Tiga Puluh Tiga

1.8K 216 17
                                    

Author's POV

"Pergilah duluan ke dalam, nanti Mama menyusul." Addo menurut lalu pergi lebih dulu dari garasi. Pat keluar dari mobil beberapa saat kemudian, masih tak melepaskan pandangan dari Greyson yang ada didepannya. Lehernya tiba-tiba serasa tercekat karena syok. Kenapa dia bisa ada disini? batinnya bertanya-tanya.

"Kau... Bukannya kau harusnya sudah..."

"Kenapa kau kaget, huh? Ini bukan kali pertama kau melihatku, kan?"

Pat menghela napas lumayan keras. "Aku serius."

"Aku juga."

Kali ini senyum Pat mengembang, bersamaan dengan senyum Greyson. "Aku merindukanmu," katanya lebih dulu.

"Begitupun aku."

Mereka saling mendekati satu sama lain lalu berhenti dalam jarak kurang lebih satu langkah. Greyson melingkarkan tangannya disekitar pinggang Pat, seolah-olah memeluk padahal tidak menyentuh sama sekali. Pat menyilangkan kedua tangan didepan dada. "Kemana saja kau selama ini?" tanyanya.

"Tidak kemana-mana."

"Bohong. Ceritakan semuanya."

Greyson mengatupkan bibirnya, menatap Pat ragu-ragu. "Sebenarnya itu memalukan, Sayang."

"Maksudmu?" Pat mengerutkan kening.

Greyson mendekatkan wajahnya lagi. Seandainya bisa, Pat ingin balas memeluknya erat, membenamkan wajah di dadanya yang bidang atau di hanya meletakkannya di pundaknya. Tapi Pat tidak mau merasa sakit karena menyentuhnya, begitupun dia. Kelihatannya saja Greyson itu 'ringan' dan 'mudah ditembus', padahal kalau kau mencoba 'melewatinya' rasanya seperti kau menabrak gumpalan awan lengket dan entah bagaimana memberikan rasa sakit di kulitmu.

"Aku lupa dengan janjiku sendiri, bukankah itu memalukan?" aku Greyson, membuyarkan lamunan Pat atas penampilannya. Biarpun hantu, bagi Pat dia masih tetap tampan.

"Janji..." Pat berpikir sejenak. "Oh, aku ingat. Janji ketika Addo baru lahir?"

Greyson mengangguk. "Iya, yang itu." lalu dia menarik diri menjauh. "Anak nakal yang beruntung, hmm."

"Biarpun begitu dia juga anakmu." Pat terkekeh, ingin sekali mencolek hidung Greyson tapi terpaksa menahan diri lagi. "Jadi kau diusir dari surga?"

"Belum sampai di surga, sebenarnya," Greyson memasang ekspresi datar. "Baru sampai di pintu gerbangnya dan aku ditanyain oleh—"

"Stop! Aku takut mendengarnya. Aku jadi memikirkan kematianku sendiri."

"Tidak seburuk itu," Greyson tersenyum meyakinkannya. "Kau tahu? Kenapa kau dan Addo tidak meninggal juga agar kita bisa bahagia bertiga? Percaya padaku, kematian tidak semengerikan yang kau kira."

Pat hanya menanggapi dengan memberikan Greyson tatapan berarti 'oh yang benar saja', lalu terkekeh pelan. Dia sudah tidak terkejut lagi mendengar kalimat seperti itu, karena Greyson sudah lumayan sering mengatakannya. 'Kematian tidak mengerikan'. Pat berpikir antara itu memang kenyataannya atau itu cuma semacam slogan bagi para hantu.

"Ngomong-ngomong... Jadi... Uh... Jadi aku diterima kembali?" Greyson bertanya dengan ekspresi penuh harap. "Maafkan aku, Pat. Aku gegabah, aku... aku benar-benar minta maaf."

Siapa juga yang mau membiarkanmu pergi? batin Pat senang, namun yang ia katakan adalah, "Aku juga minta maaf, Greyson."

Senyum serta merta terulas di wajah Greyson. "I love you, Patricia."

"I love you too, Greyson."

"Asik! Senangnya kembali ke rumah!" tiba-tiba Greyson bertindak seperti hantu anak-anak, mengangkat kedua tangan di udara dan berseru riang. Pat hanya tertawa menyaksikannya. Greyson memang terkadang menyebalkan baginya, dilain waktu juga datang membawa masalah, tapi ia juga bisa jadi sosok yang lucu dan membuat Pat tersenyum atau tertawa lepas. Pat tidak mengerti sampai detik ini bagaimana Greyson bisa melengkapinya... malah bahkan selalu melengkapinya. Dia memang tidak mengerti, tapi dia tidak ingin Greyson berhenti membuatnya merasa seperti sekarang; lengkap dan bahagia.

Pat mengambil tas kerjanya dari jok lalu menutup pintu mobil. Didalam otaknya masih berputar-putar persoalan dengan janji yang dibuat oleh Greyson. Dia menghela napas. Waktu Greyson hanya tiga tahun lagi, sebab Addo sudah lima belas tahun. Benar, cuma tersisa tiga tahun lagi. Itu bukan waktu yang lama. Apa yang akan terjadi nanti dalam tiga tahun kedepan? Apakah itu hal yang baik yang akan datang? Pat berharap demikian. Tapi dilain sisi tidak menutup kemungkinan malah sebaliknya, hal buruk yang akan datang, iya kan? Pat sama sekali tidak punya bayangan atau petunjuk dan dia terlalu capek untuk memikirkannya sekarang. Maka dia kembali berpaling ke Greyson.

"Hei, mau sampai kapan menari-nari seperti itu? Ayo masuk! Nanti kau kehabisan McDonalds."

"Sial. Kau tahu aku tidak pernah makan lagi setelah mati."

Jawabannya lagi-lagi membuat Pat tertawa. "Maaf, maaf! Tapi yang tadi itu aku benar-benar lupa. Ya sudahlah, kau mau masuk tidak?"

"Tentu, lah!" Greyson berdiri disamping Pat sebelum mendekatkan wajahnya hingga benar-benar dekat ke pipinya, seperti menciumnya. "You're mine." Kalimatnya mengirim rasa merinding di tengkuk sampai punggung Pat.

"I'm still yours," sahut Pat, tidak sadar pipinya merona merah.

"Oh iya," Greyson tiba-tiba kembali tampak serius. "Ngomong-ngomong, kau jangan terlalu dekat dengan Hugo."

"Eh? Kenapa?"

"Dia tidak sebaik kelihatannya, Pat. Percaya padaku." Belum sempat Pat mencerna maksud dari perkataannya, Greyson sudah menghilang lebih dulu. "Sial. Greyson?!"

Pat ditinggal sendirian di garasi.

Hugo? pikirnya lagi, masih bingung. Dia bertanya-tanya kenapa hari ini ada banyak hal aneh berkaitan tentang Hugo? Dia tetangga yang baik, walaupun tadi pagi kelakuannya aneh, memang. Lelaki itu, Pat mengakui, punya beberapa hal yang memang mengingatkannya dengan sosok Greyson—terutama wajah. Tapi tadi cara Greyson 'memperingatkannya' seolah-olah Hugo adalah orang yang sebenarnya jahat.

Darimana Greyson tahu tentang Hugo? Pat baru menyadarinya sesaat berikutnya. Memangnya kapan mereka pernah bertemu? Lagipula setahu Pat, Greyson hanya menunjukkan diri kepadanya, tidak pernah pada orang lain.

Dia menghela napas panjang dan lelah, menyingkirkan semua pemikirannya karena semakin lama dipikirkan, Pat malah merasa berputar-putar di tempat tanpa jawaban jelas. Perutnya lapar serta badannya berkeringat. Ditambah garasi bukan tempat paling nyaman untuk berpikir dalam-dalam soal sebuah masalah. Setelah memastikan pintu mobil terkunci, Pat masuk ke dalam rumah. Dipikirnya Greyson mungkin mengatakan hal itu karena cemburu gara-gara Hugo sering mampir ke rumah. []

A/N: Jadiiii Father For Addo UDAH ADA buku keduanya : "Home Sweet Home" (cie) Covernya udah gue rilis juga liat di multimed. Ya covernya jelek, gue tau-_- Gue udah bilang kalo gue ini paling nggak bisa sama urusan edit mengedit. (p.s after edited: HSH udah ganti cover lho ya wkwkw)

Biar kalian gak salah sangka juga tentang buku ini, gue bakal terus ingetin kalau Home Sweet Home BUKAN sekuelnya Father For Addo.

Karena dua cerita itu tokohnya sama, beberapa kejadiannya sama, tapi sebenernya mereka 2 buku yang terpisah. Greysonnya aja hidup dan Addo punya adik. Jadi Home Sweet Home adalah versi lain dari Father For Addo.

So as always, if you like this chapter, let me know by your vote/comment thank you ;)

-kiki x

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang