Wuh, tadi lupa nggk takasih kata pembuka.
Welcome back TIM BR
~HAPPY READING~
Sesampainya di rumah, papah menurunkan aku dari motornya. Betapa terkejutnya aku ketika sudah turun dari motornya, bukannya setelah pendaftaran anak akan mendapatkan suport, justru papah mendorongku secara kasar sampai aku terjatuh mencium jalan beraspal. Untung saja wajahku tidak terluka serius, hanya kulit pipi yang bagian kanan terkelupas tipis, walaupun hanya luka kecil, tetapi terasa perih saat untuk menggerakan mulut.
Papah belum merasa puas melihatku terluka seperti ini, sehingga ia menarikku kembali dan menampar bagian pipi yang terluka. Rasa perih dan panas membuatku teriak kesakitan. Mamahku yang mendengar aku teriak kesakitan langsung berlari mendekati papahku dan menarik papahku ke belakang menjauhi diriku.
"Cukup mas, cukup. Tak sepatutnya kamu marah-marah ke anak di luar rumah, apalagi sampai melakukan kekerasan.Kalau ada tetangga yang melihat ini gimanah? mungkin kamu bisa dicari-cari polisi mas," kata mamah yang mencoba menghentikan kejadian ini.
Aku pun langsung berlari menuju kamar dan menutup pintu secara perlahan supaya tidak membuat amarah papah naik, tak lupa juga mengunci pintu kamar. Lalu aku melemparkan tas ke atas kasur sambil berjalan ke arah depan cermin. Kupegang secara perlahan pipi ini, rasa perih semakin menjadi-jadi karena mendapatkan tambahan tamparan dari papah barusan.
Ketika aku mau mengobati luka di pipi, terdengar keributan kembali, namun kali ini papah dengan mamah yang melakukan keributan.
"Pah, jujur sama mamah, sebenarnya ada apa si?" tanya mamah yang merasa panik.
"Noh tanya aja langsung sama anakmu, dibilang nggak usah ikut lomba, masih aja nekat ikut. Malu aku mah, punya anak seperti banci"
"Ya sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu, asalkan esok kita pantau lebih ketat pasti anak kita nggak bakalan berani nekat," ujar mamah
Aku yang mendengar percakapan tersebut dari balik pintu langsung merasa sakit hati dan bergegas mengambil bantal, lalu menutupi telingaku menggunakan bantal yang ku ambil barusan sambil berdiri di sudut kamar.
Air mata yang tak tertahan mengalir begitu deras, sehingga membuatku menangis sesenggukan.
"kenapa?! kenapa masa depanku terhalang oleh orang yang aku sayang," batinku yang merasakan sakit hati sampai badanku terasa begitu lemas. Tetiba aku terjatuh ke lantai dan membuatku terbaring lemas sambil mengedipkan mata secara perlahan. Lama-kelamaan mataku terasa begitu lengah sampai akhirnya aku terpingsan tanpa sepengetahuan orang lain.
1 jam kemudian
Diriku mulai tersadar dan langsung membuka mata secara perlahan. Ku kedipkan mata berkali-kali sambil menoleh ke arah sekitar, ternyata aku masih terbaring di lantai tanpa ada pergeseran.
Aku pun kembali bangkit untuk berdiri secara perlahan sambil berpegangan ke meja belajar. Tangan kananku berusaha untuk menggapai kursi dan langsung mendudukinya. Ketika aku merasakan kebahagian ataupun kepedihan, buku diary yang akan kucari pertama kali. Satu per satu laci aku buka dan terus mencari buku diary milikku sampai ketemu, bahkan kucari dengan cermat satu ruangan ini, hanya tersisa tas yang belum ku geledah, ternyata oh ternyata, buku diary ku berada di dalam tasku.
"Haduh, betapa cerobohnya aku ini," kataku sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Dengan cepat aku langsung mengambil tas dan mengambil buku diary milikku, tak lupa dengan kotak pensil yang berisikan spidol beragam warna. Tak tahu kenapa diriku begitu aneh, tidak seperti layaknya pria lain. Maka tak heran kalau banyak yang memanggilku dengan sebutan banci.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIAN RENANDO [ON GOING]
Non-FictionUTAMAKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU [P I K I R D E W E] yen diwaca dadi mikir sendiri. Kisah seorang anak broken home yang bernama Brian, ia selalu mendapatkan kekerasan fisik maupun mental dari orang tuanya dan orang terdekatnya, sampai anak tersebut...