"Berita terkini, baru-baru ini Kota X sedang maraknya pencurian, dimohon untuk berhati-hati bagi warga kota X maupun sekitarnya karena polisi belum menemukan jejak apapun mengenai si pencuri. Pencuri diduga berinisial SCB dan jika ada yang melihat pria seperti foto dibawah, diharapkan untuk menghubungi polisi segera."
Minho memeluk anaknya dengan erat. Tetangga, saudaranya, dan orang-orang berkali-kali mengalami pencurian. Anehnya, walaupun memasang CCTV, jejak si pencuri sama sekali tak bisa terlihat.
Minho takut sasarannya sekarang adalah rumahnya, ia tak ingin satu barang pun hilang. Semuanya terlalu berharga dan satu-satunya kenangan.
"Mama, Papa kapan pulang sih? Kemarin Jeje nungguin sampe ketiduran Papa gak dateng juga, apa semalem Papa pulang tapi gak ngasih tau Jeje, ya?" celetuk anaknya, menyadarkan lamunan Minho.
Dia, Lee Jeongin. Anak yang sedari lahir hanya bisa melihat wajah Ayahnya dari foto yang ditunjukkan Minho, tanpa bisa melihat wajah aslinya.
Seiring berjalannya pertumbuhan Jeongin atau kerap dipanggil Jeje. Anak itu tentu penasaran dengan sosok kepala keluarga dirumahnya. Dan Minho hanya bisa beralibi bahwa suaminya tengah bekerja diluar kota.
Karena Minho sendiri tak diberi kepastian dan alasan, kapan suaminya akan kembali dan apa alasan pria itu pergi meninggalkannya berdua dengan Jeongin.
"Hm, gimana kalo kita main ke rumah Om Jiji? Kita main sama Cia, yuk? Dia kangen sama Jeje katanya," ucap Minho mengalihkan obrolan.
Jeongin mengangguk antusias lalu menarik Minho, "Ayo, ayo! Kita ke rumah Bunda Felix! Jeje kangen makan kue-nya Bunda!" seru anak itu.
"Iya-iya sayang, sebentar ya? Mama mau kunci semua ruangan dulu." Jeongin mengangguk lalu kembali duduk sembari menunggu Minho kembali.
Tepat setelah Minho pergi, bocah berumur 3 tahun itu tertunduk lesu. Ia sadar bahwa Minho terlihat tak suka jika dirinya selalu saja membahas sang Ayah.
"Jeje iri sama Felicia yang punya Papa seganteng Ayah Jiji, sedangkan Jeje? Jeje cuma punya Mama, Jeje juga cuma pengen tau rasanya punya Papa," monolog Jeongin.
Anak itu terlihat asyik dalam lamunan hingga tak sadar jika Minho sudah kembali, "Jeje? Ayo, katanya mau ke rumahnya Cia?" ujar Minho.
"Oh iya, ayo Ma!"
...
"Jeje sayang, tidur ya? Udah larut banget ini, kamu gak ngantuk hm?" Aneh, biasanya Jeongin akan mengantuk jika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Sekarang bahkan sudah jam sebelas malam tapi Jeongin tetap bersikukuh ingin menunggu Ayahnya pulang. Minho tersenyum sendu melihatnya, "Jeje, Papa gak bakal suka liat kamu bergadang gini, Papa gak mau pulang loh nanti."
"Y-yaudah deh, Jeje tidur tapi Mama temenin sampe Jeje nyenyak ya?" Minho mengangguk lalu mengangkat Jeongin ke gendongannya dan berjalan ke kamar sang anak.
'Kalau udah kayak gini aku bisa leluasa kerja, Jeje pasti bakal bangun telat paginya.'
Minho berbaring disamping Jeongin, mengelus kepala sembari menyanyikan lagu yang memenangkan hingga anaknya tertidur lelap.
"Tidur yang nyenyak, sayang.."
Minho berbisik lalu mengecup dahi Jeongin. Ia berdiri dan berjalan dengan pelan agar tidak menimbulkan suara lalu pergi meninggalkan rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seraphic
FanficHanya sebuah antologi cerpen yang berisi tentang kisah semanis permen, sepahit obat dan seasam lemon. Apakah seorang Kakak tak berhak bersikap manja kepada seseorang yang lebih muda? Tentu tidak! Itu sangat memalukan. Tapi itu semua tak berlaku...