Di sisi kumuh perkotaan, Fay berjalan sendirian, menghisap rokok dalam-dalam sebab rintik hujan perlahan jatuh mencium permukaan, hingga membuatnya ingin menghabiskan rokoknya dalam seketika. Fay berdiri di depan pintu gerbang kecil indekos pada malam hari itu, indekos yang ada di hadapannya tak begitu luas, hanya terdapat dua lantai dan beberapa kamar saja. Fay memasuki pintu gerbang indekos itu, bola matanya berputar mengamati sekitar, si pemilik indekos sibuk menelpon di beranda halaman indekos yang biasa digunakan para penghuninya untuk menelpon seseorang. Meskipun luasnya tak seberapa, dan juga lokasinya berada di sisi kumuh perkotaan, indekos yang Fay tinggali cukup layak untuk dijadikan tempat pulang, meski jauh dalam lubuk hatinya ia tak suka dengan Pak Ben yang setiap saat bertengger di depan pintu ruangannya yang jaraknya tak begitu jauh dengan ruangan Fay. Pak Ben seorang pria berumur 50 tahun yang selalu mengucapkan omong kosong perihal kisah hidupnya yang ia anggap begitu indah dijalani sewaktu muda. Pak Ben selalu mengingatkan Ronggur akan satu hal tatkala Ronggur kembali ke indekosnya.
"Hei pria muda! Sesekali kembalilah ke sini dengan membawa seorang perempuan cantik," ucap Pak Ben.
Ronggur diam, sekonyong-konyong membuat dirinya kesal walau tak se kesal saat Pak Ben pertama kalinya mengatakan hal seperti itu.
"Aku bosan mendengarnya, tidakkah Pak tua ini mengatakan hal yang lain saja!" celetuk Ronggur.
Pak Ben tertawa dan menggeleng kepala, sementara Ronggur pergi menaiki tangga di sudut kanannya, dan memasuki ruangannya sembari merebahkan badan di atas kasur kecilnya. Pak Ben mengulang perkataannya itu mungkin disebabkan oleh beberapa alasan.
1. Pak Ben merasa iba dengan wajah suramnya Ronggur setiap kali ia kembali pulang.
2. Adanya ikatan antar sesama pria.
3. Pak Ben tidak ingin melihat generasi barunya menghabiskan masa hidup tanpa seorang pendamping setia, seperti dirinya sendiri.
Fay mengambil bungkus rokok yang ada di meja kerjanya, ia lalu mangambil satu batang rokok dan menyalakannya walau sedang dalam keadaan berbaring. Pria itu seolah tidak memikirkan tentang hari esok, bukan karena tidak memiliki tujuan ataupun harapan, tapi karena ia memang tidak menginginkannya, Fay seorang pemalas, ia tidak mau repot-repot dalam memikirkan sesuatu atau memutuskan sesuatu, ia hanya membiarkan waktu mengalir sebagaimana mestinya, dan di sisi lain Fay senang ada orang selain dirinya yang mau mengatur kehidupannya, ada yang mau membuatkan keputusan untuknya dan ada yang mau menghidupi dirinya. Walau pada akhirnya ia harus sedikit berusaha, setidaknya ia tak perlu berpikir rumit dalam membuat keputusan, dirinya hanya cukup melakukan hal sederhana dengan menekan pelatuk pistolnya, dan karena hal itu Fay dapat bertahan hidup hingga sekarang.
Malam itu, pemilik indekos berteriak dari bawah hingga sampai seisi penghuni indekos mendengarnya.
"Fay! ada telepon untukmu, cepat ke sini!" teriak pemilik indekos itu.
Fay bangkit dari kasurnya, dan berjalan menuruni tangga hingga sampai di sebuah meja di beranda halaman indekos, ia mengambil gagang telepon yang sebelumnya berada di tangan si pemilik indekos, lalu mendekatkan gagang telepon itu di salah satu telinganya. Selagi Fay memegangi teleponnya, Pak Ben memasang tatapan tajam kepadanya, tapi Fay lebih memilih mengabaikannya.
"Kode?" suara berat dari seorang pria keluar dari gagang telepon itu.
"2076," balas Fay.
"Besok akan ada surat, pukul 10.00 pagi, aku nantikan hasil kerjamu, selamat malam 2076."
Fay lalu menutup panggilan telepon itu, sementara pemilik indekos datang menghampirinya dari arah ruangan yang tak jauh dari pintu gerbang.
"Kau sebaiknya perbanyak makan, jangan sampai berat badanmu turun!" ucap pemilik indekos.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE MOOD FOR NOTHING
RomanceFay atau 2046 adalah seorang bounty hunter/pembunuh bayaran yang di mana sisa hidupnya ia abdikan pada sebuah pekerjaan yang menurutnya cocok untuk seorang penyendiri dan malas membuat keputusan. Namun semenjak seorang wanita penjual asuransi keseha...