Surat Untuk Changbin

304 31 2
                                    

Hai Changbin, sudah cukup lama kita tak berkomunikasi ya, mungkin terakhir kali kita bertemu saat natal, hahaha.

Kuharap kau mau menerima buku jurnal dan menerima catatan dariku dan membaca semua isinya. Walaupun, aku sendiri tak yakin itu untuk apa nantinya.

Tapi berjanjilah untuk tidak menangis! Kau hanya perlu bahagia! Aku, seorang Lee Minho memutuskan untuk berhenti dalam segala hal. Kau akan paham, akan tetapi aku akan mengatakannya padamu sekarang.

Kali ini bukan main-main seperti saat hari halloween hari itu. Kau tau? Aku sangat senang mengetahui bahwa kau juga mencintaiku, aku baru tau bahwa cintaku tak bertepuk sebelah tangan.

Aku senang bahwa fakta itu hanyalah kesalahpahaman belaka, harusnya aku sadar bahwa kau orang yang tak bisa di dekati oleh sembarang orang, jadi itulah sebabnya kau seolah-olah membenciku.

Changbin, mulai sekarang aku ingin menyerah. Dokter Seol bilang aku sudah tidak ada harapan lagi. Hidup dibantu alat medis, atau meninggal dunia.

Aku tak bisa memilih opsi pertama, itu akan mengeluarkan biaya yang sangat besar, aku tak ingin merepotkan keluarga dan kau juga. Kau sudah mengeluarkan uang cukup banyak untukku.

Kumohon, simpanlah semua uangmu untuk masa depanmu, pernikahanmu, dan untuk orang yang akan kau cintai setelah aku.

Selamat tinggal, aku selalu mendukungmu bahkan dari alam lain sekalipun.

Aku menyayangimu! (≧∇≦)/❤

With love,
Ino🐰

...

"Changbin, ada paket untukmu."

"Aku tak memesan apapun, tapi terima kasih?" ucap pemuda bernama Seo Changbin yang terdengar seperti melontarkan pertanyaan.

Masih dengan tatapan herannya, Changbin membuka paket tersebut untuk melihat isinya. Sebuah buku serta catatan kecil yang menempel di atas bukunya adalah yang pertama kali dilihat Changbin saat membukanya.

'B-bukannya ini punya Minho?'

_____,..
Teruntuk Abin, kesayangan Ino. Baca dulu kertas yang ada di paling bawah paketnya ya! Ino sayang Abin.
_____,..

Senyumnya perlahan merekah tanpa diperintah. Changbin langsung mengambil kertas yang dimaksud. Namun sayang sekali, ia harus mengurungkannya karena sang Ibu yang memanggilnya.

"Changbin, kau terlambat untuk pergi ke rumah temanmu, sebaiknya kau segera bersiap." Changbin menghela nafas kecewa. Bisa-bisanya ia melupakan hal yang penting.

"Iya, Ma!"

...

"Changbin? Mengapa ekspresi wajahmu terlihat biasa saja?" Pertanyaan Nyonya Lee menyapa telinga Changbin, membuat sang empu merasa kebingungan.

"B-begitukah? Padahal, aku cukup senang hari ini. Maaf aku sedikit terlambat, tapi dimana Minho?" tanya Changbin sembari melihat seisi rumah itu.

Kini Changbin berada di rumah keluarga Lee, yang artinya rumah itu ialah tempat tinggal Minho. Namun Changbin merasa ada yang aneh disini, entah apa itu.

"Ah, sepertinya kau belum membaca isi surat dari Minho ya? Atau kau belum menerima paket darinya? Harusnya hari ini sampai ...." Bahkan Ibu dari Minho terlihat tak senang, beliau terlihat sedang bersedih.

"... Jika kau tak keberatan, pulanglah lebih dulu untuk membaca surat darinya lalu kembali kemari tepat pukul tiga sore. Maaf, aku tak bisa mengatakan padamu secara langsung," lanjutnya bersamaan dengan senyum sendu yang ditunjukkannya.

"Tidak apa, Bibi. Kalau begitu, aku pamit dulu. Bilang pada Minho, terima kasih atas kirimannya!" Setelah tersenyum dan membungkukkan badannya, Changbin pun pergi meninggalkan rumah tersebut.

Sesampainya Changbin di kamarnya, ia langsung meraih secarik kertas beserta buku yang diberikan Minho.

Suasana terdengar hening selama beberapa saat, Changbin masih terdiam bahkan hingga selesai membaca suratnya hingga akhir. Ia terlalu terkejut.

"M-minho? Kau tak akan meninggalkanku bukan?" tanya Changbin. Air matanya berlinang tanpa disadarinya.

Masih dengan tatapan terpakunya, Changbin bangkit kemudian bergegas pergi tanpa peduli asisten rumah tangga, satpam serta supir yang memanggilnya.

Tujuannya hanya satu, Lee Minho. Dan seperti dugaannya, tempat yang dipijakinya sekarang cukup ramai. Beserta bendera kuning yang menghiasi. Dan satu lagi, mobil ambulan yang hendak kembali ke rumah sakit.

Dengan tekad yang kuat, Changbin berlari menerobos sekumpulan orang yang ikut berduka cita pada orang tua Minho.

"Bibi, Paman! Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah Minho sudah sehat?" tanya Changbin begitu emosi. Merasa tak menyangka.

"Kau masih memiliki waktu untuk melihat anakku untuk yang terakhir kalinya. Sebentar lagi ia akan di kremasi."

Changbin langsung menurut tanpa mengatakan apapun lagi. Menghentikan acara yang sedang berlangsung untuk sejenak hanya untuk menatap wajah orang yang di cintainya.

Di saat itu pula tangisan yang sedari tadi di tahannya pecah saat itu juga, ia meluapkan semuanya. Namun Changbin sendiri tak bisa melakukan apapun, wajah pucat itu sudah tertidur untuk jangka panjang tanpa bisa terbangun untuk menatap dunia lagi.

---Dia sudah mendapatkan ketenangan yang di inginkannya sedari dulu.

-End-

@디니 기여어
Have a nice day!

.
.
.
Hanya bermodalkan otak pas-pasan, maaf kalo ada sedikit kesalahan.

Fyi aja sih, cerita ini ada versi lengkapnya tapi masih on going. Silahkan cek akunku fluffyxno kalau ada yang tertarik. Judulnya Journal Book.

SeraphicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang