Author's POV
"Aku benar-benar minta maaf," ulang Hugo lagi. Sebenarnya dia dilanda perasaan tidak enak yang besar, namun dia lebih tidak mau untuk berbohong. Mereka berdua saling menatap ke dalam mata satu sama lain, sama-sama saling mencari perasaan satu sama lain.
Dan untuk beberapa saat yang singkat, Pat merasa hatinya retak. Sedikit. Tapi tetap saja retak.
"Uh.. aku... aku mengerti." katanya pelan, memunculkan semburat kelegaan di wajah Hugo. Keretakan dihatinya kini bertambah dengan perasaan ngilu. "Aku rasa kita juga tidak mungkin menikah kalau bukan kehendak kita sendiri." Senyum kecil tetap dipaksa terulas di wajah Pat.
"Aku senang kau mengerti maksudku," Hugo tersenyum juga. Tangannya meraih dua buku menu di bagian tengah meja, lalu memberikan satu ke Pat. Mereka memesan makanan, dan menghabiskan waktu dengan mengobrol. Sayangnya Hugo sama sekali tidak tahu kalau teman makannya itu sama sekali tidak menikmati pesanan makan malamnya.
Pat tidak mengerti. Dia masih mencintai Greyson, namun dia juga nyaman bersama Hugo. Dan dia merasa sedang berada di tengah-tengah dari pemikiran kedua pria tersebut. Disatu sisi dia setuju akan pemikiran Greyson mengenai masa depan Addo. Anaknya tetap membutuhkan seorang ayah. Meskipun Pat bisa mengurus Addo seorang diri, tetap ada kalanya Pat mengkhawatirkan masalah Addo yang tumbuh besar tanpa binaan dari pria dewasa. Tidak sulit bagi Pat memahami maksud Greyson karena dia adalah ibu kandung Addo.
Dilain sisi, dia tidak bisa mengenali perasaannya ke Hugo. Mungkin pria itu benar dengan mengaku tidak mencintainya. Pat juga takut kalau perasaan nyamannya ke Madeon hanyalah sesaat lalu berubah, tidak selayaknya perasaannya ke Greyson.
Jadi aku harus mengikuti yang mana? Pat bertanya pada dirinya sendiri, sama sekali tidak bisa menemukan jawaban yang paling benar. Dia tidak bisa memutuskan segampang membalikkan telapak tangannya. Alhasil, dia memilih berusaha melupakannya. Paling tidak, hingga jam makan malamnya selesai.
Pukul setengah sembilan, mereka berjalan keluar restoran.
"Kau tidak bawa mobil?" tanya Hugo. Kalau dirinya sendiri jelas bepergian kemana-mana dengan taksi atau bus. Hugo hanya punya mobil pribadi di rumahnya di Nantes, Prancis.
"Tidak. Tadi aku lihat tangki bensinnya lagi sedikit."
"Biar kupanggilkan taksi, oke?"
"Tidak, tidak perlu," Pat menolak dengan lembut. "Aku lebih suka jalan kaki."
"Tapi ini sudah malam," Hugo mengingatkan. Pat menggeleng, bersikeras. "Aku ingin jalan-jalan."
"Hh, baiklah," lelaki itu menyerah. "Sampai di halte depan saja, oke?"
Pat mengangguk pelan tanda setuju lalu mereka berdua mulai berjalan berdampingan. Tidak ada percakapan sama sekali. Hanya berjalan. Tangan Pat mendekap tasnya didepan, sedangkan tangan Hugo masuk ke dalam kantong jaket kain panjangnya. Mereka tenggelam dalam isi pikiran masing-masing.
Ini bukan mereka berdua yang biasanya. Sebelum-sebelumnya, mereka selalu bercanda dan tak putus-putus mengobrol. Namun sekarang, untuk membuka mulut saja tak satupun dari mereka ada yang ingin melakukannya dengan senang hati.
Pat lanjut memikirkan hal yang sama ia pikirkan sedari di restoran. Hugo memikirkan sesuatu yang salah dengan dirinya...
Dia sadar, di selama hidupnya, dia sama sekali tidak pernah mencintai orang. Hanya sekedar suka lalu melupakannya. Dia tidak pernah mengalami yang namanya tergila-gila pada satu orang. Maka dari itu dia heran dengan Addo yang susah move on dari Alice.
Diam-diam diliriknya Pat. Wanita itu berjalan dengan posisi kepala tertunduk. Bagi Hugo, Pat adalah wanita yang baik, hanya saja nasibnya sial karena terkukung dalam situasi sulit. Terbersit perasaan simpati dari Hugo mengingat bagaimana Pat yang dijebak dan terjebak dalam masa lalu pahitnya hingga saat ini. Dijebak dalam artian bukan dirinya yang menginginkan Greyson meninggal, tapi keluarganya memberi kesan bahwa itu adalah salahnya. Sedangkan terjebak maksudnya sebagai efek dari 'dijebak' tadi. Orang-orang selalu mengungkit hal itu padanya, padahal Pat berjuang mati-matian sendiri dan berhasil membesarkan Addo. Keluarganya masih belum bisa menerima masa lalu dirinya dan Greyson.
KAMU SEDANG MEMBACA
Father For Addo -g.c (Addo Series #1)
Ficción General# Book 1 in Addo Chance Series # Addo Grey Chance adalah anak yatim. Dia sudah tidak memiliki ayah sedari kecil. Hanya ibunya yang membesarkannya seorang diri, dan kini Addo sudah berumur 15 tahun, menetap di Edmond, Oklahoma. Tapi bagaimana kal...