"Fiuh." Jeongyeon keluar dari kamar mandi di ruangan Mina sambil mengeringkan rambutnya.Tindakan itu kembali membuat Mina terpaku menatapnya.
"Ada apa denganku?" Pikir Mina sambil menggelengkan kepalanya.
"Dokter Myoi." Panggil Jeongyeon yang membuat Mina menoleh.
"Ne?" Sahut Mina.
"Terima kasih banyak karena telah membantu dan menolong saya." Jeongyeon nembungkuk sopan di depan Mina.
Pemandangan itu begitu mengejutkan bagi Mina.
"Ne, sama sama." Jawab Mina.
"Kalau begitu saya akan pamit kemabli ke kamar saya." Pamit Jeongyeon sambil tersenyum dan berjalan pergi.
"Mwoya? Dia sangat sopan dan sangat sexy, tapi tidak suka disentuh." Ucap Mina sambil menopang pipi dengan tangannya.
"Hmm... menarik." Mina tersenyum.
"Ini pertama kalinya aku tertarik pada wanita. Tapi aku yakin tidak akan susah untuk menaklukannya." Mina tersenyum miring.
"Sudah kuputuskan untuk menjadikannya targetku selanjutnya." Ucap Mina.
.
.
.Pada malam harinya, Jeongyeon yang menyewa kamar vip itu pun memasang musik jazz dari ponselnya. Saat ini ia sedang membaca buku sambil memakan buah diatas kasurnya.
*Tok tok tok.
"Masuk." Ucapnya.
"Selamat malam, nona Yoo." Mina masuk ke dalam ruangan Jeongyeon.
"Malam." Sapa Jeongyeon.
"Sedang bersantai ya?" Tanya Mina.
"Ne." Angguk Jeongyeon.
"Saya ingin memeriksa suhu tubuh anda." Ucap Mina.
"Silakan." Jeongyeon mempersilakan.
Mina pun mengarahkan termometer ke kening Jeongyeon.
*Pip
"Suhu tubuh anda cukup tinggi. Apakah anda merasakan pusing?" Tanya Mina.
"Ne, sedikit. Tapi aku baik baik saja." Angguk Jeongyeon.
"Ini adalah demam yang diakibatkan panik yang anda alami saat kejadian tadi. Untuk saat ini saya mohon untuk anda mengistirahatkan tubuh anda dulu." Ucap Mina.
"Ne, baiklah." Angguk Jeongyeon sambil menaruh bukunya di atas meja.
"Apakah anda sendirian saja malam ini?" Tanya Mina.
"Ne, aku menyuruh teman temanku untuk pulang." Jawab Jeongyeon.
"Ah, begitu ya." Mina mengangguk.
"Anda sendiri? Masih bekerja hingga malam?" Tanya Jeongyeon.
"Ah? Ne. Sebentar lagi jam saya untuk pulang." Angguk Mina sambil duduk di kursi yang ada disamping kasur Jeongyeon.
"Kita belum berkenalan sebelumnya." Ucap Mina sambil mengulurkan tangannya.
"Saya dokter Myoi Mina." Ucap Mina.
"Yoo Jeongyeon." Jawab Jeongyeon sambil sedikit membungkuk, tanpa membalas uluran tangan Mina.
"Sesungguhnya aku tidak keberatan jika kau menggunakan tangan kirimu untuk menjabat tanganku." Ucap Mina sambil menarik kembali tangannya.
"Maaf, tapi aku tak menjabat tangan orang lain tanpa menggunakan sarung tangan." Ucap Jeongyeon.
"Germaphobe mu.. apakah separah itu?" Tanya Mina.
"Ne, maafkan aku." Angguk Jeongyeon.
"Tidak masalah, hanya saja ini pengalaman pertamaku bertemu pasien dengan kondisi ini." Ucap Mina.
Jeongyeon merebahkan tubuhnya diatas kasur, lalu menatap ke arah Mina.
"Apakah akan memakan waktu lama untuk tanganku bisa kembali normal?" Tanya Jeongyeon.
"Butuh sekitar 2 sampai 3 bulan untuk dapat sembuh. Walaupun kau bisa kembali beraktifitas lagi dengan tanganmu, tapi tentu tidak akan seperti sebelumnya. Kau harus lebih hati hati dan menjaga dengan baik tanganmu." Jawab Mina.
"Jangan khawatir, kau pasti baik baik saja." Lanjutnya.
"Bagaimana kau bisa mengatakan itu padaku?" Tanya Jeongyeon.
"Baik baik saja kau bilang?" lanjutnya.
"Kau marah?" Tanya Mina.
"Apakah kau seorang dokter?" Jeongyeon balik bertanya.
"Bagaimana kalau tanganmu yang patah dan kau tidak bisa bekerja sebagai dokter bedah lagi, lalu ada orang yang berkata padamu sambil tersenyum, kalau kau akan baik baik saja?" Pertanyaan Jeongyeon membuat Mina terdiam.
"Untuk ukuran dokter, empatimu benar benar sudah mati, nona Myoi." Ucap Jeongyeon.
Mina terdiam mendengarkan ucapan Jeongyeon.
"Tolong tinggalkan ruangan ini, aku ingin beristirahat." Ucap Jeongyeon sambil membalikan badannya memunggungi Mina.
.
.
."Untuk ukuran dokter, empatimu benar benar sudah mati, nona Myoi."
Kata kata Jeongyeon masih teringiang ngiang di kepala Mina.
"Kurang ajar." Umpatnya sambil menenggak 1 shot tequila di depannya.
Jeongyeon benar benar membuat harga dirinya terluka. Selama ini Mina tidak pernah direndahkan seperti tadi. Sejauh ini, ialah yang selalu merendahkan orang lain. Semua laki laki yang ia tiduri seakan tak berdaya mendengar ungkapan Mina yang selalu mempermalukan mereka.
"Pengusaha, anak orang kaya, kolongmerat. Hampir semua pria yang aku tiduri berasal dari kalangan atas. Tapi tak satupun dari mereka yang bisa merendahkan diriku. Selalu aku yang meninggalkan mereka, selalu aku yang merendahkan mereka hingga mereka memohon mohon padaku untuk menjadi kekasih mereka. Tapi kenapa? Kenapa tiba tiba ada seorang wanita germaphobe yang tangannya patah dan sangat sexy, bahkan enggan menjabat tanganku walau dengan tangan kirinya? Bisa bisanya dia mengatakan padaku bahwa empatiku mati." Kesal Mina.
"Hahaha." Tawa Alex.
"Mengapa kau tertawa? Aku sedang cerita padamu." Tanya Mina dengan tatapan kesal.
"Astaga Mina, akhirnya kau jatuh cinta juga." Alex terkekeh.
"Mwo?" Tanya Mina tak terima.
"Kau tidur dengan banyak pria tapi tak satupun pria pria itu memuaskanmu, termasuk aku. Sudah jelaskan itu karena kau tidak mencintai mereka? Tapi wanita yang kau ceritakan ini. Dia bahkan tidak ingin menjabat tanganmu bahkan dengan tangan kirinya, tapi kenapa kau terus memikirkannya? Apa lagi kalau bukan cinta?" Tanya Alex.
"Aku tak jatuh cinta padanya, Alex. Aku hanya merasa tertantang untuk menjadikan wanita itu sama seperti pria pria yang sudah kutiduri sebelumnya. Akan kubuktikan padamu. Aku akan meniduri wanita germaphobe itu." Ucap Mina.
"Bagaimana kau bisa menidurinya jika menyentuhnya saja tidak mampu." Alex menggeleng geleng.
"Akan aku buktikan padamu. Akan aku buat dia tergila gila padaku dan jatuh cinta padaku sedalam dalamnya hingga dia rela melakukan apapun untukku." Ucap Mina penuh penekanan.
"Baiklah, semoga berhasil, nona fuckgirl" Ucap Alex.
Uwwww
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch My Heart
FanfictionFull Chapter Seorang pengidap germaphobe dan OCD yang harus dipertemukan dengan seorang dokter yang baginya begitu menyebalkan dan kurang memiliki rasa empati.