Chapter 6

59 25 10
                                    

Dipanggung, kini sudah ada Azriel yang berperan sebagai ibu tiri dan Rendra sebagai cermin ajaib yang memegang bingkainya sendiri. Seluruh tubuh Rendra berwarna hitam sedangkan Azriel berdandan dengan gaun hitam dan terus memegangi dadanya yang besar karena balon.

"Oh cermin ajaib, siapakah wanita tercantik di negeri ini?" Ujar Azriel dengan penuh penghayatan.

"Bukan 'oh cermin ajaib' bego, tapi 'wahai cermin ajaib' gitu! Ga becus banget jadi emak tiri." Ujar Rendra yang juga kesal.

"Sama aja, berani Lo sama majikan?! Gua pecahin mampus Lo!" Balas Azriel.

Edgar yang menonton di barisan depan pun berteriak, "woy! Malah ribut, ulang ulang!" Rendra dan Azriel berdecak kesal namun tetap menuruti perintah Edgar.

"Wahai cermin ajaib, siapakah wanita tercantik di negeri ini?" Ulang Azriel.

"Menurut Lo?" Tanya Rendra.

"Si goblok bukannya dijawab malah balik nanya! Ga becus banget jadi cermin ajaib." Azriel berkacak pinggang.

"Heh Lo juga mikir nape. Mana ada cermin warnanya item gini."

"Emang Lo pikir ada emak tiri yang jabatannya ratu pake sendal jepit?" Azriel mengangkat gaunnya dan memperlihatkan sandal jepit berwarna putih yang ia pakai.

"Yeh sama aja, gue juga pake sendal jepit bedanya punya gue warna item! Salahin Shaka noh bukannya bawa sepatu kek high heels kek malah bawa sendal jepit."

Shaka pun ikut angkat suara, "kalo mau beli sepatu atau high heels kan mahal, mending beli sendal jepit. Udah murah, dapet banyak pula. Kata bunda, kita harus bisa menghemat uang."

"Dasar anak bunda! Hemat sih hemat tapi ngerti situasi juga pe'ak!" Bentak Azriel dan Rendra bersamaan.

Gelak tawa penonton pun tak terelakkan melihat perdebatan mereka. Alvaro kini benar-benar kesal, "woy cepetan napa! Panas nih bego!" Alvaro kini sudah mengangkat gaunnya hingga menampakkan kakinya yang kekar dan kipas ditangan kanannya.

Shaka melanjutkan ceritanya, "gak usah lama-lama, neng princess udah ngamuk. Singkat cerita, Sang putri pun tinggal di sebuah rumah kecil dengan ketujuh kurcaci."

Alvaro dan ketujuh kurcaci itu kini sudah diatas panggung, namun di leher ketujuh kurcaci itu terikat tali rafia yang dengan ujung yang dipegang oleh Alvaro.

Shaka melongo, "woy Varo! Napa lu iket tuh people? Kan ceritanya lu jadi putri baik yang suka beres-beres dirumah kurcaci itu."

"Hah? Gue beres-beres? Heh gue putri bukan babu! Lagian gue ketos nya, mereka bawahan gue. Bebas dong mau gue apain." Balas Varo tak terima.

Shaka berkacak pinggang, "yaudah deh serah lo, lanjutin aja." Kemudian Shaka kembali melanjutkan ceritanya.

"Disuatu hari yang suram, datanglah seorang emak-emak penjual buah keliling."

Masih dengan Azriel yang kini berperan sebagai nenek-nenek yang membawa sebuah durian.

Azriel yang membawa durian pun bingung sendiri, "Ka, kok durian sih? Kan harusnya apel ogeb." Tanya Azriel pada Shaka.

"Kemarin gue mau beli apel, tapi duriannya lagi murah banget yaudah gue beli durian tiga. Dibelakang masih ada lagi tuh."

Rendra yang juga berperan sebagai salah satu kurcaci itu pun ikut bergabung dalam pembicaraan, "sip, Ka. Nanti kita makan durian bareng."

"Wedehh udah ga jadi cermin item lagi lu?". Ujar Azriel yang terkekeh.

"Bodo amat. Daripada lo, peran jadi nenek-nenek tapi dadanya montok banget."

"Aaa terimakasih atas pujiannya." Bangga Azriel

Rendra yang geram langsung mendekat pada Azriel dan berusaha mengeluarkan balon yang ada di balik kostum Azriel, Azriel yang terkejut pun refleks berusaha menghalangi.

"Heh! Mau apa Lo?! Varo tolong, gue di grepe Rendra!"

"Siniin balonnya!"

"Woy! Cabul banget Lo! Minggir gak?!"

"Sini!" Akhirnya Rendra berhasil merebut balonnya.

"Nih liat nih ye." Ujar Rendra yang sedang ancang-ancang untuk menginjak balon Azriel hingga pecah.

Dorr! Dorr!

"Rendra! Buah dada gue Lo pecahin! Terus nanti kalo gue punya anak gimana dia mau nyusu bego?!" Heboh Azriel.

"Emak lu dulu ngidam apa sih kok ketololan anaknya menyebar sampe ke sel-sel." Celetuk Alvaro.

"Heh! Malah ribut! Lanjutin ceritanya!" Shaka angkat suara.

"Huh awas Lo, Ren."

Azriel mulai melanjutkan perannya, "nak apakah kamu ingin mencoba buah ini?."

"Boleh, sini." Jawab Alvaro, ia mengambil sepotong buah durian itu dan memakannya.

"Enak. Kalian mau? Nanti dibelakang aja, kan masih ada."

"Dih kirain mau ngasih beneran." Oceh Rendra.

"Setelah memakan buah itu, sang putri pun pingsan." Lanjut Shaka yang serempak dijawab oleh para kurcaci, "Alhamdulillah."

"Biadap Lo semua." Umpat Varo yang masih memakan durian.

"Ngapain Lo masih makan? Pingsan sono!" Ujar Rendra.

Alvaro berdecak kemudian membersihkan tangannya dan berbaring diatas tikar yang sudah disiapkan.

Shaka kembali melanjutkan ceritanya, "suatu ketika, datanglah seorang pangeran dan pengawalnya kerumah para kurcaci, sang pangeran yang melihat putri yang pingsan pun berinisiatif untuk mencium sang putri agar dapat terbangun dari pingsannya. Hehe ga sabar liat bos cuim Varo." Kekeh Shaka.

Edgar yang berperan sebagai pangeran dan Keenan sebagai pengawal menaiki panggung. "Hai para babu, mana putri songong itu?" Tanya Edgar pada para kurcaci.

"Mata Lo katarak?  Tiduran di bawah noh." jawab Rendra seraya menunjuk Alvaro yang masih tiduran.

"Ck ck, miskin banget jadi putri, tiduran aja di tiker." Edgar berdecak miris, sedangkan dalam hati Varo ia terus mengumpat.

"Terus ini gue mesti cium dia? Dih ogah."

Para penonton mulai bersorak, "Cium! Cium! Cium!"

Alvaro tiba-tiba saja terbangun, "Berisik! Gue mau pingsan aja ga tenang!" Setelah mengucapkan itu, Alvaro kembali pada posisi semula.

Edgar mulai memposisikan dirinya, ia mulai mendekati muka Alvaro. Tentu saja ia tidak akan benar-benar menciumnya, ini hanya untuk memanaskan suasana.

Sorakan dari para penonton tak terelakkan, terutama sorakan dari para kaum hawa.

Alvaro yang bingung dengan situasi pun mengintip, ia melihat muka Edgar yang semakin mendekati. Dengan cepat Alvaro mendorong muka Edgar dan segera berdiri, ia mengambil sandal jepit yang ia pakai dan melemparkannya pada Edgar. "Berani Lo mau cium gue?! Homo Lo?! Mati Lo cabul! Makan tuh sendal!."

"Dan mereka pun hidup sengsara, Tamat." Tutup Shaka.

Para pemeran drama pun menuruni panggung dan kini kembali lagi dengan Alexa dan Kenzo.

"Ya, jadi itu penampilan dari anggota OSIS yang mempersembahkan drama snow white versi melokal. Pertunjukan yang bagus kak, terimakasih atas kerja kerasnya." Ucap Alexa yang masih diselingi tawa kecil.

Beberapa orang mulai membersihkan kekacauan yang terjadi di panggung.

"Untuk pertunjukan selanjutnya silahkan dilanjutkan sesuai urutan ya. Baik, kelompok selanjutnya silahkan maju." Ujar Kenzo.

Kini kelompok dari anggota MPLS dimulai, kelompok Shakila mendapat nomor urut 3. Masih ada cukup waktu untuk mereka berlatih atau menyiapkan hal-hal lain.

#Bersambung

Gimana nih sama chapater 6? Ngakak ga kalian?😭

Janlup vote dan spam komennya yaa😋✌

Yok jangan pelit-pelit hehe

Sampai jumpa di bagian selanjutnya, Pay pay😣💗

Shavar ClagarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang