokoknya selagi wanita itu menyodorkan bara api ke arahnya.

  "Terima kasih," ucap Fay.

  Wanita itu diam, pandangannya beralih ke arah hujan yang semakin deras. Fay memperhatikan wanita itu diam-diam, namun ia tak begitu mengenali wajahnya sebab ia mengenakan kacamata hitam.

  Fay menawarkan sebatang rokok kepada wanita itu atas dasar rasa terima kasihnya karena telah memberikan seekor bara api yang amat penting untuk menyalakan sebuah rokok.

  "Ambilah!"

  Wanita itu mengambil sebatang rokok yang Fay berikan, lalu menyalakannya.

  Di tengah suara hujan yang mendiami lorong telinga, wanita itu mulai berbicara.

  "Kau lihat sebuah toples yang ada di dalam kedai itu? toples yang tertera di meja tempat untuk memesan makanan." Wanita itu menyuruh Fay untuk melihat sebuah toples yang ada di dalam kedai itu.

  "Toples yang berisikan kunci-kunci?" tanya Fay.

  "Ya, setiap orang yang merasa kehilangan datang ke kedai ini, menitipkan kunci rumah atau sebagainya sebab mereka berpikir orang yang telah pergi dari hidupnya mungkin saja akan kembali. Kau tahu? kebanyakan dari kunci yang mereka titipkan itu selalu tak berakhir jatuh di tangan orang yang mereka tujukan. Karena sejak awal orang-orang yang telah memutuskan untuk pergi akan menemukan rumah baru baginya, sehingga kunci-kunci itu hanya berakhir untuk dilupakan," ujar wanita itu, tersenyum dia, lalu pergi berlari menembus hujan yang menusuk ke setiap tubuhnya.

  Fay termenung sejenak, ia tak khawatir dirinya akan berakhir dilupakan, sebab siapapun itu yang akan melupakan Fay, sesungguhnya tidak ada. Namun waktu akan terus berjalan, suatu masa yang "tidak ada" bisa saja berubah menjadi "belum" atau apalah itu hingga pada akhirnya menjadi "pernah"

  Beberapa puluh menit berlalu, Fay memberanikan diri untuk pergi setelah hujan tak begitu deras lagi. Ia sampai di sebuah restoran yang sudah ditentukan oleh atasannya. Fay memasuki restoran itu, di kejauhan atasannya melambaikan tangan ke arah Fay berada, lalu di samping atasannya itu duduk seorang wanita berambut pirang yang memberitahukan Fay bagaimana titipan kunci orang yang kehilangan akan selalu berakhir dilupakan.

*Selalu nantikan chapter terbaru In The Mood For Nothing, namun jangan, bila sampai engkau mengesampingkan hal-hal yang membuat dirimu begitu penting untuk dinantikan orang lain.

Terimakasih sudah berkenan untuk membaca.

IN THE MOOD FOR NOTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang