Tiga Belas

2.2K 246 28
                                    

Author's POV

"Good night, Addo. Sweetdreams." Pat mematikan lampu kamarnya lalu keluar. Tanpa ia duga, seseorang telah menunggunya.

"Pat."

Spontan dia menoleh. "Oh Greyson."

"Yang tadi itu siapa?"

Pertanyaan tersebut membuat Pat mengernyit bingung. "Tadi? Aku mengucapkan selamat malam pada Addo. Lalu?"

"Bukan itu. Kalau itu aku tahu."

"Jadi siapa?" Pat menatapnya bingung.

"Yang kau ajak bicara tadi sore didepan rumah."

Pat memberi "ooohh" panjang. "Kenapa? Dia hanya etangga baru." jawabnya seraya berjalan ke kamarnya sendiri. Greyson masih tidak menyahut melainkan hanya menatap istrinya lurus-lurus. Perlu waktu hingga Pat mengerti apa yang terjadi...

"Ups, sepertinya ada yang cemburu." Godanya sambil meliriknya. Sesuai dugaannya, Greyson langsung membuang muka. "Kenapa, Greyson?"

"Jangan melihatku begitu."

"Psh.." Tawa Pat langsung meledak. Dia duduk di kursi kecil depan meja berhiasnya, tertawa begitu kencang sampai harus menyangga perutnya dengan tangan. Sedangkan tangannya yang satu lagi menutup mulutnya. Greyson terang-terangan menyerah kalah, tidak tahu bagaimana harus menaggapi tawa terbahak-bahak yang menjadikannya merasa luar biasa canggung.

"Astaga Greyson. Kau hantu dan masih bisa cemburu?"

"Selalu kan? Daridulu kalau sudah urusan mengejekku memang kau adalah orang yang paling menyebalkan diantara semuanya." Greyson bersidekap. Pat menarik napas, berusaha menghentikan sisa-sisa tawanya.

"Oke, oke, maaf. Iya aku mungkin menyebalkan, tapi anehnya kau tidak pernah bisa marah padaku lama-lama."

Greyson mengangkat kedua tangannya ke udara, lalu mendesah frustasi. "Ya, dan ya. Sigh. Kau selalu benar, Patricia."

Termasuk juga ejekan kalau Greyson cemburu. Ya itu benar. Dia cemburu pada tetangga baru yang tadi sore membuat Pat tersenyum dan tertawa.

"Temani aku berkemas ya?" pinta Pat seraya beranjak dari duduknya menuju lemari pakaian kayu yang berdiri disamping tempat tidur. Dibukanya kedua pintu lemari lebar.

"Berkemas? Tunggu, memangnya kamu mau kemana?"

"Kau lupa? Ke pesta pernikahan Alexa, Sabtu ini. Rencananya besok sore kita berangkat." jelasnya sambil sibuk mencari-cari sesuatu.

"Kalian akan menginap di rumahku?" Greyson makin terkejut. Pat malah mendengus.

"Sudah kubilang bukan 'kalian', tapi 'kita'! Kita bertiga akan kesana, Greyson Chance. Ngomong-ngomong koperku dimana ya?" dia menutup lemari, lalu mengecek di sudut kamar. Greyson membantunya mencari dan ia lebih beruntung karena sesaat kemudian melihat koper Pat ternyata disimpan diatas lemari.

"Sini," dia mengarahkan tangan ke arah koper dan dengan sedikit sentakan, benda itu melayang. Dibawanya koper turun ke tempat tidur. Pat tersenyum. "Ya ampun disana dia rupanya. Hihi, thanks sweetheart."

"Sama-sama, babe."

Pipi Pat merona. "Babe? Mm, kau tahu? Aku merindukan panggilan itu darimu. Dulu kita menggunakannya ketika masih pacaran."

"Haha iya, aku juga merindukannya." lanjut Greyson, membalas senyumannya dengan senyum sedih. "Aku merindukan semua hal yang kita punya dulu."

"Percayalah kau tidak satu-satunya," Pat kembali dengan beberapa potong baju, rok serta celana panjang. Dia meletakkan semuanya di atas tempat tidur, memilih-milih lagi pakaian mana saja untuk dimasukkan ke dalam koper. Greyson 'duduk' di pinggir tempat tidur, memperhatikannya. Sesuatu mengganggu pikirannya.

"Kau yakin mau menginap di rumah keluargaku?" Tanyanya lagi setelah sekian lama. "Dengan Addo?"

"Iya. Memangnya apa yang salah dengan itu?" kata Pat. Menurut Greyson sendiri jawabannya nyaris diucapkan seketika, terlalu cepat, dan biasanya orang yang menjawab dengan cara seperti iu adalah orang yang sebenarnya tidak yakin dengan jawaban mereka.

"Yah... aku hanya cemas saja.. Bagaimana seandainya disana mereka mencelakakanmu? Atau yang paling buruk, mereka mencelakakan Addo?" Greyson sengaja mengalihkan pandang setelah melihat Pat beranjak dan mengambil pakaian dalamnya.

"Sejujurnya aku juga mengkhawatirkan soal itu," aku Pat. "Tapi aku kasihan pada Lisa. Addo juga cucunya, menurutku tidak baik membiarkan seorang nenek jauh dari cucunya. Apalagi Addo cucu pertamanya."

"Terakhir kali kita membicarakan ini kau memeluk bantal dan menangis keras-keras." Greyson mengingatkan, masih tidak menoleh balik melainkan menatap lurus ke depan.

"Memang ada dua sisi bertolak belakang dari Patricia Teresa Chance," Pat hampir tertawa sendiri saat mengatakan hal itu, dia bahkan telah menutup mulutnya dengan tangan. "Oke, tapi sekarang aku serius. Kejadian itu sudah lama, berapa? Lima belas tahun yang lalu! Tidak ada salahnya memberi keluarga kita kesempatan sekali lagi. Mungkin setelah lima belas tahun berlalu, pikiran semua orang akan berubah."

Sebelum dirinya sendiri atau Greyson bisa mencegah, Pat lanjut memaparkan begitu banyak argumentasi yang mendukung keputusannya. Dari kelihatannya Pat bisa mengucapkan setiap kalimatnya dengan yakin, tapi kalau Greyson membaca kata hatinya, sebenarnya dia ragu untuk pergi. Sayangnya dia... dia terlalu baik, seperti biasanya. Disisi lain Pat memang tidak tega 'mengisolasi' Addo dari Lisa. Akal pikiran sehatnya selalu jalan, sering juga berjalan dengan cara yang bertentangan. Jika Greyson adalah Pat, dia pasti sudah lama pindah keluar negeri dan tidak pernah mengabari siapapun dari keluarganya, tapi sayang Patricia adalah Patricia. Mungkin hanya dia, satu-satunya orang yang tetap memberi kesempatan kedua meski telah terlibat sebuah masalah yang kategori sulit untuk "dibicarakan baik-baik".

Intinya Greyson sengaja tidak berkomentar.

"... intinya—oh mungkin daritadi aku berputar-putar di tempat membicarakan masalah ini—Addo juga anakmu Grey. Dia memakai nama belakang Chance, jadi.."

"Jadi dia cucu ibuku. Oke fine. Kalau yang itu aku sudah mengerti. Tapi kau tidak bisa mengontrol saudara-saudaraku yang lain. Mereka mengetahuinya juga, Patricia my babe."

Pat tidak menyahut. Oh tidak, apa dia tersinggung?

"Karena karena itulah aku ingin kau ikut dengan kami. Please, Greyson." []

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang