Di Meja Makan

1.2K 143 4
                                    

"ibu"

Taeyong yang sedang disibukkan dengan kegiatan mencuci bajunya segera menoleh begitu mendapati kehadiran anak keduanya di ambang pintu belakang-dapur rumahnya masih dengan seragam putih biru beserta wajah yang lusuh, tengah memperhatikan dirinya yang berkutat dengan papan bilas serta baju baju yang berada di ember besar berwarna hitam itu.

Sang putra yang sedaritadi ditatapnya dengan raut wajah penuh tanda tanya itupun langsung berjongkok, membawa mata besar miliknya mengikuti pergerakan bocah 3 SMP itu. Nampaknya anaknya yang tak bisa dibilang bocah lagi itu ingin curhat kepada dirinya, seperti yang ia biasa lakukan.

Ia menelisik penampilan bocah-yang kali ini tidak seperti hari hari biasa itu, anaknya terlihat lusuh dengan raut wajah yang kuyu dengan bibir yang kering, membuat ia langsung melontarkan pertanyaan kepada bocah yang sedaritadi masih belum mengeluarkan sepatah katapun itu.

"kenapa kamu pulang sekolah jadi keling banget gini?"

"abis dijemur tadi bu, lupa bawa topi"

"kok bisa? biasanya kamu teliti banget masalah perlengkapan sekolah. Lain kali jangan teledor"

"iya bu"

Sambil menyibukkan diri kembali dengan pekerjaannya yang hampir selesai itu, taeyong kembali menginterogasi anaknya dari balik punggungnya.

"terus jadinya kamu di hukum?"

"iya, disuruh beli buku 24 lembar terus nyalin tulisan di papan tulis, mana buku di koperasi mahal lagi 3000"

"jadi kamu ga sarapan tadi di sekolah?"

"mau sarapan apa.. sisanya cuma 2000, jadi tadi cuma jajan doang akunya. Ish tangan aku masih pegel banget nulis sebuku buku"

"ya salah kamu, kenapa ga bawa topi pas hari senin. Hari minggu tuh jangan main aja yang dipikirin, tugas tugas sekolah juga, apalagi atribut sekolah-"

Selanjutnya jeno tak menghiraukan ocehan ibunya. Ia malah menatap kosong punggung sang ibu sementara otaknya melakukan kilas balik terhadap kejadian di pagi tadi saat upacara bendera dilakukan di sekolahnya.

Iya memang salahnya tidak membawa topi...

Lebih dari satu karena tadi pagi kelasnya kedatangan kurcaci renjun yang mencari cari dirinya dengan nafas yang terengah engah, dengan bulir keringat yang kentara mengalir di pelipisnya karena berlarian menuju kelasnya yang berada di lantai 3.

Jeno yang sedang bersiap siap hendak ikut melaksanakan upacara bendera yang diadakan setiap minggu itupun kaget dengan kemunculan bocah tersebut yang ternyata disebabkan oleh dirinya yang lupa membawa topi upacara, salah satu atribut upacara bendera mereka.

"hah...hah.. Jeno ada topi dua ga?"

Jelas saja ia mempunyai salah satu atribut sekolah itu hanya satu buah, selain tak memiliki uang lebih untuk membeli dua topi upacara, untuk apa juga ia memiliki barang tersebut lebih dari satu? Bocah di hadapannya ini selalu saja ceroboh, sudah berkali kali ia peringatkan renjun untuk mempersiapkan barang barang keperluan sekolahnya yang selalu saja berakhir seperti ini.

Tapi apa yang bisa dilakukan oleh budak cinta satu ini kecuali meminjamkan topinya kepada renjun. Lagipula ia merasa kasihan melihat raut wajah penuh harap itu, dengan mata yang bergerak gusar serta alisnya yang hampir bertaut itu ia tidak bisa berkata tidak pada si manis.

"ada"

"YESSS, MINJEM!"

Dan iya, yang terjadi selanjutnya adalah dia yang harus berdiri di tengah tengah lapangan-tidak terlalu tengah sebenarnya bersama beberapa orang tidak disiplin lainnya. Ia sempat merutuki topinya yang dipinjam renjun serta sengatan matahari pagi yang tiada ampun menerpa dirinya. Belum lagi ia sempat merasa optimis pasal topi upacara cadangan yang biasanya sanha-teman sekelasnya itu sewakan kepada siswa siswa ceroboh di hari senin, yang sialnya stok terakhir topi upacara kali itu sudah disewa anak nakal lainnya di 2 menit setelah topi upacaranya berpindah tangan ke renjun.

Dari kejauhan ia melihat renjun-yang tentu saja berada di barisan paling depan memakukan pandangannya pada dirinya sembari melontarkan raut bersalah yang kentara, membuat ia tak bisa berlama lama merutuki bocah tersebut. Serius, sebenarnya ia malu bukan kepalang karena diketahui sebagai siswa yang tak disiplin ditengah tengah gelarnya sebagai siswa berprestasi, sangat kontradiktif.



















"jen, jeno? Denger ibu ga?"

"iya bu denger"

"nah sekarang panggil adik kamu suruh makan siang, ibu mau jemur baju dulu"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"ih bang, itukan ayam punya aku. Sengaja aku sisain tadi biar dapet paha"

"dih, siapa cepet dia dapet. Salahnya cuci tangan aja lama banget"

"ah gamau, siniin!  IBU ABANG JENO RESE BANGET NGEREBUT NGEREBUT PUNYA ORANG"

"dih ngaduan, udah gede ngaduan"

"ya berantem terosss.. Perkara ayam aja ribut, ntar ibu ambil semua lauknya biar kalian makan pake garem aja"

Taeyong yang sedari menjemur pakaian di halaman belakang rumahnya itu mendengar suara bising dari kedua anaknya yang senang sekali adu mulut. Dirinya hanya menghela nafas jengah karena sudah terbiasa dengan tingkah laku anak keduanya yang memang usil sekali kepada adik bungsunya, dan begitu ia memasuki dapur sekaligus ruang makan, ia mendapati kedua anaknya tengah memperebutkan 1 potongan ayam yang jelas jelas masih tersisa banyak di meja makan itu.

"ini bu abang, udah aku sisain tadi paha buat aku malah diambil sama dia"

"lah salahnya ga ngomong ngomong kalo itu punya kamu"

"ya abang lah nanya dulu itu punya siapa"

"ya aku gamau tau, pokoknya yang ambil duluan itu yang punya"

"mana bisa gitudong!! Tetep aja itu punya a-"

"JENOOOOO SAMUELLLLL"

Sudah terlalu lama bagi ibu dari 3 anak itu memendam emosinya atas kelakuan kedua putranya yang suka sekali adu mulut, belum lagi ia sangat tidak suka ketika hal ini terjadi di meja makan di depan lauk pauk dimana seharusnya itu adalah sumber rezeki malah dijadikan bahan masalah bagi kedua anaknya.

Jadilah ia naik pitam oleh tingkah keduanya, dengan sedikit gebrakan di meja makan itu kedua anaknya langsung menyudahi acara adu mulutnya yang kini digantikan dengan tatapan takut yang mereka lontarkan kepada sang ibu -yang saat ini terlihat menakutkan dengan mata besarnya yang mendelik sebal serta kedua alisnya yang bertaut menandakan bahwa acara ceramah cuma-cuma dari sang ibu akan segera dimulai.

"kalian itu ya! Didepan makanan malah ribut!"

Jeno dan samuel hanya bisa diam mendengar suara sang ibu yang mulai meninggi.

"Ini lagi! Jeno, udah jadi abang bukannya ngalah sama adeknya, itukan lauk masih banyak, kenapa berantem??"

Keduanya masih diam menunduk sambil mendengarkan ocehan sang ibu, dan selang tak beberapa lama dari situ helaan nafas sang ibu masuk ke rungu keduanya, membuat kedua kakak adik itu serempak menolehkan pandangannya kepada sang ibu.

"dah lanjut makan sana, males ibu marah marah terus. Ntar cepet tua"

Kemudian ketiganya makan dengan tenang, yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan piring yang beradu karena baik jeno dan samuel masih merasa bersalah kepada ibunya membuat mereka canggung untuk memulai obrolan kecil yang biasanya mereka bagi di meja makan.

"untuk saat ini jajan sekolah lima ribu dulu ya. Soalnya penghasilan bapak cuma dari ternak aja sekarang, ibu minta maaf. Kalian yang sabar dulu ya"

"iya bu gapapa"

"spp masih bisa dibayar kan bu?"

Taeyong menoleh ke arah samuel. Anak bungsunya itu bertanya perihal biaya sekolah. Sembari meletakkan lauk sayur di masing-masing piring anaknya itu ia menjawab

"masih, kalo urusan sekolah ibu sama bapak udah nyisihin duit. Yang penting kalian sekolah yang bener, jangan males malesan"

"iya bu"

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang