03. RUMAH KAKEK

85 25 56
                                    

Yuhuu om ren up lagi nih, maaf telat up, abisnya sibuk banget jadi gak punya waktu luang. Mungkin beberapa minggu kedepan om ren bakal slow up deh.

~Happy Reading~

"Tapi kan ini salah kalian berdua, kalian yang berhubungan kenapa anakmu yang disalahkan hah?" tanyaku sambil menaikan dagu yang seolah-olah menyalahkan mereka berdua.

"Apa lu bilang! salah kita? sudah jelas-jelas salah dia kok masih saja menyalahkan kita, mau cari mati lu?!" tegas si Alex sambari menunjuk-nunjuk dadaku.

POV BRIAN RENANDO
Sudah hampir setengah jam lamanya aku menunggu kakek di motornya, namun kakek tak kunjung menyusul kepadaku. Aku yang merasa penasaran dengan apa yang terjadi di dalam langsung turun dari motor milik kakek dan berniat masuk ke dalam rumah. Tetiba saja ada sesorang yang memanggilku dari arah belakang "Hay kak,".

Aku pun langsung menghentikan langkahku sambil menoleh ke belakang. Ternyata orang yang memanggilku barusan adalah adikku sendiri yang bernama Rio Dwi Rasatya.

Umurku dengan Rio tak berbeda jauh, yah kalau dihitung-hitung hanya selisih 2 tahun, namun banyak yang mengira kalau aku adalah anak pungut, karena keseluruhan fisikku berbeda denga semua anggota keluargaku.

Rio berlari mendekatiku dan bertanya kepadaku "Kak ini motor siapa?".

"Oh, ini motor ka–" ucapku yang tetiba terpotong oleh kakek.

"Ayo Bri," ajak kakek yang keluar dari dalam rumah dan langsung mengangkat badanku.

Sontak adikku yang tak tahu apa-apa langsung merasa kegirangan. Dia mengira bahwa dirinya akan diajak oleh kakeknya juga, namun nyatanya kakek hanya mengajakku dan papah melarangnya untuk ikut aku bersama kakek pergi.

"Hore...Rio ikut juga yah kek," ucapnya sambil menaiki motor milik kakek.

"Eh eh eh, kamu nggak boleh ikut!" kata papah yang sambari menggendong Rio.

"Kalian ngapain masih disini? sudah sana buruan pergi." papah mengusir kita sambil mendorong-dorong punggung kakek.

"Ish, sudah sana cepetan, tunggu apalagi hah? butuh duit?" sambung mamah yang mengusir kita berdua.

"Adek mau duit mah, dua ribu aja, buat beli jelly di warungnya Bu Asri," pinta Rio yang menodongkan kedua tangannya kepada mamah.

"Nih, dah sana kalau mau jajan," ujar mamah.

Rio pun membalikkan badannya dan mulai melangkah. Tetiba saja papah memanggilnya kembali.

"Rio,"

"Iyah pah," jawabnya sambil menoleh ke belakang.

"Kesini sebentar,"

Rio pun langsung berjalan kembali mendekati papah, aku hanya bisa melihatnya terdiam di pelukan hangat sang kakek.

"Nanti kalau ada yang bertanya ada siapa di rumah, Rio bilang aja kurir paket oke," katanya sambil menyentuh hidung Rio sekejap.

"Siap bos." Rio memperagakan posisi hormat layaknya melakukan penghormatan terhadap seseorang yang terhormat.

Kemudian Rio kembali berjalan menuju warung Bu Asri.

Lagi-lagi papah mengusirku dengan kakek untuk segera pergi dari rumahnya.

"Oke, nggak mau pergi ya?" papah memasang ekspresi songong sambil mengeluarkan pisau dari saku celananya lalu menodongkan pisau itu ke arahku dan kakek.

"Ayok kek, cepat, Brian takut," rengekku yang merasa ketakutan kepada papah yang mulai serius.

"A-ayok sini cepat naik"

BRIAN RENANDO [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang