Dyah

34.2K 269 7
                                    

Disclaimer!!!
Buat kalian yang baca tolong jangan jadi silent reader ya. Drop apapun entah komen atau vote untuk menghargai & menambah motivasi penulis. Thank u. Happy reading!
.

.

.

.

.

"Maaf kan aku Dinda, aku harus pergi keluar kadipaten. Sedang ada urusan. Tolong jaga kandunganmu dengan baik. Aku akan segera pulang". Ucap Prabu Jaya kepada Dyah, permaisurinya.

"Tidak apa-apa Kanda, fokus saja terhadap urusan kerajaan. Aku akan menjaga anak kita dengan baik." Jawab Dyah kepada suaminya.

"Terimakasih Dinda, aku berangkat"

Jaya kemudian mengelus dan mengecup pelan pada perut buncit istrinya tidak lupa juga membubuhkan satu kecupan hangat di kening permaisurinya itu. Dyah yang diperlakukan seperti itu tersenyum, merasakan perlakuan manis yang dilakukan oleh suaminya. Meskipun saat ini sebenarnya ia juga khawatir kalau bayinya akan lahir sebelum suaminya pulang.

Ya, Dyah Parabinta, wanita cantik yang dipersunting Prabu Jaya Wijaya itu kini tengah mengandung. Usia kehamilannya sudah menginjak 9 bulan. Tabib istana yang biasa memeriksanya memperkirakan bahwa bayinya akan segera lahir. Pagi ini ada jadwal kunjungan tabib yang memeriksa kandungannya. Seperti biasa ia mengganti pakaiannya menjadi kemben yang tidak tertutup oleh baju untuk memudahkan dalam pemeriksaan sekaligus memudahkan tabib untuk melakukan pemijatan perut yang bertujuan agar lancar dalam proses persalinan.

"Berbaringlah permaisuri, aku akan memeriksamu sebentar" Ucap sang tabib

Permaisuri Dyah hanya mengangguk dan segera berbaring di tempat tidurnya.

Tabib menekan-nekan sambil meraba perut permaisuri Dyah dengan pelan. Ia mengatakan bahwa posisi bayinys sudah berada di bawah, dan mungkin 1 atau 2 hari lagi bayi itu akan lahir.

Permaisuri Dyah hanya mengangguk mendengarkan penurutan Tabib. Setelah pemeriksaan berlalu, tibalah saatnya untuk pemijatan perut untuk memperlancar persalinan. Permaisuri Dyah mengambil posisi yang nyaman dan Tabib pun mulai mengurut perut permaisuri pelan. Dimulai dari perut bagian kemudian dilanjutkan pemijatan dengan gerakan memutar, sesekali ditekan menuju ke bawah.

"Ahh, pelan saja, Nyi"

"Baik Baginda Ratu"

Pemijatan pun selesai. Tabib pamit undur diri dari istana dan ijin untuk pulang. Sebenarnya, Nyi Ratri adalah tabib tetap di istana. Akan tetapi ia menolak untuk tinggal di istana karena warga desa masih banyak yang membutuhkannya. Sehingga ia hanya pergi ke istana saat ada panggilan saja.

Permaisuri bergegas turun dari ranjang. Ia berjalan tertatih mengambil baju untuk menutupi tubuhnya yang sedari tadi hanya memakai kemben. Ia berjalan pelan sambil memegangi perut bagian bawahnya yang kian hari kian terasa berat.

"Sshh.." sesekali ia merintih.

Ia berkata dalam hati, berharap suaminya akan pulang dan bisa menemaninya saat melahirkan nanti. Akan tetapi sepertinya harapan itu hanyalah bayangan semu. Bahkan sampai hari ini pun tidak ada kabar apapun mengenai Raja Jaya, suaminya itu.

"Aah sudahlah, lebih baik aku merajut daripada terus menerus memikirkan Raja." Ucap Permaisuri Dyah dalam hati.

"Sabar ya sayang, kalaupun ayahandamu tidak bisa menyambut kelahiranmu, kamu harus yakin bahwa kami sangat menunggu kedatanganmu." Ucapnya tersenyum sambil mengusap perut.

Permaisuri memang hobi membuat rajutan, ia biasa merajut dan kemudian melelang rajutannya untuk kemudian disumbangkan kepada rakyat miskin. Di sela-sela kegiatannya merajut, tiba-tiba saja bayi yang ada di kandungannya menendang. Sontak Permaisuri Dyah terkejut dan meringis.

Giving Birth Stories (Jadul Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang