*Drrt drrt
Alarm yang berbunyi tepat jam 4 pagi membuat wanita yang masih tidur itu terbangun untuk mematikannya.
"Huft.." Wanita itu merenggangkan tubuhnya sebelum akhirnya bangun dari tidur dan langsung membereskan tempat tidurnya.
Wanita itu menyingkirkan bantal dan selimut yang ia pakai ke sisi kasur, setelah itu mengambil vacum cleaner kecil di laci yang ada di samping kasur. Dengan telaten, ia menggunakan vacum itu untuk membersihkan tempat tidurnya. Setelah selesai membersihkan kasur, Ia menyusun bantal dan selimutnya dengan begitu rapih. Setelah selesai dengan kasurnya, wanita itu berjalan ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Tak lupa ia mencuci tangannya dengan sabun dan setelah itu ia keluar dari kamarnya.
Wanita itu berjalan ke dapur untuk membuat sereal sebagai menu sarapannya pagi itu. Ia kembali mencuci tangannya lagi sebelum makan, dan setelah makan sambil membaca berita di ponselnya, wanita itu pergi mencuci piring dan membersihkan dapurnya. Dapur yang pada dasarnya sudah begitu bersih itu kembali ia bersihkan dan ia atur posisi alat makan dan alat masak disitu.
Begitu selesai dengan dapurnya, wanita itu mengambil vaccum cleaner besar untuk membersihkan lantai apartmentnya. Ia juga mengelap seluruh permukaan meja dan lemari yang ada di sana. Seluruh posisi barang barang dirumahnya harus begitu teratur hingga ia dapat merasa puas melihat unitnya.
"Huft.. selesai.." Wanita itupun kembali mencuci tangannya sebelum membuka kemeja tidurnya menyisakan sport bra.
Ia berjalan menuju pole pull up yang berada di ujung ruangan. Wanita itu melakukan pull up selama 30 menit, sebelum akhirnya pergi mandi dan bersiap untuk pergi kerja. Sebelum keluar dari rumahnya, wanita itu memakai sarung tangan karet berwarna hitam. Hal itu selalu ia lakukan sebelum pergi keluar apartmentnya. Itu dikarenakan wanita yang kerap dipanggil Jeongyeon itu mengidap germaphobia dan OCD. Itu menyebabkan Jeongyeon sangat tidak suka berada di lingkungan yang berantakan dan juga ia sangat benci bersentuhan dengan orang lain. Ia bisa mencuci tangannya lebih dari 15 kali dalam sehari jika ia tak memakai sarung tangan. Hal itu karena ia merasa takut dengan kuman yang berkemungkinan untuk menempel ke tangannya.
Jeongyeon juga tidak suka untuk disentuh atau menyentuh orang lain. Hal itu membuat dirinya tidak tenang dan merasa harus segera mandi atau cuci tangan. Jeongyeon selalu menghabiskan banyak waktu untuk membereskan unit apartmentnya yang bahkan tidak pernah kotor. Ia juga selalu menghindari untuk menggunakan transportasi umum karena biasanya selalu penuh dengan orang orang dan menurutnya sangat menakutkan jika harus berada di tempat yang banyak disentuh oleh orang.
Pagi ini ia berangkat menuju tempat kerja dengan mobil pribadinya. Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke tempat kerjanya. Dalam 3 tahun terakhir Jeongyeon bekerja di galery restorasi lukisan. Pekerjaan itu adalah pekerjaan yang paling sesuai dengannya. Karena pekerjaan itu memungkinkannya untuk bekerja sendiri di ruang yang cukup besar, sehingga ia dapat dengan mudah membersihkan lingkungan kerjanya dan ia juga tidak harus banyak berinteraksi dengan orang banyak.
"Selamat pagi." Sapa Jeongyeon sambil tersenyum ramah begitu memasuki tempat kerjanya.
"Pagi, Jeongyeon." Sapa Irene sang resepsionis.
"Hari ini ada berapa lukisan yang datang?" Tanya Jeongyeon.
"Ah, iya mari ikut aku." Teman kerjanya itu berjalan mendahului Jeongyeon.
"Hari ini ada lukisan yang datang dari Kuil Nami. Mereka bilang mereka menemukan lukisan ini di gudang kuil, dan perkiraan umurnya sudah sekitar 50 tahun. Dulu mereka memajangnya di kuil, tapi sudah 5 tahun mereka pindahkan ke gudang karena diganti dengan lukisan baru. Bisa kau lihat lukisannya sudah begitu gelap karena debu yang menempel bertahun tahun. Mereka minta agar lukisan ini direstorasi sebaik mungkin, karena ini warisan turun temurun." Ucap Irene.
"Untuk figuranya sepertinya juga harus diganti." Ucap Jeongyeon sambil memperhatikan lukisan itu.
"Iya, mereka bilang ganti saja semua yang harus diganti." Angguk temannya.
"Ne, kalau begitu aku akan bawa ini ke ruang kerjaku. Terima kasih, Irene." Ucap Jeongyeon sambil membawa lukisan yang tidak terlalu besar itu dengan hati hati.
"Ne, sama sama." Irene pun tersenyum dan berjalan kembali ke meja resepsionis.
Jeongyeon berjalan memasuki ruang kerjanya, dan menaruh lukisan itu di meja besar yang ada di tengah ruangan. Setelah menaruh tas dan melepas jaketnya, Jeongyeon pun memakai maskernya. Ia memperhatikan lukisan berdebu itu dan mengambil sebuah box yang berisi alat alat kerja Jeongyeon yang tersusun rapih disana.
Dengan telaten Jeongyeon melepas figura kayu lukisan tersebut. Setelah selesai, Jeongyeon meraih kuasnya dan membersihkan debu yang ada dipermukaan lukisan.
"Tebal juga rupanya." Ucap Jeongyeon sambil meraih botol cairan pembersih lukisan dan sekotak kapas.
.
.
."Terima kasih sudah merestorasi lukisan ini, Jeongyeon-ssi." Biksu kuil Nami menyalami tangan Jeongyeon.
"Ne, sama sama. Saya harap anda puas dengan hasilnya." Angguk Jeongyeon sambil tersenyum.
"Tentu saja, berkatmu kita bisa memajang lukisan ini lagi di dalam kuil." Biksu itu tersenyum bahagia.
Setelah pekerjaannya selesai, Jeongyeon pun pulang kerumahnya.
"Selamat malam, Irene. Sampai jumpa besok." Pamit Jeongyeon.
"Sampai jumpa besok, Jeongyeon." Balas Irene.
Sesampainya dirumah, Jeongyeon pun segera membasuh tubuh dan setelah itu beristirahat diatas sofa sambil membaca buku dan menyesap red wine. Dengan iringan musik jazz dari piringan hitam yang ia mainkan di ruang tengah. Setiap malam selalu menjadikan malam yang begitu menenangkan untuknya.
Kehidupan yg berbanding terbalik mwehehehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch My Heart
Fiksi PenggemarFull Chapter Seorang pengidap germaphobe dan OCD yang harus dipertemukan dengan seorang dokter yang baginya begitu menyebalkan dan kurang memiliki rasa empati.