Dengan sedikit kesusahan Fay berjalan terengah-engah, satu tangannya menutupi luka agar tak banyak darah yang terbuang. Sementara itu ia melihat kedai makan kecil yang nampaknya sudah ditinggalkan pemiliknya, ia bersembunyi di sudut kedai itu, bermodalkan ketenangan ia berusaha agar tak terlihat oleh segerombolan orang yang mengejarnya. Di sudut kedai itu terdapat beberapa meja yang bisa dimanfaatkan Fay agar dapat dijadikan tempat bersembunyi. Pada akhirnya Fay lolos dari orang-orang yang mengejarnya.
Sesampainya pulang, Fay langsung merawat lukanya agar tidak semakin parah, untungnya pada malam itu di pemukiman indekosnya semua orang tengah tertidur lelap, jadi tak ada satu orang pun yang mencurigai Fay yang datang dengan luka tembakan di tangan.
Tatkala Fay memasuki kamarnya, ia duduk di bangku meja kerjanya, raut wajahnya memperlihatkan ekspresi menahan rasa sakit. Ia membuka jasnya dengan perlahan, dan diambilah beberapa peralatan medis yang hendak ia gunakan untuk mengeluarkan peluru di dalam lengannya, tapi sebelum itu Fay meminum whiskey terlebih dahulu yang ia simpan di lemari, ia meminumnya seperti seseorang yang kehausan di tengah gurun pasir, ia berpikir dengan meminum whiskey terlebih dahulu akan mengurangi rasa sakit yang ia rasakan ketika mengeluarkan peluru di lengannya. Namun tetap saja, entah rasa sakit itu begitu mencekik ataupun rasa sakit yang tak sampai membuat pekik, rasa sakit tetaplah rasa sakit yang sejatinya dapat mendewasakan atau meluluhlantakkan.
Pagi telah tiba dengan menutup lembaran hari kemarin yang suatu saat akan lenyap ke dalam ketiadaan. Fay sedikit sulit bangkit dari ranjang tidurnya, ia masih merasakan rasa sakit di bagian lengannya yang terluka. Dalam hatinya ia sudah lelah bila suatu saat nanti dirinya tertembak lagi, karena ia harus mengeluarkan pelurunya sendiri dan terpaksa menikmati tiap luka yang ada.
Fay menuruni tangga dengan penuh kehati-hatian, saat ia sampai di lantai bawah, si pemilik indekos datang menghampirinya.
"Kau baik-baik saja?"
"Iya, aku baik-baik saja," sahut Fay.
"Aku merasakan sesuatu yang aneh pada dirimu hari ini Fay," ujar si pemilik indekos.
"Ada yang aneh ataupun tidak, aku tetaplah aku dan tak akan pernah menjadi seseorang selain aku."
Pemilik indekos tersenyum mendengar perkataan Fay, ia lalu mengalihkan topik pembicaraan.
"Pagi ini pengantar surat datang, katanya ada surat untukmu, lebih baik kau periksa saja di kotak surat," ucap si pemilik indekos, ia lalu berpaling dan memusatkan perhatiannya pada burung nuri yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.
Fay membaca isi dari secarik kertas surat itu.
"Dear 2046, bagaimana kabarmu? kemarin tak ada laporan darimu, aku khawatir sebagai rekan. Untuk memastikan, pada pukul 08.00 PM datanglah ke Sakura Bar dan ingatlah pintu yang berwarna biru."
Tertera 7046
Fay berpikir, apakah seorang pembunuh bayaran berhak merasa dikhawatirkan? tapi di samping hal itu ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kapan terakhir kali ia dikhawatirkan orang lain? jawaban itu tak ia temukan di belantara pikirannya, pria itu sedang tak ingin memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang tak terpastikan jawabannya, sebab sekarang Fay harus segera melapor kepada rekannya tentang apa yang terjadi kemarin saat dirinya hampir mati di kekelaman malam.
Waktu yang ditentukan oleh si 7046 telah hampir tiba, Fay bahkan berangkat lebih awal sebelum pukul 08.00 PM, ia pergi seperti biasa dengan jas hitam dan juga bawahannya yang berwarna hitam, tapi kini ada yang sedikit berbeda dengan penampilannya, ia mengenakan kemeja putih polos sebagai dalaman jasnya, karena biasanya ia sering memakai singlet sebagai pelengkap jas hitamnya.
Fay tak ingin luka dari pertarungannya kemarin terlihat oleh orang lain, sebab bagi Fay tiap luka yang tergores di bagian tubuhnya adalah seni yang tak mudah untuk dimiliki, karena untuk mendapatkannya pun harus rela tabah menelan rasa sakit yang tak dapat diukur. Fay menyukai setiap bekas luka yang tergores di bagian tubuhnya, baginya tiap luka yang tertera memiliki makna yang mendalam dari apa yang telah dilaluinya meskipun itu adalah hal yang kelam. Hati kecilnya berbicara bahwa sebenarnya Fay merasa lelah bila harus mengobati luka-luka baru yang menghiasi tubuhnya, sebab ia harus merawatnya sendiri, membersihkannya sendiri dan merasakan kepedihannya sendiri, namun terlepas dari hal itu pada akhirnya Fay akan menikmati setiap bekas luka yang ia anggap karya seni.
Pukul 7.30 PM, tersisa beberapa ratus meter dari Sakura Bar, sebelum Fay masuk dan mencari pintu berwarna biru, Fay menghentikan langkahnya saat sekilas ia melihat wanita yang mirip dengan seseorang yang ia kenal, wanita yang dilihatnya itu adalah Lulu si wanita asuransi, si wanita asuransi itu memasuki Sakura Bar, Fay tak begitu yakin bila hanya melihatnya dengan sekilas, ia berniat menghampiri Lulu terlebih dahulu sebelum menemui rekannya si 7046, bila wanita yang Fay lihat itu benar adalah Lulu, maka ia akan terheran sebab beberapa hari terakhir tanpa disengaja ia bertemu dengannya, Fay kini mulai berpikir betapa sempitnya dunia ini bila berkali-kali bertemu dengan si wanita asuransi walau tanpa satu janji temu pun terucap.

KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE MOOD FOR NOTHING
Storie d'amoreFay atau 2046 adalah seorang bounty hunter/pembunuh bayaran yang di mana sisa hidupnya ia abdikan pada sebuah pekerjaan yang menurutnya cocok untuk seorang penyendiri dan malas membuat keputusan. Namun semenjak seorang wanita penjual asuransi keseha...