Kamu dan Kenangan

731 57 7
                                    


Seusai itu senja jadi sendu, awan pun mengabu
Kepergianmu menyisakan luka di dalam hidupku.

Chandra Jauzan menatap kosong gundukan tanah yang berbatu nisan bertuliskan nama istrinya, Aksalino Sabhian, yang sudah meninggal beberapa bulan lalu akibat penyakit kronis. Tentu kepergian Lino meninggalkan luka dalam hidup Chandra, namun Chandra tak boleh menyalahi takdir tuhan, ini semua diluar kendali nya.

Chandra jongkok, menyamakan tingginya dengan makam sang istri, tak lupa tiga malaikat kecil nya juga ikut jongkok lalu menatap makam bundanya.

"Sayang, gimana di sana? Pasti enak dong, kamu ga perlu ngerasain sakit lagi sekarang," ujar Chandra. Mengelus lembut batu nisan yang bertuliskan nama istrinya, si bungsu atau kerap dipanggil Jeje, tangan mungilnya ikut mengelus batu nisan itu, seolah ia mengelus kepala sang bunda.

"Jeje kangen bunda," ucapnya, dibarengi dengan air bening yang sudah mengenang di pelupuk mata rubahnya. Tangan yang ia gunakan untung mengelus lembut batu nisan bunda nya ia gunakan untuk menghapus air mata yang sudah meluncur bebas.

"Jeje cengeng ih, kata ayah ga boleh nangis kalau ketemu bunda, nanti bunda sedih," ujar sang kakak.

"Kak Aji bawel, tuh liat kak Farel juga ikut nangis, nda Jeje doang yang cengeng wuu," balas Jeje, sambil menggoda Farel, kakaknya. Chandra menatap gemas interaksi ketiga anaknya, menatap mereka bertiga miris, diumur yang belia. Tiga bocah itu harus menerima kenyataan pahit.

"Apaan Farel ngga nangis, cuma kelilipan, tadi ada debu masuk ke mata," ucap Farel. Mengelak, dia tak mau terciduk kalau ia sedang menangis, malu. Jeje dan Aji lantas tak percaya dengan bualan Farel.

"Sudah sudah, jangan berantem, sekarang ayo pamit ke bunda dulu, kita mau pergi ke rumah nenek," ucap Chandra menengahi perdebatan anaknya. Ketiga anak itu diam, lalu mulai mengucapkan kata selamat tinggal kepada sang bunda.

"Bunda Farel pergi dulu ya bun."

"Jeje pamit pergi ya bundaa."

"Bunda, Aji tinggal dulu ya. Nanti Aji main lagi kok kesini."

Chandra tersenyum mendengar pamitan dari anak-anaknya, sangat menggemaskan sekaligus menyedihkan.

Chandra dan tiga malaikat mungil itu beranjak pergi dari makam Lino. Lino menatap kepergian suami sekaligus tiga putra nya.

"Bahagia selalu," ujarnya. Lino menghilang seiring angin berjalan.

Ku memintal rindu menyesali waktu, mengapa dahulu tak ku ucapkan mencintaimu dalam sejuta kali sehari.

Chandra tengah duduk, sembari menyesap kopinya, melihat kosong di depannya. Pikirannya berlari kemana-mana, dan berujung mengingat kejadian dulu.

Dimana Lino, terus menyatakan bahwa ia mencintai Chandra terus menerus, saat masih sekolah SMA.

"Kak Chandra tungguin," ujar Lino. Chandra yang dipanggil mempercepat langkahnya meninggalkan Lino dibelakangnya.

"Ish Kak Chandraaa," rengek Lino. Lino berlari kecil seperti anak kucing yang tertinggal induknya, menggemaskan sekali. Sampai akhirnya, tangan mungil Lino memegang tangan berurat Chandra.

"Kak Chandra," panggil Lino. Chandra menoleh kearah lawan bicaranya, Lino memamerkan deretan putih di mulutnya, matanya semakin menyipit. Lino berjinjit menyamakan tinggi badannya dengan Chandra.

"I love you," bisiknya, lalu berlari meninggalkan Chandra yang sudah tersipu malu. Chandra terkekeh mendengar bisikan manis dari Lino.

Bahkan, hal itu masih dilakukan Lino sampai ia menikah dengan Chandra.

"Mas tunggu," ucap Lino. Chandra saat itu tengah terburu-buru masih menyempatkan diri nya untuk menoleh kearah Lino.

"Kenapa?"

"I love you, hati-hati ya," ucap Lino, pipinya memerah akibat perbuatannya sendiri tadi. Dan sekarang ia malah pergi meninggalkan Chandra, sedangkan Chandra sendiri? Terkekeh kecil.

Ucapan 'I love you' memang sering Lino ucapkan, bahkan setiap hari. Namun, Chandra tak pernah membalas ucapan itu, sedikit pun. Dan ia menyesali sekarang.

"Saya cinta kamu, Lino."

Di iringi lelehan bening yang jatuh dari maniknya, meluncur jatuh membuat anak sungai yang begitu deras, mengalir deras membasahi pipinya.

Chandra rindu, ia sangat rindu ucapan penuh cinta itu dari bibir Aksalino Sabhian, dia rindu.

Walau masih bisa senyum
Namun tak selepas dulu
Kini aku kesepian

Beberapa tahun berlalu, sudah 14 tahun semenjak kepergian istrinya. Chandra masih tetap menduda, dia tiada niatan untuk mencari pengganti Lino, karena tidak ada yang bisa menggantikan Lino. Dan selama 14 tahun itu juga, Chandra berhasil membesarkan ketiga putranya.

"Ayah! Lihat! Farel lulus!" pekik Farel, dia senang karena dia sudah lulus dari kampusnya, Aji juga lulus, kedua bocah kembar itu tumbuh dewasa menjadi pemuda yang hebat.

"AYAH! AJI LULUS!" kali ini pekikan dari Aji, anak itu tumbuh menjadi pemuda hiperaktif. Chandra tersenyum senang melihat anak-anaknya, walaupun senyumannya tak selepas dulu saat Lino masih hidup, tapi sebenarnya ia senang anak-anaknya lulus dengan nilai terbaik.

Jangan lupakan Jevan, si bungsu yang kerap dipanggil Jeje tahun lalu juga diterima di universitas ternama di negaranya, hal itu membuat senyum Chandra merekah kembali, namun sayang disayangkan, tak selepas dulu.

Walaupun Chandra mempunyai tiga anak yang hiperaktif, tetap saja sekarang anak-anaknya sudah mempunyai dunia masing-masing, Aji menjadi produser musik muda, Fernan menjadi koreografer ternama, dan Jevan menjadi dokter muda.

Dan ia, kesepian.

Kamu dan segala kenangan
Menyatu dalam waktu yang berjalan
dan kini aku sendirian, menatap dirimu hanya bayangan

Lino dan segala kenangan, awal mula kepergian Lino meninggalkan luka yang mendalam di kehidupan Chandra, dia sempat merasa terpuruk. Namun setelah mengingat kalau ia masih memiliki tanggung jawab. Dan perlahan, mulai merelakan kepergian Lino.

Chandra mengingat kembali kejadian sebelum Lino pergi.

"Hahahaha wajah bunda putih semua," ucap Aji. Tertawa geli melihat wajah ibunya putih karena tepung. Fernan dan Jevan juga ikut tertawa lepas.

"Ini kenapa kok— HAHAHAHA." Chandra tertawa terbahak-bahak melihat wajah masam Lino jangan lupakan putih karena tepung.

"Mas ih! Jangan ketawa, ngga lucu." Lino merengut masam, bibirnya mengerucut. Tawa bahagia terpampang jelas di wajah keluarga Chandra.

Chandra menggelengkan kepala, semakin diingat semakin ia sakit. Senyum itu, wajah itu, Chandra merindukan nya, sangat.

Tak ada yang lebih pedih, dari pada kehilangan dirimu
Cintaku tak mungkin beralih, sampai mati hanya cinta padamu.

"Kok kayak kenal ceritanya?" tanya Aji kepada Farel sembari menunjukan novel cipataan saudara kembar nya, selain menjadi koreografer, Farel juga menjadi penulis, dia mulai tertarik dengan dunia literasi semenjak umur belasan, dan sekarang ia menjadi penulis terkenal, buku ciiptaan kali ini ludes habis bertajuk, 'Kamu dan Kenangan.'

"Ini– ceritanya ayah?" tanya Jevan. Farel hanya meringis, membenarkan pertanyaan Jevan, Farel memang mengadaptasi kisah cinta orang tuanya untuk buku terbarunya.

"GILA KECE BANGET SIH, PASTI AYAH SAMA BUNDA BANGGA." Aji heboh, Farel malu, kenapa ia mempunyai saudara kembar seperti Aji? Jevan juga sama hebohnya seperti Aji.

"Sekarang, ayo kita ketempat ayah sama bunda, kita harus pamer ke mereka," ucap Jevan, dibalas anggukan dari kedua kakaknya. Mereka bertiga datang meluncur ke tempat kedua orangtuanya.

Sampai disana, mereka melihat tempat kedua orang tuanya berdampingan, mendekati gundukan tanah itu.

"Hai ayah! Halo bunda!"

END–
Kamu dan Kenangan - Maudy Ayunda

yey tamat.

SeraphicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang