Empat Puluh Enam

1K 195 2
                                    

Author's POV

Suara-suara didalam kepala Addo mewakili semua suara yang tiba-tiba tersumbat di kerongkongannya.

"Dia bilang apa?"

"Tidak, tidak mungkin, itu mustahil!"

"Maksudku, sangat mustahil!"

Tidak ada yang bisa Addo jelaskan soal perasaannya kecuali semua hal didalam dirinya serasa berhenti. Sosok hantu remaja dihadapannya tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai ayahnya, orang yang selalu menjadi pertanyaan Addo selama bertahun-tahun. Sekarang dia disini, bersamanga, dalam wujud yang halus. Hanya roh.

Dia disini, suara didalam kepala Addo berfokus pada bagian itu dan terus berputar berulang-ulang mengatakannya. Dia disini.

Addo jelas tidak pernah membayangkan suatu hari ayahnya akan muncul dalam wujud hantu.

Mata Addo berkedip berulang-ulang, sebagian dari akal sehatnya mengatakan mungkin dia salah lihat akibat kelelahan dan bayangan itu bisa hilang seketika. Mungkin dia hanya mimpi, berhalusinasi atau apa. Tapi bayangan Greyson tetap disana, tetap tidak bergerak, tetap memandang Addo. Cara dia memandang Addo juga berbeda. Dia tidak memperlihatkan ingin berbuat jahat padanya, tidak ada tatapan menyeramkan apapun seperti selayaknya gambaran hantu di film-film. Melainkan sebaliknya, Greyson menatap Addo lembut, hal yang paling tidak mungkin dilakukan oleh sesosok hantu, kecuali... kecuali itu memang benar.

Akhirnya Addo mulai percaya kalau matanya tidak menipunya. Tapi yang lebih penting adalah Addo mulai percaya bahwa hal ini benar-benar terjadi!

"Aku bisa menceritakan kenapa," kata Greyson sebelum putranya sempat terpikir untuk mengatakan sesuatu. "Memang itu tujuanku muncul di hadapanmu."

Addo mencoba untuk membuka mulut, mengeluarkan sesuatu. Tapi semua perasaan bahagia yang membanjirinya seketika mengganjal tenggorokannya, sekali lagi menenggelamkan semua kata-kata yang ingin ia katakan.

Itu ayahku! Addo belum pernah merasa segembira ini diseumur hidupnya!

Reflek dia berlari dari tempat tidur dan menghambur untuk memeluk soaok ayahnya. Addo merasa seperti memeluk sesuatu yang empuk, meski kepalanya agak menembus sedikit ke dalam tubuh Greyson. Ini pertama kalinya Addo bisa memeluknya.

"Lepas!"

Diluar dugaannya, tubuhnya justru terdorong mundur, namun tak sampai jatuh karena beruntung kakinya reflek tertekuk sehingga berhasil mengerem. Iris hazel Addo menatap sosok Greyson nanar dan terluka. Sekali lagi suara-suara kebingungan berseru didalam benaknya. Ayahnya menolak dipeluk olehnya? Kenapa?

Detik itu juga hatinya hancur diremas oleh kekecewaan yang teramat sangat.

"Aku datang kemari untuk memberitahumu sesuatu—hanya memberitahumu sesuatu yang penting, mengerti?"

"KAU TIDAK MENGERTI BETAPA AKU INGIN BERTEMU DENGANMU!" jerit Addo emosi dan menahan air matanya yang berkumpul. "Persetan dengan apa yang ingin kau beritahu! Sekarang aku tidak ingin menemuimu!"

"Addo tunggu—" Greyson mulai bergerak maju. Addo tidak berpikir dua kali saat mengeluarkan kalung salib yang selalu ia pakai dibalik kaus dan mengacungkannya ke depan, membuat hantu tersebut langsung mundur.

"Pergi! Aku tidak peduli kalau kau adalah ayahku. Pergi! Aku tidak ingin melihatmu!"

"Addo, aku benar-benar minta maaf! Aku hanya..."

"AKU BILANG PERGI!"

"Addo!" pintu kamarnya tiba-tiba menjeblak terbuka dan masuklah Pat bersama Hugo. Pat langsung menarik Addo kepelukannya, sedangkan Hugo menyalakan lampu, membuat suasana kamar dari gelap gulita menjadi terang benderang.

"Addo, kau kenapa, Sayang?" tanya Pat, raut wajahnya dipenuhi kepanikan. Addo menangis namun menggelengkan kepalanya. Perasaan kecewa masih meremas hatinya, mendorong air mata tumpah ruah tak tertahankan. Buat apa ayahnya memperlihatkan diri kalau dia pada akhirnya mendorongnya pergi? Addo membencinya, sangat membencinya!

Dia tidak menjawab desakan pertanyaan lain dari ibunya, membalas pelukannya pun tidak. Sebentar-sebentar Addo ingin pergi darisana, tapi kala itu dia merasa benar-benar lemah dan kecil, sehingga tubuhnya tidak melakukan apa-apa untuk menampik pelukan ibunya. Untuk pertama kalinya juga dia menangis didepan ibunya dan Paman Hugo-nya. Tidak satupun dari orang dewasa itu ada yang berkomentar, Addo hanya mendengar suara sesenggukannya sendiri. Tangan Pat yang membelai lembut dari kepala hingga punggungnya sama sekali tidak membantu mengurangi kekecewaannya.

"Grey—"

Kembali leher Addo tertegak, begitu pula ibuny. Paman Hugo-nya yang baru saja berbicara. Arah pandangannya tertuju ke jendela kamar

"Apa—" Pat juga terpaku ke arah yang sama, nyaris tanpa sadar melepaskan pelukannya pada putranya. Addo mengusap air matanya dan ikut memerhatikan ke jendela, namun tak ada apapun yang ia lihat. Disana kosong. Kaca jendela terbuka setengah dan tirainya masih terikat di sisi kanannya. Addo mendapati Hugo dalam keadaan terkejut, sementara ibunya justru tampak berang. Pat berjalan dengan langkah besar menuju jendela dan orang yang tidak mengerti situasi akan menghakiminya sebab dia kini memaki jendela kosong!

"Sebenarnya apa lagi maumu?! Sekarang kau memperlihatkan diri didepannya! Kenapa kau selalu saja gegabah?!"

Addo diam, begitu juga Hugo. Namun tak lama kemudian pria itu ikut bergerak maju, mensejajari posisinya dengan Pat dan juga berbicara ke jendela. Menurut Addo ayahnya pasti masih disana, hanya bisa dilihat oleh mereka berdua saja.

Lalu, keadaan berubah drastis begitu saja. Hugo tidak mengatakan apa-apa, begitu halnya Pat. Mereka diam seribu bahasa, dan Addo tidak punya ide sama sekali akan apa yang sedang terjadi disana.

Dia melihat bagaimana mereka berdua saling bertukar pandang syok. []

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang