Keheningan yang dengan cepat membaluti malam itu dalam waktu singkat perlahan melebur tatkala wanita itu ada di hadapan Fay dengan raut wajah cantiknya. Di genggaman wanita itu terdapat beberapa lembaran poster yang dalam seketika membuat Fay tahu maksud dari wanita itu. Fay diam seolah ia tak tahu maksud dari wanita itu, walau dalam beberapa detik ke depan Fay tahu wanita itu akan berkata sesuatu.
"Saya punya sesuatu yang menarik, maukah-"
Fay meninggalkan wanita itu dengan keheningan yang memupuk situasi canggung di antara mereka, atau tepatnya hanya wanita itu saja.
"Tunggu!" wanita itu berteriak seketika mengikuti langkah Fay yang semakin lama semakin jauh darinya.
Seraya berjalan beriringan mengikuti langkah Fay, wanita itu berkata, "saya punya penawaran asuransi kesehatan terbaik buat anda, ini hal yang menguntungkan bila anda mengalami sesuatu yang buruk, kami sudah siap membantu dengan asuransi kesehatan ini."
Fay menghentikan langkahnya, wanita itu dapat bernafas dengan lega setelah ia mengetahui bahwa dirinya tak perlu lagi menyamakan langkah dengan Fay. Tapi dalam waktu yang singkat pula rasa leganya meletus menjadi kekhawatiran setelah Fay memasang wajah suram.
"Aku tidak perlu hal begituan," ucap Fay.
"Kalau begitu jika ada sesuatu yang menimpa anda, anda tidak akan terjamin keselematannya."
Terdapat kerapuhan dalam tatapan Fay saat ia mendengar perkataan dari wanita itu, seolah membawanya ke sebuah pemikiran bahwa pantaskah seorang pembunuh bayaran menerima asuransi kesehatan, ia tak tahu akankah sebuah perusahan asuransi kesehatan mau melayani seorang pembunuh bayaran, ataukah selama ini setiap perusahan asuransi membutuhkan jasa pembunuh bayaran? sehingga manusia-manusia mengantri untuk asuransi kesehatan bila mana di luar sana banyak pembunuh bayaran yang menunggu.
Fay tidak tahu mana yang benar, akan tetapi kerapuhan dalam tatapannya itu dalam waktu yang bersamaan mengandung sebuah kekecewaan kepada dunia, tatkala ia tak bisa berbuat apa-apa saat sang Ibu tak mampu pergi ke rumah sakit untuk melakukan pengobatan dikarenakan tidak memiliki uang di saat kondisi krisis seperti itu. Mengingat masa lalunya yang kelam, pemikiran Fay mulai terbukakan akan sesuatu yang di sebut asuransi kesehatan. Tapi hal itu saja tidak membuatnya benar-benar melalukannya dalam sebuah tindakan.
"Saya belum tertarik," ujar Fay, ia meninggalkan wanita itu dan berjalan ke sebuah gang kecil di seberang rel kereta yang tak jauh dari posisinya saat ini.
Kali ini wanita itu tak lagi mengejar Fay yang perlahan semakin menjauh dari pandangannya, tidak ada lagi usaha untuk menawari asuransi kesehatan kepada Fay untuk malam ini. Wanita itu berjalan ke arah berlawanan, lalu beberapa saat keberadaan mereka tak lagi terlihat setelah kereta malam membelah kesunyian di antara mereka berdua.
***
Tak banyak yang bisa dilakukan oleh seseorang seperti Fay, tidak memiliki teman, keluarga ataupun sesuatu yang disebut kekasih. Ketika dirinya tidak memiliki pekerjaan seperti saat ini, ia hanya menghabiskan waktu di dalam kamarnya, memakan mie instan dengan topping sosis yang ia tambahkan, lalu mendengarkan kabar di radio meski jauh dalam hatinya ia tidak benar-benar peduli. Pagi hari itu ada sesuatu yang berbeda, setelah kemarin malam Fay bertemu dengan wanita itu, tiba-tiba ada sebuah reaksi yang bekerja tanpa sadar di dalam pikirannya, ia mulai memikirkan tawaran asuransi kesehatan itu. Fay mulai ragu dengan dirinya sendiri, ia merasa ada yang tak biasa, lalu salah satu sisi kecil jiwanya berkata, seharusnya aku tak perlu repot-repot membuat keputusan seperti itu.
"Fay kemari ada telepon untukmu!" suara pemilik indekos terdengar lebih keras di banding suara radio di ruangannya.
Biasanya ketika Fay berhasil melakukan pekerjaannya, tak ada panggilan selama 7 hari, tapi pagi kali ini berbeda. Fay tahu siapa yang menelponnya walau dirinya belum mengangkat panggilan dari telepon itu, sebab tak ada orang lain selain atasannya yang menelpon Fay seorang.
Fay menuruni tangga, di sisi lain Pak Ben sudah menatap Fay sesaat Fay keluar dari ruangannya, Fay tahu akan hal itu sebab sudah menjadi kebiasaan bagi Pak Ben setelah Fay pertama kali tinggal di indekos itu 1 tahun yang lalu. Tapi Fay tidak membalas tatapan dari Pak Ben sebab ia berusaha menghindari perbincangan dengannya.
Pemilik indekos meletakkan gagang telepon itu di atas meja agar panggilannya tetap tersambung, Fay mendekatkan gagang telepon itu di dekat telinganya.
"Code?"
"2076," sahut Fay.
"Terimakasih atas kerja bagusnya, sudah saatnya kamu mendapatkan partner," ujar salah satu atasannya Fay.
"Tidak apa saya sendiri juga-"
Atasannya menyela, "kau pekerja yang handal, kami tidak ingin kehilanganmu."
"Baik, sir."
"Temui kami sore nanti, di McDonald jalan Cempaka no. 46,"
"Saya akan datang, sir" sambut Fay.
Apakah semua orang membutuhkan seorang partner? dua manusia yang saling melengkapi kekurangan, apakah Fay benar-benar memerlukannya? bahkan ketika dirinya dirasa mampu melakukan segala hal dengan sendiri, lagi-lagi sisi kecil dari jiwanya mengirim pesan kepada otak yang ada di kepala Fay, menimbulkan suara di dalamnya bahwa memiliki partner tidak buruk juga dan setidaknya pekerjaan Fay akan berkurang, dan Fay akan mendapat waktu luang yang banyak untuk menikmati burger dengan isian daging babi setengah matang lalu dengan tanpa sayuran di atasnya.
Fay tidak membutuhkan seorang partner, tapi rasa malasnya memberi pertentangan pada suatu perspektif yang di mana pada kenyataannya ia mampu melakukan pekerjaannya sendiri.
Sore hari itu, tepat pada pukul 15.45 Fay berjalan ke sebuah halte bus dengan menggenggam burger di salah satu tangannya, seraya berjalan, ia memakan burger itu, lalu sesekali meminum segelas coke yang ada di tangan kirinya. Fay duduk di bangku halte, menunggu kedatangan bus tujuannya. Angin sore hari itu cukup kencang, sehingga cukup kuat pula untuk menerbangkan selebaran poster hingga jatuh di hadapan mata Fay.
Fay awalnya tidak berniat memedulikan selebaran poster yang jatuh di hadapan pelupuk matanya, namun dalam sekilas Fay melihat selebaran poster itu mirip dengan poster yang dimiliki wanita yang pernah bertemu dengannya, saat malam kemarin. Alih-alih tak ada wanita yang kemarin malam bertemu dengannya, Fay mengambil selebaran poster yang ada di depannya itu setelah burger yang ada di salah satu tangannya telah lenyap ia makan. Fay tak lagi harus malu jika pada nyatanya ia sedikit tertarik dengan poster milik wanita itu, meskipun rasa ketertarikan itu sedikit adanya, apapun akan dilakukan untuk sebuah rasa penasaran.
Tatkala hendak membaca selebaran poster itu, bus yang Fay tunggu-tunggu datang menepi. Pintu bus lalu terbuka, mempersilahkan Fay untuk segera masuk menaiki bus. Sebelum masuk, Fay melipat selebaran poster itu dan ia simpan di saku jas yang ia kenakan. Fay berniat membaca selebaran poster yang ia temukan tadi saat kelak dirinya sudah duduk di kursi bus itu, namun seketika keinginannya dalam waktu yang cepat langsung memudar setelah Fay melihat lagi wajah dari wanita itu. Oh betapa sempitnya dunia ini, si wanita asuransi kesehatan duduk di kursi penumpang pada bus yang aku naiki, eh.
Jangan lupa vote and add to reading list ya, jikalau lupa ini sudah aku ingatkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE MOOD FOR NOTHING
RomansaFay atau 2046 adalah seorang bounty hunter/pembunuh bayaran yang di mana sisa hidupnya ia abdikan pada sebuah pekerjaan yang menurutnya cocok untuk seorang penyendiri dan malas membuat keputusan. Namun semenjak seorang wanita penjual asuransi keseha...