You

875 149 14
                                    


3 bulan kemudian...

"Yeoboseyo?" Sapa Irene dari seberang.

"Pagi Irene." Sapa Jeongyeon.

"Hai, ada apa Jeong?" Tanya Irene.

"Hari ini aku izin datang terlambat ya, hari ini jadwalku untuk melepas gips." Ucap Jeongyeon.

"Ah, ne tentu saja! Akhirnya gips mu dilepas juga." Balas Irene.

"Ne, aku juga sudah tidak sabar akhirnya bisa menggunakan tangan kananku kembali." Ucap Jeongyeon.

Pagi itu Jeongyeon menuju ke rumah sakit dengan mobilnya. Sesampainya disana ia segera diantarkan untuk ke ruangan dokter yang akan melepas gipsnya.

*Byurr!!

"Dokter Myoi, apa anda tidak apa apa??" Suster yang melihat Mina menyemburkan kopinya pun panik.

"Y-yoo Jeongyeon." Pikirnya sambil menatap Jeongyeon yang berjalan di kejauhan.

"I-itu Yoo Jeongyeon kan??" Mina pun segera berjalan cepat untuk menyusul Jeongyeon.

Saat sudah dekat, ia melihat Jeongyeon memasuki ruangan dokter Park, salah satu rekan kerjanya.

"Apa yang dia lakukan disini?" Mina bertanya tanya.

*Klek.

Mina langsung bersembunyi di balik tembok saat pintu ruangan dokter Park terbuka.

"Mari lewat sini nona Yoo, kita akan melepaskan gipsnya di ruangan yang lain." Ucap dokter Park sambil mengarahkan Jeongyeon ke ruangan yang tak jauh dari situ.

"Ahh.. betul juga.. 3 bulan sudah berlalu ya." Mina mengangguk angguk.

"3 bulan berlalu?" Tanyanya.

"Sudah 3 bulan aku terus uring uringan karena ingin bertemu kembali dengannya?" Pikir Mina.

"Dia.. juga memikirikanku kan? Pasti dia juga ingin bertemu denganku juga." Ucap Mina percaya diri.

Mina pun memutuskan untuk duduk di bangku yang ada di koridor untuk menunggu Jeongyeon selesai.

*Klek.

Pintu ruangan terbuka dan memunculkan sosok Jeongyeon dan dokter Park.

"Terima kasih banyak, dokter Park." Ucap Jeongyeon sambil menjabat tangan dokter Park.

Hal itu sontak membuat Mina terkejut.

"D-dia menjabat tangan dokter Park?? Tanpa sarung tangan??" Mina terbelalak.

Tanpa ia sadari, Jeongyeon sudah berjalan pergi dari situ. Mina segera berlari kecil dan menyusul Jeongyeon.
"Jeongyeon!" Panggil Mina.

Mendengar itupun Jeongyeon menoleh dan menatap Mina.

"Ne? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Jeongyeon.

Bagai disambar petir, Mina shock mendengar pertanyaan Jeongyeon.

"Setelah 3 bulan tidak bertemu, kalimat pertama yang ia katakan adalah 'Ada yang bisa saya bantu?'." Pikir Mina.

"Lama tidak bertemu." Ucap Mina.

Jeongyeon mengerutkan dahinya dan terlihat bingung.

"Maaf, apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Wajah anda tidak asing." Tanya Jeongyeon.

Jiwa Mina bagai tercabut dari tubuhnya. Ia pasrah. Setelah 3 bulan terakhir ia terus memikirkan Jeongyeon, wanita itu bahkan sama sekali tak mengingatnya. Hatinya bagai ditusuk pedang. Sakit, malu, segalanya bercampur aduk.

"K-kau tidak mengenalku? Aku Mina. Dokter Myoi Mina, yang mengoperasi tanganmu." Ucap Mina.

"Ahhh." Jeongyeon mengangguk angguk.

"Lama tidak bertemu, dokter." Jeongyeon tersenyum.

*Deg.

Mina kalah. Ia benar benar kalah. Pertahanannya diterobos begitu saja dengan senyuman manis Jeongyeon. 3 bulan ia benar benar menunggu momen ini, dan hari ini terbayar sudah.

"Kau tampak berbeda dari sebelumnya. Kau merubah warna rambutmu?" Tanya Jeongyeon.

"A-ahh ne." Angguk Mina malu malu.

"Jeongyeon?" Sebuah suara membuat keduanya menoleh.

"Eoh? Sana? Kau disini juga?" Tanya Jeongyeon sambil memeluk wanita didepannya.

"Hai, Jeongyeon." Wanita itu membalas pelukan Jeongyeon.

"M-mereka... berpelukan??" Mina benar benar seperti disiksa saat itu.

Hal hal mengejutkan terjadi bertubi tubi dalam saat yang singkat kepadanya.

"Apa yang aku lewatkan selama 3 bulan terakhir??" Tanyanya dalam hati.

"Baiklah, sampai jumpa lagi." Jeongyeon melambai seiring wanita bernama Sana itu pergi.

"Kau memeluknya?" Pertanyaan itu sontak keluar dari mulut Mina.

"Ah, ne. Selama beberapa bulan terakhir aku pergi ke psikiater untuk melakukan terapi pada phobiaku. Wanita yang barusan adalah psikiaterku." Jawab Jeongyeon.

"Jadi kau sudah tidak masalah untuk menyentuh atau disentuh orang lain?" Tanya Mina.

"Terapiku masih berjalan hingga saat ini. Tapi sejauh ini, bila aku disentuh seseorang tanpa izin, aku masih sedikit risih." Ucap Jeongyeon.

"K-Kalau begitu bisakah kita berjabat tangan?" Tanya Mina.

"Ne? Ah.. tentu." Angguk Jeongyeon.

*Drrt drrt.

Baru saja akan membalas uluran tangan Mina, ponsel Jeongyeon tiba tiba berbunyi.

"Ah, tunggu sebentar ya Mina-ssi." Jeongyeon pun mengangkat panggilan telpon dari Chaeyoung.

"Jeongyeon-ah!" Panggil Chaeyoung.

"Mwoya? Mengagetkan saja." Tanya Jeongyeon.

"Kau ingat kapal Sorecer? Kapal pembawa lukisan yang tenggelam pada tahun 1930an?" Tanya Chaeyoung.

"Ne, aku pernah dengar cerita itu." Jawab Chaeyoung.

"Aku tak tau kau akan percaya padaku atau tidak, tapi saat ini di depanku ada sebuah lukisan di kapal Sorecer yang berhasil diselamatkan. Seorang klien datang kesini dan meminta barang berharga ini untuk di restorasi. Ia bilang ini warisan dari kakek buyutnya!" Semangat Chaeyoung.

"Benarkah?!" Kaget Jeongyeon.

Mina yang memperhatikan Jeongyeon pun kebingungan.

"Ne, tentu saja aku akan segera kembali ke galeri restorasi. Ne, baiklah tunggu aku!" Jeongyeon pun menutup sambungan telponnya.

"Ah, Mina-ssi aku pamit duluan ya. Ada pekerjaan yang harus aku kerjakan." Pamit Jeongyeon sambil tersenyum dan pergi begitu saja.

"Dia... pergi begitu saja." Lirih Mina.

"Kurang ajar!!!!" Emosi Mina.

"Lagi lagi aku gagal menyentuhnya! Dia sudah di depanku dan sudah mau menjabat tanganku, tapi tiba tiba pergi begitu saja?!! Lalu bagaimana aku akan bertemunya lagi?? Aku takkan bisa tidur malam ini jika terus begini." Jeongyeon kembali membuat Mina uring uringan.

"Dia tidak mengingatku, dia memeluk wanita lain dihadapanku, dan aku masih belum berhasil menjabat tangannya." Wanita itu berjalan murung menuju ruangannya.

Touch My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang