Teman Jeno Meresahkan

986 130 14
                                    


"jenoooo.. Nguleknya yang bener ih, tuh liat masih ada yang utuh"

"bawel banget sih, gajelas banget main masak masakan.. Mana abis itu dibuang lagi"

"ya masa bunga campur becekan aku makan!"

"jeno, bungkus bungkusin ini aja pake daun pisang kalo gamau ngulek"

Jeno menghela napas lelah, pasalnya sejak setidaknya 2 jam setelah ia bangun dari tidur nyenyaknya, ada sepasang bocah manis dari antah berantah yang menggedor gedor pintu rumahnya. Tidak, hanya yang lebih mungil terlihat antusias menggedor pintu rumahnya sambil meneriaki namanya, sedangkan yang satunya hanya sesekali melakukannya itupun karena atas perintah teman mungilnya.

Jeno tak habis pikir, dirinya yang kini duduk di kelas 1 menengah pertama diseret paksa untuk memenuhi keinginan kurcaci itu -bermain masak masakan- tidak, lebih ke merusak lingkungan sekitar karena bocah bocah itu memakai bahan bahan "masakan" yang dapat merusak pekarangan rumah orang. Sebut saja bunga yang daritadi dipetik renjun secara anarkis dari pekarangan rumah tetangga jeno, ia tidak yakin tetangganya tidak merasa keberatan dengan tangan mungil bocah kelas 6 SD itu yang memetik bunga secara serampangan.

Belum lagi daun pisang yang tumbuh di pekarangan rumahnya, yang atas permintaan renjun untuk diambilkan beberapa helai sebab bocah dengan tinggi se dadanya itu tak mampu menggapai daun pisang yang menjuntai tinggi. Dirinya yang sejak tadi berubah menjadi asisten koki dadakan si mungil hanya bisa menghela napas sesekali sambil menjalankan tugas yang diberikan, sedikit menyalurkan rasa kesal kepada bunga bunga yang ia giling kuat menggunakan ulekan yang berasal dari batu apung yang terhampar di jalanan.

Felix yang melihat jeno yang sedaritadi kena ocehan renjun menjadi tidak tega, ia menawarkan diri untuk menggantikan tugas jeno yang dari awal disuruh untuk menggiling bunga dengan beralih membungkus gilingan bunga tersebut dan memberikan sedikit tanah lembek ke dalam bungkusan daun pisang itu. Entahlah, sahabat mungilnya itu hanya terlalu banyak akal untuk sekedar memikirkan konsep "masakan" ini.


Jeno sesaat merasa bersyukur dengan usulan felix itu. Kini, setelah setidaknya satu setengah jam tangannya pegal menggerus bunga bunga itu dengan batu apung, akhirnya ia bisa terbebas dari itu semua, yah meskipun digantikan dengan tangannya yang terkadang tidak sengaja terkena tanah kotor yang becek. Hatinya sedikit ringan dengan mengerjakan kegiatan mengemas "masakan" ala kurcaci renjun itu. Namun, setelah setengah jam ia melakukan pekerjaan barunya, ia memperhatikan teman temannya yang sedari tadi diam dengan kesibukannya masing masing.

Jeno yang merasa penat itu mengalihkan pandangan ke sekelilingnya. Ada renjun yang tengah mencampur tanah basah dengan sedikit air becekan dan felix yang sibuk mengulek bunga bunga rampasan itu. Huh apa apaan itu? Yang berinisatif memulai permainan malah mendapatkan tugas yang paling ringan, mencampur tanah dengan air becekan. Sedangkan teman sebayanya diberi tugas yang tidak manusiawi, lihat saja tangan kecilnya yang tampak kewalahan menggenggam batu apung yang cukup besar dan dengan penuh tenaga menggerus bunga bunga. Jeno jadi kasihan kepada felix, kenapa sempat sempatnya ia merasa senang dan tidak mempertimbangkan ini?

"renjun, udahan aja dong.. Kasian felix pegel ngulek bunga daritadi"

"huh? Kok jadi felix sih yang ngulek, kan tadi aku nyuruh kamu??"

"capek tau ngulek tuh, emang dikira gampang apa.. Udah ah aku capek, mau main bola aja"

Jeno menepuk nepuk celana depannya kemudian beranjak dari posisinya dan bergegas melangkahkan kakinya dari tkp. Baru beberapa langkah ia beranjak, sayup sayup ia mendengar suara renjun.

"eh eh eh tunggu tunggu, ayo felix bantuin aku mungutin bungkusan pecelnya, ntar kita main jual jualan di lapangan"

Felix yang pada dasarnya memang bocah lugu nan penurut itu pun hanya mengikuti kata kata teman sebayanya. Ia membantu renjun memunguti bungkusan yang diyakini temannya sebagai "pecel" yang sudah jadi itu untuk dibawa ke lapangan bola dekat mereka. Entah kepada siapa ia menjual bungkusan ini nantinya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
                                                                                  

"bomin oper bolanya kesini, kiri kiriiiii"

"sanha awassss jangan sampe lolos"

"kanan kanan kanan kanan"

"sendal gue copot goblok sabar"

"AKHHHHHHHHHHHHH"
















"apasi kaya ga mampu beli bola aja, beli atu atu napa.. Kudu banget diributin ih"

Itu renjun yang sedaritadi sibuk melihat jeno dan teman temannya bermain bola, memasang muka tidak tertarik sambil sesekali mengipasi "masakan" yang kini beralih menjadi "dagangan" nya yang sedari tadi dikerumuni lalat itu. Renjun tidak mengerti mengapa bocah bocah smp itu harus heboh, padahal kan mereka bisa membeli bola masing masing dan tidak perlu memperebutkan satu bola itu ramai ramai.

"ya emang gitu kali ren mainnya, sejak kapan main sepak bola bolanya masing masing" timpal felix yang sedaritadi memperhatikan jeno dan teman temannya itu sambil menyabuti rumput liar di lapangan, efek gabut karena tidak ada yang bisa diajak main selain renjun.

"ketempat yang lain aja yok lix, disini ga ada yang bisa diajak main"

"jenooooo.. Kita udahan nih mainnya, pulang dulu yaaa"

Setelah setengah jam tak melakukan apapun di area pinggir lapangan itu, renjun dan felix memutuskan untuk pulang ke rumah masing masing dengan berpamitan terlebih dahulu kepada jeno. Takut takut kalau teman beda 2 tahunnya itu mencari mereka.

Begitu renjun berbicara setengah teriak ke arah lapangan yang diisi setidaknya 6 orang itu, atensi teman sebaya jeno itu beralih kepada dirinya dan felix.





"nyulik bocah darimana lu? Mana pada cakep cakep lagi.. Abis mungut dari kayangan apa? "

"kalo gue gebet satu kaga napa napa kan jen?"

"gue yang matanya gede deh jen, cakep.. Imut"






















'pyarrrr'

Mata semua orang yang berada di situ beralih kepada salah satu teman jeno. Bungkusan "pecel" renjun tadi kini sukses mendarat di baju baejin teman jeno, membuat baju tersebut bertukar warna menjadi warna coklat yang dihiasi serpihan bunga, tampak meleleh terjun dari bajunya.

"HEH.. KALO PUNYA MULUT ITU DIJAGA YA!  JANGAN NGOMONG SEMBARANGAN, KESIAN NIH TEMEN GUE AMPE MENGEKERET" tunjuk renjun ke arah felix yang menciut, yang kini sedang berdiri di belakang renjun begitu teman jeno melemparkan godaan kepada dirinya.

Renjun lalu bergegas menarik lengan felix untuk segera pergi dari situ. Mengabaikan jeno dan teman teman tidak sopannya itu. Ia sangat mengerti bahwa sahabatnya itu akan langsung takut dan waspada ketika orang yang tak ia kenal menyapa dirinya atau bahkan menggodanya secara terang terangan.

Ia tak mau teman baik dan polosnya itu merasa terancam dengan orang orang yang dianggapnya tidak "baik".





























"buset... Cakep cakep macem maung"

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang